ARTIKEL ISLAMI MAKNA ZAKAT (Bersihkan Diri dan Berdayakan Ummat)

 ARTIKEL ISLAMI MAKNA ZAKAT 

Bersihkan Diri dan Berdayakan Ummat
نعم المال الصالح للرجال الصالح
Sebaik-baik harta yang shalih itu untuk seseorang yang shalih pula (HR AL Bukhary)
Ta'rif
Ada beragam makna zakat. Secara bahasa zakat artinya tumbuh berkembang dan bertambah besar. Pohon yang berzakat, ialah pohon yang tumbuh berkembang ( morontod ). Seseorang yang senantiasa bertambah kebaikannya dari hari ke hari disebut rojulun zakiyyun, seorang yang zakat. Menurut makna ini harta yang dizakati di samping terjaga kesuciannya juga akan bertambah. Bertambah dalam arti jumlah artinya tidak akan berkurang dan bertambah dalam arti memberi keberkahan yang banyak bagi harta itu sendiri. Menurut Al Quran zakat adalah harta yang bertambah nilainya karena dikeluarkan serta akan terpelihara dari kebinasaan atau kehancuran.
Terkadang zakat dimaknai bersuci atau mensucikan diri dari dosa (QS 91:9 dan 78:14). Makna ini didukung oleh ayat lain dalam QS 9:103 Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Berdasarkan ayat ini zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Dan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

Realitas perbedaan manusia dan solusinya
Dalam pandangan al Quran terjadinya perbedaan di antara manusia dalam hal rizki atau hasil usaha adalah suatu realitas dan keniscayaan. Terjadinya miskin dan kaya adalah suatu kesengajaan. karena fitrah (ciptaan) Allah menghendaki adanya perbedaan di antara mereka. Bahkan yang lebih dari itu, yaitu dalam hal kecerdasan, kecantikan, kekuatan fisik dan seluruh pemberian dan kemampuan secara khusus, maka tidak aneh jika terjadi perbedaan antara manusia di dalam harta dan kekayaan, dan di bawah faktor-faktor yang lainnya. Allah berfirman dalam QS 16:71 " Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, ".
Meskipun Islam menegaskan adanya prinsip perbedaan di dalam masalah rezeki dan perbedaan dalam kekayaan dan kemiskinan, tetapi Islam juga berupaya untuk mendekatkan (mengurangi) sisi perbedaan antar golongan tersebut, sehingga membatasi penyimpangan orang-orang kaya dan mengangkat martabat orang-orang fakir dalam rangka mewujudkan tawazun (keseimbangan) dan menghilangkan sebab-sebab pertarungan dan permusuhan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya
Di dalam Islam memang ada orang-orang kaya, akan tetapi mereka itu tidak membentuk kelompok tersendiri yang mewariskan kekayaannya. Mereka adalah individu-individu yang biasa seperti lainnya, karena si kaya setiap saat bisa saja menjadi miskin, dan si miskin bisa juga tiba-tiba menjadi kaya.
Demikian itu karena sesungguhnya Islam membenci berputarnya kekayaan hanya dalam satu kelompok kecil yang terbatas di kalangan masyarakat sementara sebagian besar orang tidak memilikinya. Allah menjelaskan dalam QS 59:7 " supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu".
Islam senang kalau harta itu tidak hanya berkisar pada orang-orang kaya saja karena bila hal itu terjadi akan menimbulkan bencana, kerusakan dan pemerasan tenaga manusia.
Perbedaan itu bukan merupakan suatu permainan belaka atau tanpa arti, akan tetapi memiliki hikmah, karena dengannya kehidupan ini akan tegak dan teraturlah urusan hidup. Sebagaimana firman Allah SWT QS 43:32, " Kami telah membagi (menentukan) antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah mengangkat (meninggikan) sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain..." (Az-Zukhruf: 32). Harmonisasi simbiosis kehidupan tersebut dibakukan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, " Sesungguhnya kamu diberi rizki dan ditolong oleh orang-orang fakir di antara kamu ".
Yang dimaksud dengan 'sukhriyya' yang artinya mempergunakan di sini bukan paksaan dan merendahkan, akan tetapi dengan sistem yang administratif, karena kehidupan ini bagaikan pabrik yang besar (raksasa), yang di dalamnya ada yang memimpin dan dipimpin, ada supervisor ada karyawan biasa, ada juga satpam dan ada pelayan. Masing-masing dari mereka mempunyai tugas sendiri-sendiri, dan masing-masing mereka itu penting keberadaannya agar mesin kehidupan bisa beroperasi dan produktif. dalam kesempatan lain
Hubungan dua kelompok yang berbeda ini digambarkan oleh Rasulullah SAW : "Orang-orang Muslim itu darahnya saling menyuplai, yang lemah di antara mereka akan berusaha membebaskan tanggungannya dan yang kuat di antara mereka berusaha menyelamatkan yang lemah, mereka adalah satu tangan (kekuatan) untuk menghadapi pihak-pihak selain mereka (musuh-musuh mereka), yang kuat membantu yang lemah dan yang cepat menolong yang lambat." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Agar 'pabrik yang besar' itu bisa bergerak dengan dinamis Islam memiliki beberapa sarana untuk mengatasi hal-hal seperti itu, antara lain sebagai berikut: Pertama, Mengharuskan orang kaya untuk tidak mengembangkan kekayaannya dengan cara-cara yang diharamkan, seperti riba, menimbun, menipu, memperdagangkan barang-barang terlarang dan sebagainya, seperti yang telah kita sebutkan sebelum ini. Dengan pembatasan masalah pengembangan harta ini, dapat menutup jalan menuju kekayaan yang curang dan keji.Kedua, Diwajibkannya zakat pada harta orang-orang kaya, untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Sebagaimana firman Allah Ta'ala Firman Allah QS 51:19 " Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian ". Zakat merupakan pemungutan dan pemberian. Zakat sebagaimana disyari'atkan oleh Islam, tidak lain kecuali merupakan sarana untuk memberi pemilikan kepada kaum fuqara' sehingga dapat mencukupi kebutuhan mereka. Baik yang bersifat rutin tahunan atau secara terus menerusOleh karena itu Islam memiliki beberapa sarana untuk mengatasi hal-hal seperti itu, antara lain dengan adanya kewajiban zakat. Allah mewajibkan kepada orang yang kaya untuk memberikan kepada orang fakir miskin haknya sebagai suatu kewajiban yang telah ditentukan. Firman Allah QS 51:19 " Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian ".

Ahmiyyah zakat

Zakat merupakan faridhah maliyah (kewajiban berkenaan dengan harta) dan bersifat sosial. Dia merupakan rukun yang ketiga dari rukun Islam. Barangsiapa yang tidak mau menunaikan zakat karena pelit maka ia dita'zir (hukuman yang mendidik) atau diambil secara paksa. Apabila ia memiliki kekuatan untuk melawan, maka diperangi sampai takluk dan mau melaksanakannya. Apabila secara terang-terangan ia mengingkari akan wajibnya, sedang dia bukan orang yang baru dalam berislam, maka pantaslah dihukumi murtad dan keluar dari agama Islam.
Ada dua penyebutan yang disandarkan kepada zakat. Pertama zakat itu adalah hak harta dan kedua hak kaum fakir miskin. Penyebutan zakat dengan hak harta artinya bahwa harta itu harus suci bersih. Harta yang dizakati adalah harta yang suci dan bersih.
Harta yang dihasilkan dari barang yang haram, -seperti khamr, babi, patung, berhala, bejana yang diharamkan, anjing yang terlarang dan yang lainnya. Atau harta yang diperoleh dari cara kerja yang tidak dibenarkan menurut syari'at, seperti hasil korupsi, upah para dukun dan takang ramal, administrasi riba, orang-orang yang bekerja di bar-bar, diskotik dan tempat-tempat permainan yang diharamkan dan lain-lain.
Rasulullah SAW bersabda:Setiap tubuh yang berkembang dari yang haram, maka neraka lebih utama baginya." (HR. Ahmad) Islam tidak menghargai bagusnya niat dan mulianya tujuan, apabila cara kerjanya diharamkan. Maka orang yang memperoleh harta riba untuk membangun masjid, madrasah, darul aitam atau yang lainnya, selamanya tidak sah menurut Islam.
Dalam hadits shahih disebutkan "Sesungguhnya Allah itu Thaayyib (baik), tidak menerima (suatu amal) kecuali yang baik (halal)." (HR. Muslim) Dalam hadits lain disebutkan: "Sesungguhnya yang kotor itu tidak bisa menghapus yang kotor (juga)." (HR. Ahmad) Sesuatu yang haram tetaplah haram menurut pandangan Islam, meskipun ada seorang qadhi yang menghalalkannya menurut zhahirnya dari bukti yang diperoleh.
Penyebutan zakat sebagai hak kaum fakir miskin menggambarkan betapa harus tetap terjaganya harga diri fakir miskin karena mendapat bantuan. Betapa banyak si pemberi merasa sebagai pahlawan lalu bersikap meremehkan dan mengeksloitasi si miskin. Lalu si fakir dan si miskin pun menjadi pihak yang inferior atau rendah diri. Karena itu pemberian yang disertai dengan manna atau adzaa membatalkan pahala mereka. Padahal Al Quran menggambarkan bahwa sebenarnya dalam kekayaan seseorang itu ada hak orang lain yang Allah amanahkan untuk diberikan. Untuk inilah Allah mensyariatkan zakat sebagai solusi.Kewajiban zakat merupakan solusi utama terhadap adanya kenyataan perbedaan serta sebagai jaminan social yang hakiki dalam Islam.
Harus dipahami bahwa zakat bukanlah hibah (pemberian) seorang kaya raya kepada si fakir, sama sekali bukan. Akan tetapi itu merupakan hak yang pasti bagi si fakir dan kewajiban atas para muzakki tempat daulah atau yang berwenang untuk memungutnya, kemudian membagikannya kepada yang berhak menerimanya melalui para amil.
Zakat bukanlah sekedar amal kebajikan yang bersandar kepada keimanan seseorang, akan tetapi ia merupakan ibadah yang selalu dijaga oleh keimanan seseorang, pengawasan jamaah dan kekuasaan daulah.Pada dasarnya dalam Islam zakat itu dipungut oleh seorang imam (pemimpin) dan lembaga-lembaga syar'I semisal Pusat Zakat Ummat ( PZU ), atau dengan kata lain melalui daulah Islamlah, dalam hal ini melalui lembaga resmi yang telah dinash oleh Al Qur'an dengan nama "Al 'Amilina 'Alaiha."
Ungkapan Rasulullah SAW "Diambil dari aghniya' mereka dan diberikan kepada fuqara' mereka" ini menunjukkan bahwa zakat tidak lain kecuali memberikan harta ummat -dalam hal ini dilaksanakan oleh orang-orang kaya- kepada ummat itu sendiri yaitu orang-orang fakir mereka. Dengan demikian maka zakat adalah dari ummat untuk ummat, dari tangan yang diberi amanat harta kepada tangan yang membutuhkan, dan kedua tangan itu baik yang memberi atau yang mengambil merupakan dua tangan yang ada pada satu orang, satu orang itu adalah ummat Islam

Hikmah zakat

Pertama ,meindungi serta membentengi harta dari pandangan mata yang dengki serta para penjarah atau penjahat . Rasulullh saw bersabda, " bentengilah harta-hartamu dengan zakat, berobatlah untuk orang-orang yang sakit di anatara kalian dengan shadaqoh serta persiapkanlah dirimua untuk menghadapi ujian dengan berdoa " ( HR Ath Thabrony ). Seorang yang berzakat tekah menyerahkan segala perlindungan harta bahkan jiwanya kepada Allah. Karena itu harta tidak menjadi beban bagi dirinya. Dia tidak melindungi hartanya tetapi sebaliknya hartanya yang melindungi dirinya. Kebaikan harta dan dirinya menarik hati setiap orang untuk menjaga dirinya.
Seorang yang lemah karena fisiknya atau tidak mampu mencukupi kebutuhan dari hasil kerjanya akan memandang hidup dengan optimis ketika merasa percaya bahwa orang-orang kaya mengamalkan bahwa dalam harta mereka ada hak orang lain. Juga sebaliknya orang kaya akan memahami bahwa orang fakir dan miskin merupakan tanggungan hidup dari sebahagian hartanya. Sehingga terhindar untuk serakah dan dhalim.

Kedua, zakat Menutupi kebutuhan fakir miskin, memulyakan mereka dari meinta-minta.
Mengangkat derajat mereka dengan bekerja dan aktifitas lain bila termasuk orang-orang kuat. Islam menuntut kepada setiap orang yang mampu bekerja hendaklah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam kerjanya, sehingga ia dapat mencukupi dirinya dan keluarganya. Adapun untuk orang-orang lemah maka berilah kebahagiaan bagi mereka dengan dipenuhinya kebutuhan hidupnya. Termasuk kategori orang lemah di sini sebenarnya sudah bekerja, hanya saja pemasukan mereka belum mencukupi standar yang layak, karena sedikitnya pemasukan (income) atau banyaknya keluarga yang ditanggung atau mahalnya harga barang atau karena sebab-sebab yang lain.
Diwajibkannya zakat pada harta orang-orang kaya, untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Ia merupakan pemungutan dan pemberian. Zakat sebagaimana disyari'atkan oleh Islam, tidak lain kecuali merupakan sarana untuk memberi pemilikan kepada kaum fuqara' sehingga dapat mencukupi kebutuhan mereka. Baik yang bersifat rutin tahunan atau secara terus menerus.
Imam Nawawi dan lainnya mengatakan, "Orang fakir dan miskin itu terus diberi sehingga terpenuhi kebutuhannya dan memperoleh kecukupan darinya. Hal itu berbeda-beda tergantung kepada kondisi orangnya. Orang yang mampu bekerja tetapi tidak mendapatkan alat ketrampilannya maka ia diberi uang untuk membeli alat itu, baik harganya murah atau mahal. Atau seorang pedagang diberi modal untuk memperbaiki bisnisnya, sekiranya keuntungannya dari bisnis bisa mencukupi kebutuhannya secara umum. Dan barangsiapa yang tidak pandai bekerja atau berdagang maka ia diberi secukupnya untuk pemenuhan kebutuhan seumur hidupnya secara umum."
Dengan demikian zakat bisa berfungsi untuk memperbanyak jumlah pemilikan dari orang-orang fakir. Dengan zakat itu Islam memberikan hak milik kepada orang yang bekerja yaitu dengan memberikan perabotan produksi, baik peralatannya atau pabrik atau sebagian dari pabrik, dan memberikan hak milik kepada petani berupa sawah atau sebagian dari sawah yang dimiliki bersama orang lain. Atau memberikan hak milik kepada pedagang dengan memberi tempat untuk berdagang dan peralatannya, dan juga memberikan hak milik kepada selain mereka berupa pekarangan atau lainnya. Atau sesuatu yang sekiranya bisa menjadi pemasukan rutin yang teratur sehingga bisa mencukupi kebutuhannya dengan sempurna dan juga mencukupi orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Semua itu diatur oleh lembaga zakat dengan memperhatikan secara optimal terhadap mereka dan apa yang ada di bawah tangan mereka.
Dengan seperti ini zakat menjadi benteng masyarakat dari penyakit kemiskinan, menjaga Negara dari beban social dan kelemahan serta serta mendidik jama'ah atau komunitas memikul tanggungjawab serta peduli terhadap orang-orang fakir miskin. Ini semua sebagaimana Sabda Rasulullah saw, " sesungguhnya Allah telah mewajibkan terhadap orang-orang kaya kaum muslimin bahwa dalam harta-harta mereka ada hak sesuai dengan kebutuhan kaum fakir mereka. Tidaklah orangt-orang fakir itu mengalami kesulitan ketika mereka lapar atau telanjang kecuali karena perbuatan orang-orang kaya mereka. Ketahuilah sesungguhnya Allah akan menghisab mereka dengan hisaban yang sangat berat dan menyiksa dengan siksaan yang sangat pedih…. ". Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda," Kebinasaan bagi orang-orang kaya dari orang-orang fakir pada hri qiyamat mereka berkata, Tuhanku mereka telah merampas hak-hak kami yang telah diwajibkan atas kami terhadap mereka. Kemudian Allah berfirman " demi kemulyaan dan kegagahanKu sungguh aku akan .. dan akan menjauhkan mereka. Kemudian Rasulullah membacakan ayat, " Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu," ( QS 70:24 ).
Kemashlahatan menunaikan zakat kembali kepada produksi pemilik-pemilik harta. Dengan mereka menunaikan hak-hak hartanya yaitu berzakat, berarti mereka bersaham / memberi andil dalam menopang dan menumbuhkan kekuatan daya beli kaum fakir. Pada akhirnya itu akan memberikan konstribusi terhadap semakin berkembangnya harta atau modal kaum muzakki serta berdampak posiotif terhadap keuntungan yang banyak.bahkan tidak sebatas rutinitas memberikan tetapi harus sesuai dengan kebutuhan mereka orang fakir dan miskin itu.

Ketiga : Mensucikan diri dari sifat serakah dan kikir serta menumbuhkan harta dengan keberkahan tha’at kepada Allah.
Allah berfirman dalam QS 9:103 " Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka ". Maksudnya zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda dan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka. Zakat atau shadaqah merupakan bukti benarnya iman atau tuabat seseorang.
Zakat membersihkan harta yang tinggal dengan berzakat, sebab pada harta seseorang ada hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh syari'at Islam telah ditentukan sebagai mutahiq. Selama harta itu belum dibayarkan zakatnya oleh pemilik harta tersebut maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain, yang tentu haram untuk dimakannya.
Penunaian zakat juga akan menimbulkan keberkahan pada harta yang masih tinggal hingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila harta itu tidak ditunaikan zakatnya maka akan memperoleh keberkahan dan tidak berkembang biak dengan baik, sehingga kemungkjinan akan ditimpa malapetaka dan menyusut sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya.
Harus dipahami bahwa zakat bukanlah hibah (pemberian) seorang kaya raya kepada si fakir, sama sekali bukan. Akan tetapi itu merupakan hak yang pasti bagi si fakir dan kewajiban atas para muzakki tempat daulah atau yang berwenang untuk memungutnya, kemudian membagikannya kepada yang berhak menerimanya melalui para amil
Keempat, Zakat melatih seorang mukmin untuk berkorban serta berbagi dengan sesama.
Dalam lintasan sejarah Islam dan memang harus seperti itu, sesungguhnya seorang mukmin harus ambil bagian dalam kewajiban kemasyarakatan seperti membantu daulah atau negara dengan memberikan sesuatu ketika dibutuhkan, mempersiapkan pasukan serta menghalau musuh dan mengulurkan tangan terhadap orang-orang fakir sampai batas kecukupan seperti kewajiban nadzarnya, menunaikan kaffarat harta disebabkan suatu hal ( dhihar, diyat dsb), wakaf., qurban, zakat fithrah atau zakat lainnya serta hibah. Semua ini akan menyempurnakan kuatnya pokok-pokok tanggungan social antara orang-orang fakir dan kaum kaya. menuju cita-cita masyarak islami serta mewujudkan nilai-nilai persaudaraam dan kasih sayang antara sesame anak bangsa dan ambil bagian dalam merekatkan antar golongan dan memelihara persamaan kecukupan bagi semua.
Tidak boleh bagi seseorang yang mengaku beriman kikir akan hak-hak yang wajib ditunaikan dengan hartanya, baik itu hak-hak yang sudah tetap, seperti zakat, nafkah kedua orang tua dan kaum kerabat yang fakir, atau hak-hak yang secara insidental, seperti menyuguh tamu, meminjami orang yang memerIukan, menolong orang yang kesulitan (terpaksa, terjepit kebutuhan), memberikan bantuan atas musibah yang menimpa ummat atau negara (daerah, tempat tinggal mereka, seperti peperangan, kelaparan dan kebakaran, mencukupi orang-orang fakir di negerinya, yang mereka sangat memerlukan bantuan ma'isyah seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pengobatan dan sebagainya. Islam menegaskan pentingnya hak-hak itu, sampai memperbolehkan penggunaan senjata demi membela hak-hak tersebut.
Salah pemicu terhalangnya sifat berkorban untuk sesame adalah satu jenis berlebihan (israf) yang diharamkan oleh Islam dan akan terus diperangi karena dia dianggap dapat merusak kehidupan individu dan masyarakat apa yang dinamakan "At-Taraf" (kemewahan, pelakunya disebut Mutrofin), yaitu terlampau berlebihan dalam berbagai bentuk kenikmatan dan berbagai sarana hiburan, serta segala sesuatu yang dapat memenuhi perut dari berbagai jenis makanan dan minuman serta apa saja yang bisa menghiasi tubuh dari perhiasan dan kosmetik, atau apa saja yang memadati rumah dari perabot dan hiasan, seni dan patung serta berbagai peralatan dari emas dan perak dan sebagainya.
Selain merusak sifat berkorban SAl Qur'an menganggap kemewahan sebagai penghambat pertama yang akan menghalang-halangi manusia untuk mengikuti yang kebenaran (Al haq). Karena sesungguhnya kemewahan itu tidak akan membiarkan para pelakunya leluasa tanpa belenggu syahwat mereka. Maka barangsiapa yang mengajak mereka ke arah selain itu, niscaya mereka akan memusuhi dan memeranginya. Allah berfirman,"Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu di utus untuk menyampaikannya." (Saba': 34. Rasulullah SAW bersabda:"Tdak beriman kepadaku orang yang semalam suntuk ia kekenyangan, sementara tetanggannya kelaparan di sisinya sedangkan ia mengetahuinya" (HR. Thabrani dan Hakim)
Mari, bersihkan diri dan harta kita dengan berbagi untuk sesame.


Tips

Imam Ghazali memberikan nasihat agar muzakki tidak kehilangan pahala dengan berzakat, infaq atau shadaqah serta agar si miskin tidak menghinakan dirinya sendiri ketika menerima haknya.

Amalan Hati Muzakki
1. memahami bahwa kewajiban zakat merupakan prinsip dasar Islam. Zakat adalah ujian derajat cinta. Harta adalah sesuatu yang dicintai dan zakat menuntutnya untuk melepaskannya.
2. bersegeralah mengeluarkan zakat dengan seperti itu memberikan kegembiraan bagi yang membutuhkan
3. menjauhkan diri dari difat riya dan sum'ah. Riya adalah merasa senang bila orang lain mengetahui kebaikan diri kita. Sedangkan sum'ah merasa senang ketika orang lain mengagung-agungkan kebaikan kita.
4. Ketika harus menampakan zakat maka berharap m,enjadi motivasi bagi orang lain dengan tetap menjaga jatuh dalam riya
5. tidak sekali kali mengungkit-ungkit kebaikan dan menyakiti orang lain yang diberi karena termasuk meremehkan dan menghina.
6. menganggap kecil terhadap apa yang diberikan kepada orang lain, sebab bila tidak akan timbul rasa I'jab bin nafsi ( merasa bangga terhadap diri sendiri ).

Amalan Hati Mustahiq :

1. Adanya kewajiban zakat agar bisa memenuhi kebutuhan hidup sehingga semakin bertambah giat beribadah kepadaNya.
2. Berterima kasih kepada siapa pun yang memberi serta berdoalah untuk mereka. Dan ini adalah bentuk tasyakkur
3. selalu memperhatikan apa yanag diterima sekalipun adalah hak untuk menjaga sifat wara' ( hirup apik tur bersih )
4. Ambilah pemberian itu sesuai dengan kebutuhan yang wajar, hindarilah bersifat serakah dalam menerima bantuan.
5. memintalah sesuai dengan kepatutan yang amil tentukan untuk kita.
Ada beragam makna zakat. Secara bahasa zakat artinya tumbuh berkembang dan bertambah besar. Pohon yang berzakat, ialah pohon yang tumbuh berkembang ( morontod ). Seseorang yang senantiasa bertambah kebaikannya dari hari ke hari disebut rojulun zakiyyun, seorang yang zakat. Menurut makna ini harta yang dizakati di samping terjaga kesuciannya juga akan bertambah. Bertambah dalam arti jumlah artinya tidak akan berkurang dan bertambah dalam arti memberi keberkahan yang banyak bagi harta itu sendiri. Menurut Al Quran zakat adalah harta yang bertambah nilainya karena dikeluarkan serta akan terpelihara dari kebinasaan atau kehancuran.
Terkadang zakat dimaknai bersuci atau mensucikan diri dari dosa (QS 91:9 dan 78:14). Makna ini didukung oleh ayat lain dalam QS 9:103 Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Berdasarkan ayat ini zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Dan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
b. mengapa ada zakat ?
1. perbedaan manusia dalam hal rizki dan lainnya.

Dalam pandangan al Quran terjadinya perbedaan di antara manusia dalam hal rizki atau hasil usaha adalah suatu realitas dan keniscayaan. Terjadinya miskin dan kaya adalah suatu kesengajaan. karena fitrah (ciptaan) Allah menghendaki adanya perbedaan di antara mereka. Bahkan yang lebih dari itu, yaitu dalam hal kecerdasan, kecantikan, kekuatan fisik dan seluruh pemberian dan kemampuan secara khusus, maka tidak aneh jika terjadi perbedaan antara manusia di dalam harta dan kekayaan, dan di bawah faktor-faktor yang lainnya. Allah berfirman dalam QS 16:71 " Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, ".
2. solusi perbedaan miskin dan kaya
Meskipun Islam menegaskan adanya prinsip perbedaan di dalam masalah rezeki dan perbedaan dalam kekayaan dan kemiskinan, tetapi Islam juga berupaya untuk mendekatkan (mengurangi) sisi perbedaan antar golongan tersebut, sehingga membatasi penyimpangan orang-orang kaya dan mengangkat martabat orang-orang fakir dalam rangka mewujudkan tawazun (keseimbangan) dan menghilangkan sebab-sebab pertarungan dan permusuhan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya Di dalam Islam memang ada orang-orang kaya, akan tetapi mereka itu tidak membentuk kelompok tersendiri yang mewariskan kekayaannya. Mereka adalah individu-individu yang biasa seperti lainnya, karena si kaya setiap saat bisa saja menjadi miskin, dan si miskin bisa juga tiba-tiba menjadi kaya.
Demikian itu karena sesungguhnya Islam membenci berputarnya kekayaan hanya dalam satu kelompok kecil yang terbatas di kalangan masyarakat sementara sebagian besar orang tidak memilikinya. Allah menjelaskan dalam QS 59:7 " supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu".
Islam senang kalau harta itu tidak hanya berkisar pada orang-orang kaya saja karena bila hal itu terjadi akan menimbulkan bencana, kerusakan dan pemerasan tenaga manusia. Oleh karena itu Islam memiliki beberapa sarana untuk mengatasi hal-hal seperti itu, antara lain sebagai berikut: Pertama, Mengharuskan orang kaya untuk tidak mengembangkan kekayaannya dengan cara-cara yang diharamkan, seperti riba, menimbun, menipu, memperdagangkan barang-barang terlarang dan sebagainya, seperti yang telah kita sebutkan sebelum ini. Dengan pembatasan masalah pengembangan harta ini, dapat menutup jalan menuju kekayaan yang curang dan keji.Kedua, Diwajibkannya zakat pada harta orang-orang kaya, untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Sebagaimana firman Allah Ta'ala Firman Allah QS 51:19 " Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian ". Zakat merupakan pemungutan dan pemberian. Zakat sebagaimana disyari'atkan oleh Islam, tidak lain kecuali merupakan sarana untuk memberi pemilikan kepada kaum fuqara' sehingga dapat mencukupi kebutuhan mereka. Baik yang bersifat rutin tahunan atau secara terus menerus.
Perbedaan itu bukan merupakan suatu permainan belaka atau tanpa arti, akan tetapi memiliki hikmah, karena dengannya kehidupan ini akan tegak dan teraturlah urusan hidup. Sebagaimana firman Allah SWT QS 43:32, " Kami telah membagi (menentukan) antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah mengangkat (meninggikan) sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain..." (Az-Zukhruf: 32). Dalam satu hadits Rasulullah SAW bersabda, " Sesungguhnya kamu ditolong oleh orang-orang fakir di antara kamu ".
Hubungan dua kelompok nyang berbeda digambarkan oleh Rasulullah SAW : "Orang-orang Muslim itu darahnya saling menyuplai, yang lemah di antara mereka akan berusaha membebaskan tanggungannya dan yang kuat di antara mereka berusaha menyelamatkan yang lemah, mereka adalah satu tangan (kekuatan) untuk menghadapi pihak-pihak selain mereka (musuh-musuh mereka), yang kuat membantu yang lemah dan yang cepat menolong yang lambat." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Yang dimaksud dengan 'sukhriyya' yang artinya mempergunakan di sini bukan paksaan dan merendahkan, akan tetapi dengan sistem yang administratif, karena kehidupan ini bagaikan pabrik yang besar (raksasa), yang di dalamnya ada yang memimpin dan dipimpin, ada supervisor ada karyawan biasa, ada juga satpam dan ada pelayan. Masing-masing dari mereka mempunyai tugas sendiri-sendiri, dan masing-masing mereka itu penting keberadaannya agar mesin kehidupan bisa beroperasi dan produktif.
Oleh karena itu Islam memiliki beberapa sarana untuk mengatasi hal-hal seperti itu, antara lain dengan adanya kewajiban zakat. Allah mewajibkan kepada orang yang kaya untuk memberikan kepada orang fakir miskin haknya sebagai suatu kewajiban yang telah ditentukan. Firman Allah QS 51:19 " Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian ".
3. zakat dan kaum miskin
Ada dua penyebutan yang disandarkan kepada zakat. Pertama zakat itu adalah hak harta dan kedua hak kaum fakir miskin. Penyebutan zakat dengan hak harta artinya bahwa harta itu harus suci bersih. Harta yang dizakati adalah harta yang suci dan bersih.
Harta yang dihasilkan dari barang yang haram, -seperti khamr, babi, patung, berhala, bejana yang diharamkan, anjing yang terlarang dan yang lainnya. Atau harta yang diperoleh dari cara kerja yang tidak dibenarkan menurut syari'at, seperti hasil korupsi, upah para dukun dan takang ramal, administrasi riba, orang-orang yang bekerja di bar-bar, diskotik dan tempat-tempat permainan yang diharamkan dan lain-lain.
Rasulullah SAW bersabda:Setiap tubuh yang berkembang dari yang haram, maka neraka lebih utama baginya." (HR. Ahmad) Islam tidak menghargai bagusnya niat dan mulianya tujuan, apabila cara kerjanya diharamkan. Maka orang yang memperoleh harta riba untuk membangun masjid, madrasah, darul aitam atau yang lainnya, selamanya tidak sah menurut Islam.
Dalam hadits shahih disebutkan "Sesungguhnya Allah itu Thaayyib (baik), tidak menerima (suatu amal) kecuali yang baik (halal)." (HR. Muslim) Dalam hadits lain disebutkan: "Sesungguhnya yang kotor itu tidak bisa menghapus yang kotor (juga)." (HR. Ahmad) Sesuatu yang haram tetaplah haram menurut pandangan Islam, meskipun ada seorang qadhi yang menghalalkannya menurut zhahirnya dari bukti yang diperoleh.
Penyebutan zakat sebagai hak kaum fakir miskin menggambarkan betapa harus tetap terjaganya harga diri fakir miskin karena mendapat bantuan. Karena itu pemberian yang disertai dengan manna atau adzaa membatalkan pahala mereka. Disamping itu Al Quran menggambarkan bahwa sebenarnya dalam kekayaan seseorang itu ada hak orang lain yang Allah amanahkan untuk diberikan. Untuk inilah Allah mensyariatkan zakat sebagai solusi.Kewajiban zakat merupakan solusi utama terhadap adanya kenyataan perbedaan serta sebagai jaminan social yang hakiki dalam Islam.
4. essensi zakat
Zakat merupakan faridhah maliyah (kewajiban berkenaan dengan harta) dan bersifat sosial. Dia merupakan rukun yang ketiga dari rukun Islam. Barangsiapa yang tidak mau menunaikan zakat karena pelit maka ia dita'zir (hukuman yang mendidik) atau diambil secara paksa. Apabila ia memiliki kekuatan untuk melawan, maka diperangi sampai takluk dan mau melaksanakannya. Apabila secara terang-terangan ia mengingkari akan wajibnya, sedang dia bukan orang yang baru dalam berislam, maka pantaslah dihukumi murtad dan keluar dari agama Islam.
Harus dipahami bahwa zakat bukanlah hibah (pemberian) seorang kaya raya kepada si fakir, sama sekali bukan. Akan tetapi itu merupakan hak yang pasti bagi si fakir dan kewajiban atas para muzakki tempat daulah atau yang berwenang untuk memungutnya, kemudian membagikannya kepada yang berhak menerimanya melalui para amil. Karena itulah Rasulullah SAW mengatakan, "Dipungut dari aghniya' (orang-orang kaya) mereka (kaum Muslimin), kemudian diberikan kepada fuqara' (kaum Muslimin)" sehingga seakan seperti pajak yang dipungut, bukan tathawwu' (sedekah) yang diberikan dengan kerelaan hati.
Ungkapan Rasulullah SAW "Diambil dari aghniya' mereka dan diberikan kepada fuqara' mereka" ini menunjukkan bahwa zakat tidak lain kecuali memberikan harta ummat -dalam hal ini dilaksanakan oleh orang-orang kaya- kepada ummat itu sendiri yaitu orang-orang fakir mereka. Dengan demikian maka zakat adalah dari ummat untuk ummat, dari tangan yang diberi amanat harta kepada tangan yang membutuhkan, dan kedua tangan itu baik yang memberi atau yang mengambil merupakan dua tangan yang ada pada satu orang, satu orang itu adalah ummat Islam
c. hikmah zakat
Pertama ,meindungi serta membentengi harta dari pandangan mata yang dengki serta para penjarah atau penjahat … Rasulullh saw bersabda, " bentengilah harta-hartamu dengan zakat, berobatlah untuk orang-orang yang sakit di anatara kalian dengan shadaqoh serta persiapkanlah dirimua untuk menghadapi ujian dengan berdoa " ( HR Ath Thabrony ). Seorang yang berzakat tekah menyerahkan segala perlindungan harta bahkan jiwanya kepada Allah. Karena itu harta tidak menjadi beban bagi dirinya. Dia tidak melindungi hartanya tetapi sebaliknya hartanya yang melindungi dirinya. Kebaikan harta dan dirinya menarik hati setiap orang untuk menjaga dirinya.

Kedua, zakat Menutupi kebutuhan fakir miskin, memulyakan mereka dari meinta-minta.
Mengangkat derajat mereka dengan bekerja dan aktifitas lain bila termasuk orang-orang kuat. Islam menuntut kepada setiap orang yang mampu bekerja hendaklah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam kerjanya, sehingga ia dapat mencukupi dirinya dan keluarganya. Adapun untuk orang-orang lemah maka berilah kebahagiaan bagi mereka dengan dipenuhinya kebutuhan hidupnya. Termasuk kategori orang lemah di sini sebenarnya sudah bekerja, hanya saja pemasukan mereka belum mencukupi standar yang layak, karena sedikitnya pemasukan (income) atau banyaknya keluarga yang ditanggung atau mahalnya harga barang atau karena sebab-sebab yang lain.
Diwajibkannya zakat pada harta orang-orang kaya, untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Ia merupakan pemungutan dan pemberian. Zakat sebagaimana disyari'atkan oleh Islam, tidak lain kecuali merupakan sarana untuk memberi pemilikan kepada kaum fuqara' sehingga dapat mencukupi kebutuhan mereka. Baik yang bersifat rutin tahunan atau secara terus menerus.
Imam Nawawi dan lainnya mengatakan, "Orang fakir dan miskin itu terus diberi sehingga terpenuhi kebutuhannya dan memperoleh kecukupan darinya. Hal itu berbeda-beda tergantung kepada kondisi orangnya. Orang yang mampu bekerja tetapi tidak mendapatkan alat ketrampilannya maka ia diberi uang untuk membeli alat itu, baik harganya murah atau mahal. Atau seorang pedagang diberi modal untuk memperbaiki bisnisnya, sekiranya keuntungannya dari bisnis bisa mencukupi kebutuhannya secara umum. Dan barangsiapa yang tidak pandai bekerja atau berdagang maka ia diberi secukupnya untuk pemenuhan kebutuhan seumur hidupnya secara umum."
Dengan demikian zakat bisa berfungsi untuk memperbanyak jumlah pemilikan dari orang-orang fakir. Dengan zakat itu Islam memberikan hak milik kepada orang yang bekerja yaitu dengan memberikan perabotan produksi, baik peralatannya atau pabrik atau sebagian dari pabrik, dan memberikan hak milik kepada petani berupa sawah atau sebagian dari sawah yang dimiliki bersama orang lain. Atau memberikan hak milik kepada pedagang dengan memberi tempat untuk berdagang dan peralatannya, dan juga memberikan hak milik kepada selain mereka berupa pekarangan atau lainnya. Atau sesuatu yang sekiranya bisa menjadi pemasukan rutin yang teratur sehingga bisa mencukupi kebutuhannya dengan sempurna dan juga mencukupi orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Semua itu diatur oleh lembaga zakat dengan memperhatikan secara optimal terhadap mereka dan apa yang ada di bawah tangan mereka.
Dengan seperti ini zakat menjadi benteng masyarakat dari penyakit kemiskinan, menjaga Negara dari beban social dan kelemahan serta serta mendidik jama'ah atau komunitas memikul tanggungjawab serta peduli terhadap orang-orang fakir miskin. Ini semua sebagaimana Sabda Rasulullah saw, " sesungguhnya Allah telah mewajibkan terhadap orang-orang kaya kaum muslimin bahwa dalam harta-harta mereka ada hak sesuai dengan kebutuhan kaum fakir mereka. Tidaklah orangt-orang fakir itu mengalami kesulitan ketika mereka lapar atau telanjang kecuali karena perbuatan orang-orang kaya mereka. Ketahuilah sesungguhnya Allah akan menghisab mereka dengan hisaban yang sangat berat dan menyiksa dengan siksaan yang sangat pedih…. ". Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda," Kebinasaan bagi orang-orang kaya dari orang-orang fakir pada hri qiyamat mereka berkata, Tuhanku mereka telah merampas hak-hak kami yang telah diwajibkan atas kami terhadap mereka. Kemudian Allah berfirman " demi kemulyaan dan kegagahanKu sungguh aku akan .. dan akan menjauhkan mereka. Kemudian Rasulullah membacakan ayat, " Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu," ( QS 70:24 ).
Kemashlahatan menunaikan zakat kembali kepada produksi pemilik-pemilik harta. Dengan mereka menunaikan hak-hak hartanya yaitu berzakat, berarti mereka bersaham / memberi andil dalam menopang dan menumbuhkan kekuatan daya beli kaum fakir. Pada akhirnya itu akan memberikan konstribusi terhadap semakin berkembangnya harta atau modal kaum muzakki serta berdampak posiotif terhadap keuntungan yang banyak.bahkan tidak sebatas rutinitas memberikan tetapi harus sesuai dengan kebutuhan mereka orang fakir dan miskin itu.

Ketiga : Mensucikan diri dari sifat serakah dan kikir serta menumbuhkan harta dengan keberkahan tha’at kepada Allah.
Allah berfirman dalam QS 9:103 " Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka ". Maksudnya zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda dan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka. Zakat atau shadaqah merupakan bukti benarnya iman atau tuabat seseorang.
Zakat membersihkan harta yang tinggal dengan berzakat, sebab pada harta seseorang ada hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh syari'at Islam telah ditentukan sebagai mutahiq. Selama harta itu belum dibayarkan zakatnya oleh pemilik harta tersebut maka selama itu pula harta bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain, yang tentu haram untuk dimakannya.
Penunaian zakat juga akan menimbulkan keberkahan pada harta yang masih tinggal hingga ia tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya bila harta itu tidak ditunaikan zakatnya maka akan memperoleh keberkahan dan tidak berkembang biak dengan baik, sehingga kemungkjinan akan ditimpa malapetaka dan menyusut sehingga lenyap sama sekali dari tangan pemiliknya.
Harus dipahami bahwa zakat bukanlah hibah (pemberian) seorang kaya raya kepada si fakir, sama sekali bukan. Akan tetapi itu merupakan hak yang pasti bagi si fakir dan kewajiban atas para muzakki tempat daulah atau yang berwenang untuk memungutnya, kemudian membagikannya kepada yang berhak menerimanya melalui para amil
Keempat, Zakat melatih seorang mukmin untuk berkorban serta berbagi dengan sesama.
Dalam lintasan sejarah Islam dan memang harus seperti itu, sesungguhnya seorang mukmin harus ambil bagian dalam kewajiban kemasyarakatan seperti membantu daulah atau negara dengan memberikan sesuatu ketika dibutuhkan, mempersiapkan pasukan serta menghalau musuh dan mengulurkan tangan terhadap orang-orang fakir sampai batas kecukupan seperti kewajiban nadzarnya, menunaikan kaffarat harta disebabkan suatu hal ( dhihar, diyat dsb), wakaf., qurban, zakat fithrah atau zakat lainnya serta hibah. Semua ini akan menyempurnakan kuatnya pokok-pokok tanggungan social antara orang-orang fakir dan kaum kaya. menuju cita-cita masyarak islami serta mewujudkan nilai-nilai persaudaraam dan kasih sayang antara sesame anak bangsa dan ambil bagian dalam merekatkan antar golongan dan memelihara persamaan kecukupan bagi semua.
Tidak boleh bagi seseorang yang mengaku beriman kikir akan hak-hak yang wajib ditunaikan dengan hartanya, baik itu hak-hak yang sudah tetap, seperti zakat, nafkah kedua orang tua dan kaum kerabat yang fakir, atau hak-hak yang secara insidental, seperti menyuguh tamu, meminjami orang yang memerIukan, menolong orang yang kesulitan (terpaksa, terjepit kebutuhan), memberikan bantuan atas musibah yang menimpa ummat atau negara (daerah, tempat tinggal mereka, seperti peperangan, kelaparan dan kebakaran, mencukupi orang-orang fakir di negerinya, yang mereka sangat memerlukan bantuan ma'isyah seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pengobatan dan sebagainya. Islam menegaskan pentingnya hak-hak itu, sampai memperbolehkan penggunaan senjata demi membela hak-hak tersebut.
Salah pemicu terhalangnya sifat berkorban untuk sesame adalah satu jenis berlebihan (israf) yang diharamkan oleh Islam dan akan terus diperangi karena dia dianggap dapat merusak kehidupan individu dan masyarakat apa yang dinamakan "At-Taraf" (kemewahan, pelakunya disebut Mutrofin), yaitu terlampau berlebihan dalam berbagai bentuk kenikmatan dan berbagai sarana hiburan, serta segala sesuatu yang dapat memenuhi perut dari berbagai jenis makanan dan minuman serta apa saja yang bisa menghiasi tubuh dari perhiasan dan kosmetik, atau apa saja yang memadati rumah dari perabot dan hiasan, seni dan patung serta berbagai peralatan dari emas dan perak dan sebagainya.
Selain merusak sifat berkorban SAl Qur'an menganggap kemewahan sebagai penghambat pertama yang akan menghalang-halangi manusia untuk mengikuti yang kebenaran (Al haq). Karena sesungguhnya kemewahan itu tidak akan membiarkan para pelakunya leluasa tanpa belenggu syahwat mereka. Maka barangsiapa yang mengajak mereka ke arah selain itu, niscaya mereka akan memusuhi dan memeranginya. Allah berfirman,"Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu di utus untuk menyampaikannya." (Saba': 34. Rasulullah SAW bersabda:"Tdak beriman kepadaku orang yang semalam suntuk ia kekenyangan, sementara tetanggannya kelaparan di sisinya sedangkan ia mengetahuinya" (HR. Thabrani dan Hakim)


Zakat bukanlah sekedar amal kebajikan yang bersandar kepada keimanan seseorang, akan tetapi ia merupakan ibadah yang selalu dijaga oleh keimanan seseorang, pengawasan jamaah dan kekuasaan daulah.
Pada dasarnya dalam Islam zakat itu dipungut oleh seorang imam (pemimpin) dan lembaga-lembaga syar'I, atau dengan kata lain melalui daulah Islamlah, dalam hal ini melalui lembaga resmi yang telah dinash oleh Al Qur'an dengan nama "Al 'Amilina 'Alaiha." Dan Al Qur'an memberikan kepada mereka bagian dari pembagian zakat. Ituhhhik,k.hk membuktikan atas disendirikannya anggaran zakat dari pintu-pintu yang lainnya dalam masalah anggaran, sehingga tidak hilang hasil zakat itu untuk pembiayaan negara yang beragam dan sehingga orang-orang yang berhak menerima zakat itu memperolehnya. Allah berfirman:
"Ambilah zakat dan sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (At-Taubah: 103)
Imam Ali bin Abu Thalib (35-40 H/656-6661 M) menggantikan khalifah Utsman dalam situasi politik yang kacau-balau, meskipun mekanisme pengelolaan zakat dan baitul mal tidak terganggu, jaminan sosial berjalan terus. Kepada Muhammad bin Abu Bakar, wali kota Mesir, Ali bin Abu Thalib menginstruksikan agar kegiatan ekonomi ummat tetap mendapat prioritas utama. Dalam suratnya Imam Ali menulis:

“Wahai para aparatur negara, takutlah kepada Allah ‘azza wa jalla, baik ketika sendiri maupun di muka umum. Bertindak tegas dan keraslah terhadap para pengacau. Sebaliknya berlaku lemah-lembutlah terhadap mereka yang taat dan patuh. Berlaku adillah terhadap penduduk dzimmi. Lindungi orang yang teraniaya. Berlapang dadalah terhadap mereka yang ramah. Jangan selalu menuntut hak, tapi perbanyaklah berbuat jasa, karena pahala Allah hanya akan diberikan pada mereka yang berjasa.”6)

Ali menyakini bahwa kesejahteraan sosial berdampak positif pada keamanan. Ummat sejahtera, negara aman. Sedang keamanan adalah kunci keadilan. Jika keadilan ditegakkan dan hukum jadi panglima, maka dengan sendirinya keamanan akan tercipta. Inilah warisan terbesar Umar yang ia ucapkan sendiri pada wanita Yahudi ketika datang meminta hak jaminan sosialnya, ketika itu Umar karena kelelahan tertidur sendirian di bawah pohon. 7)
1- حكمة تشريع الزكاة
1. Membersihkan jiwa mukimin dari bahaya dosa dan dampal keburukannya terhaqdap hati. Membersihkan jiwa dari keburukan kikir dan serakah.
2. Membersihkan jiwa manusia dari keburukan kikir dan rakus.
3. Menutupi kebutuhan fakir miskin, memulyakan mereka dari meinta-minta.
4. Mebantu meringankan beban hutang sesama muslim.
5. Memprsatukan hati yang berbeda arah terhadap Iman dan Islam
6. Mempersiapkan perjuangan di jalan agama Allah.
7. Mensucikan serta menumbuhkan harta dengan keberkahan tha’at kepada Allah.
8. Menegakan kemashlahatan umum.



Bersihkan Diri dan Berdayakan Ummat

نعم المال الصالح للرجال الصالح
Sebaik-baik harta yang shalih itu untuk seseorang yang shalih pula (HR AL Bukhary)
a. Ta'rif :
Banyak arti dari zakat dan saling menyempurnakan. Secara bahasa zakat artinya tumbuh berkembang dan bertambah. Tumbuhan yang berzakat ialah tumbuhan yang tumbuh berkembang ( morontod). Menurut makna ini harta yang dizakati di samping terjaga kesuciannya juga akan bertambah. Bertambah dalam arti jumlah artinya tidak akan berkurang dan bertambah dalam arti memberi keberkahan yang banyak bagi harta itu sendiri.
Seseorang yang senantiasa bertambah kebaikannya dari hari ke hari disebut rojulun zakiyyun, seorang yang zakat. Menurut Al Quran zakat adalah harta yang bertambah nilainya kebaikannya karena dikeluarkan serta akan terpelihara dari kebinasaan atau kehancuran.
Hal ini terungkap dalam QS 9:103 Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Berdasarkan ayat ini zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Dan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.jmn
Zakat terkadang diartikan suci sebagaimana firman Allah dalam QS 91:9 " Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, ". suci di sini diartikan juga mensucikan jiwa dari dosa-dosa sebagaimana dalam QS 87:1414. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Atau diartikan dengan pujian sebagaimana dalam QS 53:32 " Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.".
b. mengapa ada zakat ?
1. perbedaan manusia dalam hal rizki dan lainnya.
Dalam pandangan al Quran terjadinya perbedaan di antara manusia dalam hal rizki atau hasil usaha adalah suatu realitas dan keniscayaan. Terjadinya miskin dan kaya adalah suatu kesengajaan. karena fitrah (ciptaan) Allah menghendaki adanya perbedaan di antara mereka. Bahkan yang lebih dari itu, yaitu dalam hal kecerdasan, kecantikan, kekuatan fisik dan seluruh pemberian dan kemampuan secara khusus, maka tidak aneh jika terjadi perbedaan antara manusia di dalam harta dan kekayaan, dan di bawah faktor-faktor yang lainnya. Allah berfirman dalam QS 16:71 " Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, ". Selanjutnya Allah mewajibkan kepada orang yang kaya untuk memberikan kepada orang fakior miskin haknya sebagai suatu kewajiban yang telah ditentukan. Firman Allah QS 51:19 " Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian ".

2. solusi perbedaan miskin dan kaya
Meskipun Islam menegaskan adanya prinsip perbedaan di dalam masalah rezeki dan perbedaan dalam kekayaan dan kemiskinan, tetapi jika kita lihat maka Islam juga berupaya untuk mendekatkan (mengurangi) sisi perbedaan antar golongan tersebut, sehingga membatasi penyimpangan orang-orang kaya dan mengangkat martabat orang-orang fakir dalam rangka mewujudkan tawazun (keseimbangan) dan menghilangkan sebab-sebab pertarungan dan permusuhan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya
Demikian itu karena sesungguhnya Islam membenci berputarnya kekayaan hanya dalam satu kelompok kecil yang terbatas di kalangan masyarakat sementara sebagian besar orang tidak memilikinya. Allah menjelaskan dalam QS 59:7 " supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu". Bila hal seperti ini terjadi pasti akan menimbulkan bencana, kerusakan dan pemerasan tenaga manusia.
Islam senang kalau harta itu tidak hanya berkisar pada orang-orang kaya saja. Oleh karena itu Islam memiliki beberapa sarana untuk mengatasi hal-hal seperti itu, antara lain dengan adanya kewajiban zakat. Allah mewajibkan kepada orang yang kaya untuk memberikan kepada orang fakir miskin haknya sebagai suatu kewajiban yang telah ditentukan. Firman Allah QS 51:19 " Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian ".
3. zakat dan kaum miskin
Penyebutan zakat sebagai hak kaum fakir miskin menggambarkan betapa harus tetap terjaganya harga diri fakir miskin karena mendapat bantuan. Karena itu pemberian yang disertai dengan manna atau adzaa membatalkan pahala mereka. Disamping itu Al Quran menggambarkan bahwa sebenarnya dalam kekayaan seseorang itu ada hak orang lain yang Allah amanahkan untuk diberikan. Untuk inilah Allah mensyariatkan zakat sebagai solusi.Kewajiban zakat merupakan solusi utama terhadap adanya kenyataan perbedaan serta sebagai jaminan social yang hakiki dalam Islam.
Zakat bukanlah sekedar amal kebajikan yang bersandar kepada keimanan seseorang, akan tetapi ia merupakan ibadah yang selalu dijaga oleh keimanan seseorang, pengawasan jamaah dan kekuasaan daulah.
4. essensi zakat
Zakat merupakan faridhah maliyah (kewajiban berkenaan dengan harta) dan bersifat sosial. Dia merupakan rukun yang ketiga dari rukun Islam. Barangsiapa yang tidak mau menunaikan zakat karena pelit maka ia dita'zir (hukuman yang mendidik) atau diambil secara paksa. Apabila ia memiliki kekuatan untuk melawan, maka diperangi sampai takluk dan mau melaksanakannya. Apabila secara terang-terangan ia mengingkari akan wajibnya, sedang dia bukan orang yang baru dalam berislam, maka pantaslah dihukumi murtad dan keluar dari agama Islam.
Harus dipahami bahwa zakat bukanlah hibah (pemberian) seorang kaya raya kepada si fakir, sama sekali bukan. Akan tetapi itu merupakan hak yang pasti bagi si fakir dan kewajiban atas para muzakki tempat daulah (negara) berwenang untuk memungutnya, kemudian membagikannya kepada yang berhak menerimanya melalui para pegawai zakat yang di sebut dengan istilah "Badan Amil Zakat." Karena itulah Rasulullah SAW mengatakan, "Dipungut dari aghniya' (orang-orang kaya) mereka (kaum Muslimin), kemudian diberikan kepada fuqara' (kaum Muslimin)" sehingga seakan seperti pajak yang dipungut, bukan tathawwu' (sedekah) yang diberikan dengan kerelaan hati.
Ungkapan Rasulullah SAW "Diambil dari aghniya' mereka dan diberikan kepada fuqara' mereka" ini menunjukkan bahwa zakat tidak lain kecuali memberikan harta ummat -dalam hal ini dilaksanakan oleh orang-orang kaya- kepada ummat itu sendiri yaitu orang-orang fakir mereka. Dengan demikian maka zakat adalah dari ummat untuk ummat, dari tangan yang diberi amanat harta kepada tangan yang membutuhkan, dan kedua tangan itu baik yang memberi atau yang mengambil merupakan dua tangan yang ada pada satu orang, satu orang itu adalah ummat Islam
32. Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?

              •   
        •                    
140. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'[231]. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,

[231] Syuhada' di sini ialah orang-orang Islam yang gugur di dalam peperangan untuk menegakkan agama Allah. sebagian ahli tafsir ada yang mengartikannya dengan menjadi saksi atas manusia sebagai tersebut dalam ayat 143 surat Al Baqarah.

c. hikmah zakat
Pertama ,meindungi serta membentengi harta dari pandangan mata yang dengki serta para penjarah atau penjahat … Rasulullh saw bersabda, " bentengilah harta-hartamu dengan zakat, berobatlah untuk orang-orang yang sakit di anatara kalian dengan shadaqoh serta persiapkanlah dirimua untuk menghadapi ujian dengan berdoa " ( HR Ath Thabrony ).
Kedua, zakat membantu kaum fakir miskin dan yang membutuhkan. Mengangkat derajat mereka dengan bekerja dan aktifitas lain bila termasuk orang-orang kuat. Islam menuntut kepada setiap orang yang mampu bekerja hendaklah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam kerjanya, sehingga ia dapat mencukupi dirinya dan keluarganya. Adapun untuk orang-orang lemah maka berilah kebahagiaan bagi mereka dengan dipenuhinya kebutuhan hidupnya. Termasuk kategori orang lemah di sini sebenarnya sudah bekerja, hanya saja pemasukan mereka belum mencukupi standar yang layak, karena sedikitnya pemasukan (income) atau banyaknya keluarga yang ditanggung atau mahalnya harga barang atau karena sebab-sebab yang lain.
Dengan seperti ini zakat menjadi benteng masyarakat dari penyakit kemiskinan, menjaga Negara dari beban social dan kelemahan serta serta mendidik jama'ah atau komunitas memikul tanggungjawab serta peduli terhadap orang-orang fakir miskin. Ini semua sebagaimana Sabda Rasulullah saw, " sesungguhnya Allah telah mewajibkan terhadap orang-orang kaya kaum muslimin bahwa dalam harta-harta mereka ada hak sesuai dengan kebutuhan kaum fakir mereka. Tidaklah orangt-orang fakir itu mengalami kesulitan ketika mereka lapar atau telanjang kecuali karena perbuatan orang-orang kaya mereka. Ketahuilah sesungguhnya Allah akan menghisab mereka dengan hisaban yang sangat berat dan menyiksa dengan siksaan yang sangat pedih…. ". Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda,
ويل للأغنياء من الفقراء يوم القيامة، يقولون: ربنا ظلمونا حقوقنا التي فرضت لنا عليهم، فيقول الله تعالى: وعزتي وجلالي لأدنينكم ولأباعدنهم، ثم تلا صلّى الله عليه وسلم : واللذين في أموالهم حق معلوم للسائل والمحروم
" Kebinasaan bagi orang-orang kaya dari orang-orang fakir pada hri qiyamat mereka berkata, Tuhanku mereka telah merampas hak-hak kami yang telah diwajibkan atas kami terhadap mereka. Kemudian Allah berfirman " demi kemulyaan dan kegagahanKu sungguh aku akan .. dan akan menjauhkan mereka. Kemudian Rasulullah membacakan ayat, " Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu," ( QS 70:24 ).
Kemashlahatan menunaikan zakat kembali kepada produksi pemilik-pemilik harta. Dengan mereka menunaikan hak-hak hartanya yaitu berzakat, berarti mereka bersaham / memberi andil dalam menopang dan menumbuhkan kekuatan daya beli kaum fakir. Pada akhirnya itu akan memberikan konstribusi terhadap semakin berkembangnya harta atau modal kaum muzakki serta berdampak posiotif terhadap keuntungan yang banyak.


bahkan tidak sebatas rutinitas memberikan tetapi harus sesuai dengan kebutuhan mereka orang fakir dan miskin itu.

Ketiga Zakat sebagai pensuci diri dari sifat serakah dan kikir. Zakat melatih seorang mukmin untuk berkorban serta berbagi dengan sesama. Allah berfirman dalam QS 9:103 " Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka ". Maksudnya zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda dan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
Sesungguhnya Al Qur'an menganggap kemewahan sebagai penghambat pertama yang akan menghalang-halangi manusia untuk mengikuti yang kebenaran (Al haq). Karena sesungguhnya kemewahan itu tidak akan membiarkan para pelakunya leluasa tanpa belenggu syahwat mereka. Maka barangsiapa yang mengajak mereka ke arah selain itu, niscaya mereka akan memusuhi dan memeranginya.

Sesungguhnya seorang mukmin harus ambil bagian dalam kewajiban kemasyarakat seperti membantu Negara dengan memberikan sesuatu ketika dibutuhkan, mempersiapkan pasukan serta menghalau musuh dan mengulurkan tangan terhadap orang-orang fakir sampai batas kecukupan seperti kewajiban nadzarnya, menunaikan kaffarat harta disebabkan suatu hal ( dhihar, diyat dsb), wakaf., qurban, zakat fithrah atau zakat lainnya serta hibah. Semua ini akan menyempurnakan kuatnya pokok-pokok tanggungan social antara orang-orang fakir dan kaum kaya. menuju cita-cita masyarak islami serta mewujudkan nilai-nilai persaudaraam dan kasih sayang antara sesame anak bangsa dan ambil bagian dalam merekatkan antar golongan dan memelihara persamaan kecukupan bagi semua.
Jelaslah bahwa sistem Islam tidak membiarkan mereka menjadi miskin dan terlantar, tetapi berupaya mewujudkan bagi mereka kehidupan yang layak.
Satu jenis berlebihan (israf) yang diharamkan oleh Islam dan akan terus diperangi karena dia dianggap dapat merusak kehidupan individu dan masyarakat apa yang dinamakan "At-Taraf" (kemewahan), yaitu terlampau berlebihan dalam berbagai bentuk kenikmatan dan berbagai sarana hiburan, serta segala sesuatu yang dapat memenuhi perut dari berbagai jenis makanan dan minuman serta apa saja yang bisa menghiasi tubuh dari perhiasan dan kosmetik, atau apa saja yang memadati rumah dari perabot dan hiasan, seni dan patung serta berbagai peralatan dari emas dan perak dan sebagainya.
Sesungguhnya Al Qur'an menganggap kemewahan sebagai penghambat pertama yang akan menghalang-halangi manusia untuk mengikuti yang kebenaran (Al haq). Karena sesungguhnya kemewahan itu tidak akan membiarkan para pelakunya leluasa tanpa belenggu syahwat mereka. Maka barangsiapa yang mengajak mereka ke arah selain itu, niscaya mereka akan memusuhi dan memeranginya. Allah berfirman,
"Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatan pun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu di utus untuk menyampaikannya." (Saba': 34
Keempat,

Zakat bukanlah sekedar amal kebajikan yang bersandar kepada keimanan seseorang, akan tetapi ia merupakan ibadah yang selalu dijaga oleh keimanan seseorang, pengawasan jamaah dan kekuasaan daulah.
Pada dasarnya dalam Islam zakat itu dipungut oleh seorang imam (pemimpin) dan lembaga-lembaga syar'I, atau dengan kata lain melalui daulah Islamlah, dalam hal ini melalui lembaga resmi yang telah dinash oleh Al Qur'an dengan nama "Al 'Amilina 'Alaiha." Dan Al Qur'an memberikan kepada mereka bagian dari pembagian zakat. Itu membuktikan atas disendirikannya anggaran zakat dari pintu-pintu yang lainnya dalam masalah anggaran, sehingga tidak hilang hasil zakat itu untuk pembiayaan negara yang beragam dan sehingga orang-orang yang berhak menerima zakat itu memperolehnya. Allah berfirman:
"Ambilah zakat dan sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (At-Taubah: 103)
Imam Ali bin Abu Thalib (35-40 H/656-6661 M) menggantikan khalifah Utsman dalam situasi politik yang kacau-balau, meskipun mekanisme pengelolaan zakat dan baitul mal tidak terganggu, jaminan sosial berjalan terus. Kepada Muhammad bin Abu Bakar, wali kota Mesir, Ali bin Abu Thalib menginstruksikan agar kegiatan ekonomi ummat tetap mendapat prioritas utama. Dalam suratnya Imam Ali menulis:

“Wahai para aparatur negara, takutlah kepada Allah ‘azza wa jalla, baik ketika sendiri maupun di muka umum. Bertindak tegas dan keraslah terhadap para pengacau. Sebaliknya berlaku lemah-lembutlah terhadap mereka yang taat dan patuh. Berlaku adillah terhadap penduduk dzimmi. Lindungi orang yang teraniaya. Berlapang dadalah terhadap mereka yang ramah. Jangan selalu menuntut hak, tapi perbanyaklah berbuat jasa, karena pahala Allah hanya akan diberikan pada mereka yang berjasa.”6)

Ali menyakini bahwa kesejahteraan sosial berdampak positif pada keamanan. Ummat sejahtera, negara aman. Sedang keamanan adalah kunci keadilan. Jika keadilan ditegakkan dan hukum jadi panglima, maka dengan sendirinya keamanan akan tercipta. Inilah warisan terbesar Umar yang ia ucapkan sendiri pada wanita Yahudi ketika datang meminta hak jaminan sosialnya, ketika itu Umar karena kelelahan tertidur sendirian di bawah pohon. 7)

2- حكمة تشريع الزكاة
9. Membersihkan jiwa mukimin dari bahaya dosa dan dampal keburukannya terhaqdap hati. Membersihkan jiwa dari keburukan kikir dan serakah.
10. Membersihkan jiwa manusia dari keburukan kikir dan rakus.
11. Menutupi kebutuhan fakir miskin, memulyakan mereka dari meinta-minta.
12. Mebantu meringankan beban hutang sesama muslim.
13. Memprsatukan hati yang berbeda arah terhadap Iman dan Islam
14. Mempersiapkan perjuangan di jalan agama Allah.
15. Mensucikan serta menumbuhkan harta dengan keberkahan tha’at kepada Allah.
16. Menegakan kemashlahatan umum.
1-امتثال امرالله ورسوله وتفديم ما يحبه الله ورسوله على ما تحبه النفس من المال
2-الطهارة من دنس الذنوب والاخلاق الرذيلة
• كل من قرأ القرآن مخاطب بالاستعاذة. وكذلك كل من خاف يقيم الصلاة بتلك الصفة. ومن هذا القبيل قوله تعالى: "خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها". وعلى هذا المعنى جاء قوله تعالى: "يا أيها النبي اتق الله" [الأحزاب: 1] و "يا أيها النبي إذا طلقتم النساء" [الطلاق: 1].
• Setiap orang yang membaca Al Quran .. dengan isti'adzah. Seperti itulah setiap orang yang takut mendirikan shalat dengan cara itu. Dari inilah diterima firman " ambillah …"
• "من أموالهم" ذهب بعض العرب وهم دوس: إلى أن المال الثياب والمتاع والعروض. ولا تسمي العين مالا. وقد جاء هذا المعنى في السنة عن أبي هريرة قال: خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم عام خيبر فلم نغنم ذهبا ولا ورقا إلا الأموال الثياب والمتاع. الحديث. وذهب غيرهم إلى أن المال الصامت من الذهب والورق. وقيل: الإبل خاصة; ومنه قولهم: المال الإبل. وقيل: جميع الماشية.
• "dari harta mereka"
• قال أبو عمر: والمعروف من كلام العرب أن كل ما تمول وتملك هو مال; لقوله صلى الله عليه وسلم: (يقول ابن آدم مالي مالي وإنما له من ماله ما أكل فأفنى أو لبس فأبلي أو تصدق فأمضي).
• "خذ من أموالهم صدقة" مطلق غير مقيد بشرط في المأخوذ والمأخوذ منه وقد أوجب النبي صلى الله عليه وسلم الزكاة في المواشي والحبوب والعين, وهذا ما لا خلاف فيه.
• . وإنما اشترط الحول لقوله عليه السلام: (ليس في مال زكاة حتى يحول عليه الحول). أخرجه الترمذي.
• .
• "صدقة" مأخوذ من الصدق; إذ هى دليل على صحة إيمانه, وصدق باطنه مع ظاهره, وأنه ليس من المنافقين الذين يلمزون المطوعين من المؤمنين في الصدقات.
• "تطهرهم وتزكيهم بها" حالين للمخاطب; التقدير: خذها مطهرا لهم ومزكيا لهم بها. – 1 -ويجوز أن يجعلهما صفتين للصدقة; -2 - أي صدقة مطهرة لهم مزكية, ويكون فاعل تزكيهم المخاطب, ويعود الضمير الذي في "بها" على الموصوف المنكر. وحكى النحاس ومكي أن "تطهرهم" من صفة الصدقة "وتزكيهم بها" حال من الضمير في "خذ" وهو النبي صلى الله عليه وسلم. ويحتمل أن تكون حالا من الصدقة, وذلك ضعيف لأنها حال من نكرة. وقال الزجاج: والأجود أن تكون المخاطبة للنبي صلى الله عليه وسلم; أي فإنك تطهرهم وتزكيهم بها, على القطع والاستئناف. ويجوز الجزم على جواب الأمر, والمعنى: إن تأخذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم; ومنه قول امرئ القيس:

3- الصدقة برهان على الايمان وعلامة دالة عليه
328 عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَأُ الْمِيزَانَ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَآَنِ أَوْ تَمْلَأُ مَا بَيْنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالصَّلَاةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَايِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا * مسلم

4- نماء المال وبركاته وحفظه والسلام من شره
• قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ(39) سباء
• ابن كثير : وقوله تعالى: "
• قال تعالى: " انظر كيف فضلنا بعضهم على بعض وللآخرة أكبر درجات وأكبر تفضيلا " أي كما هم متفاوتون في الدنيا هذا فقير مدقع وهذا غنى موسع عليه فكذلك هم في الآخرة هذا في الغرفات في أعلى الدرجات وهذا في الغمرات في أسفل الدرجات وأطيب الناس في الدنيا كما قال صلى الله عليه وسلم " قد أفلح من أسلم ورزق كفافا وقنعه الله بما آتاه " رواه مسلم من حديث ابن عمر رضي الله عنهما.وقوله تعالى: " وما أنفقتم من شيء فهو يخلفه " أي مهما أنفقتم من شيء فيما أمركم به وأباحه لكم فهو يخلفه عليكم في الدنيا بالبدل وفي الآخرة بالجزاء والثواب كما ثبت في الحديث " يقول الله تعالى أنفق أنفق عليك "
• وفي الحديث أن ملكين يصبحان كل يوم يقول أحدهما اللهم أعط ممسكا تلفا ويقول الآخر: اللهم أعط منفقا خلفا وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " أنفق بلالا ولا تخش من ذي العرش إقلالا "
• وقال ابن أبي حاتم حدثنا أبي عن حذيفة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " ألا إن بعد زمانكم هذا زمان عضوض يعض الموسر على ما فى يده حذار الإنفاق " ثم تلا هذه الآية " وما أنفقتم من شيء فهو يخلفه وهو خير الرازقين "
• القرطبى : يقال: أخلف له وأخلف عليه, أي يعطيكم خلفه وبدله, وذلك البدل إما في الدنيا وإما في الآخرة.
أ‌. عن جابر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الله عليه وسلم: (كل معروف صدقة وما أنفق الرجل على نفسه وأهله كتب له صدقة وما وقى به الرجل عرضه فهو صدقة وما أنفق الرجل من نفقة فعلى الله خلفها إلا ما كان من نفقة في بنيان أو معصية).
ب‌. ما أنفق في معصية فلا خلاف أنه غير مثاب عليه ولا مخلوف له. وأما البنيان فما كان منه ضروريا يكن الإنسان ويحفظه فذلك, مخلوف عليه ومأجور ببنيانه. وكذلك كحفظ بنيته وستر عورته, قال صلى الله عليه وسلم: (ليس لابن آدم حق في سوى هذه الخصال, بيت يسكنه وثوب يواري عورته وجلف الخبز والماء). وقد مضى هذا المعنى في "الأعراف" مستوفي.

5- سبب لرحمة الله
وَاكْتُبْ لَنَا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ قَالَ عَذَابِي أُصِيبُ بِهِ مَنْ أَشَاءُ وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍفَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ(156) : 7
• ابن كثير : وقوله تعالى :
• "واكتب لنا في هذه الدنيا حسنة وفي الآخرة" الفصل الأول من الدعاء دفع لمحذور وهذا لتحصيل المقصود "واكتب لنا في هذه الدنيا حسنة وفي الآخرة" أي أوجب لنا وأثبت لنا فيهما حسنة وقد تقدم تفسير الحسنة في سورة البقرة "إنا هدنا إليك" أي تبنا ورجعنا وأنبنا إليك قاله ابن عباس وسعيد بن جبير ومجاهد وأبو العالية والضحاك وإبراهيم التيمي والسدي وقتادة وغير واحد وهو كذلك لغة وقال ابن جرير حدثنا ابن وكيع حدثنا أبي عن شريك عن جابر عن عبدالله بن يحيى عن علي قال إنما سميت اليهود لأنهم قالوا "إنا هدنا إليك" جابر بن يزيد الجعفي ضعيف.

• عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال "إن لله مائة رحمة عنده تسعة وتسعون وجعل عندكم واحدة تتراحمون بها بين الجن والإنس وبين الخلق فإذا كان يوم القيامة ضمها إليه" تفرد به أحمد من هذا الوجه وقال أحمد حدثنا عفان حدثنا عبدالواحد حدثنا الأعمش عن أبي صالح عن أبي سعيد قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "لله مائة رحمة فقسم منها جزءا واحدا بين الخلق به يتراحم الناس والوحش والطير".
• القرطبى :
• وقيل: وسعت كل شيء من الخلق حتى إن البهيمة لها رحمة وعطف على ولدها. قال بعض المفسرين: طمع في هذه الآية كل شيء حتى إبليس, فقال: أنا شيء; فقال الله تعالى: "فسأكتبها للذين يتقون ويؤتون الزكاة والذين هم بآياتنا يؤمنون" فقالت اليهود والنصارى: نحن متقون; فقال الله تعالى: "الذين يتبعون الرسول النبي الأمي" [الأعراف: 157] الآية. فخرجت الآية عن العموم, والحمد لله. روى حماد بن سلمة عن عطاء بن السائب عن سعيد بن جبير عن ابن عباس قال: كتبها الله عز وجل لهذه الأمة

6- مضاعفة ثواب العمل
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ(261) :2
7- المتصدق فى ظل صدقته يوم القيامة
1334 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهم عَنْهم عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ * بخارى

وهي ثالثاً ـ تطهر النفس من داء الشح والبخل، وتعوِّد المؤمن البذل والسخاء، كيلا يقتصر على الزكاة، وإنما يساهم بواجبه الاجتماعي في رفد الدولة بالعطاء عند الحاجة، وتجهيز الجيوش، وصد العدوان، وفي إمداد الفقراء إلى حد الكفاية، إذ عليه أيضاً الوفاء بالنذور، وأداء الكفارات المالية بسبب (الحنث في اليمين، والظهار، والقتل الخطأ، وانتهاك حرمة شهر رمضان). وهناك وصايا الخير والأوقاف، والأضاحي وصدقات الفطر، وصدقات التطوع والهبات ونحوها. وكل ذلك يؤدي إلى تحقيق أصول التكافل الاجتماعي بين الفقراء والأغنياء، ويحقق معاني الأخوة والمحبة بين أبناء المجتمع الواحد، ويسهم في التقريب بين فئات الناس، ويحفظ مستوى الكفاية للجميع.
وهي رابعاً ـ وجبت شكراً لنعمة المال، حتى إنها تضاف إليه، فيقال: زكاة المال، والإضافة للسببية كصلاة الظهر وصوم الشهر وحج البيت.
__________
(1) رواه الطبراني عن علي، وهو ضعيف (مجمع الزوائد: 62/3).
(2) رواه الطبراني عن أنس، وهو ضعيف أيضاً (المصدر السابق).
ثالثاً ـ فرضية الزكاة:
الزكاة ركن من أركان الإسلام الخمسة، وفرض من فروضه، وفرضت في المدينة في شوال السنة الثانية من الهجرة بعد فرض رمضان وزكاة الفطر، ولكن لا تجب على الأنبياء إجماعاً؛ لأن الزكاة طهرة لمن عساه أن يتدنس، والأنبياء مبرؤون منه،ولأن ما في أيديهم ودائع لله ، ولأنهم لا ملك لهم، ولا يُورَثون أيضاً، وقرنت بالصلاة في القرآن الكريم في اثنين وثمانين موضعاً، مما يدل على كمال الاتصال بينهما.
وهي واجبة بكتاب الله تعالى، وسنة رسوله صلّى الله عليه وسلم ، وإجماع الأمة.
أما الكتاب: فقوله تعالى: {وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة} [البقرة:43/2] وقوله: {خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها} [التوبة:103/9] وقوله سبحانه: {وآتوا حقه يوم حصاده} [الأنعام:141/6] وآي سوى ذلك.
وأما السنة: فقوله صلّى الله عليه وسلم : «بني الإسلام على خمس... منها إيتاء الزكاة» (1) وبعث النبي صلّى الله عليه وسلم معاذاً إلى اليمن، فقال: «أعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم، فترد على فقرائهم» (2) وأخبار أخرى.
وأجمع المسلمون في جميع الأعصار على وجوب الزكاة، واتفق الصحابة رضي الله عنهم على قتال مانعيها، فمن أنكر فرضيتها كفر وارتد إن كان مسلماً ناشئاً ببلاد الإسلام بين أهل العلم، وتجري عليه أحكام المرتدين ويستتاب ثلاثاً،
__________
(1) سبق تخريجه، ومثله حديث أبي هريرة عند البخاري ومسلم، قال: « كان رسول الله صلّى الله عليه وسلم ذات يوم جالساً، فأتاه رجل، فقال: يارسول الله، ما الإسلام؟ قال: أن تعبد الله، ولا تشرك به شيئاً، وتقيم الصلاة المكتوبة، وتؤدي الزكاة المفروضة، وتصوم شهر رمضان » وكان الرجل هو جبريل عليه السلام.
(2) رواه الجماعة عن ابن عباس (نيل الأوطار: 114/4).
فإن تاب وإلا قتل. ومن أنكر وجوبها جهلاً به إما لحداثة عهده بالإسلام، أو لأنه نشأ ببادية نائية عن الأمصار، عُرِّف وجوبها ولا يحكم بكفره؛ لأنه معذور.

وهي رابعاً ـ وجبت شكراً لنعمة المال، حتى إنها تضاف إليه، فيقال: زكاة المال، والإضافة للسببية كصلاة الظهر وصوم الشهر وحج البيت.
__________
(1) رواه الطبراني عن علي، وهو ضعيف (مجمع الزوائد: 62/3).
(2) رواه الطبراني عن أنس، وهو ضعيف أيضاً (المصدر السابق).

ayat Ini salah satu dasar Ukhuwah dan Persamaaan dalam Islam.

QS 16:71 " 71. Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah[832]?.

[832] ayat Ini salah satu dasar Ukhuwah dan Persamaaan dalam Islam.
Banyak arti dari zakat. Walau berbeda namun memiliki makna yang saling menyempurnakan. Secara bahasa zakat artinya tumbuh berkembang dan bertambah. Tumbuhan yang berzakat ialah tumbuhan yang tumbuh berkembang ( morontod). Zakat terkadang diartikan suci sebagaimana firman Allah dalam QS 91:9 " Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, ". suci di sini diartikan juga mensucikan jiwa dari dosa-dosa sebagaimana dalam QS 87:1414. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Atau diartikan dengan pujian sebagaimana dalam QS 53:32 " Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.".
Seseorang yang senantiasa bertambah kebaikannya disebut rojulun zakiyyun, seorang yang zakat. Karena itu dalam Al Quran zakat adalah harta yang bertambah nilainya karena dikeluarkan serta akan terpelihara dari kebinasaan atau kehancuran. Hal ini terungkap dalam QS 9:103 " 103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Berdasarkan ayat ini zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Dan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

Allah juga berfirman melalui lesan Isa AS ketika di ayunan,
"Dan Dia (Allah) memerintahkan kepadaku (mendinkan) shalat dan (menunaikan) zakat selama hidup." (Maryam: 31)
Allah SWT juga berfirman mengenai Ahlul Kitab dengan firman-Nya sebagai berikut:
"Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan demikian itu agama yang lurus." (Al Baqarah: 5)
Melalui ayat-ayat tersebut, secara jelas bisa kita lihat bahwa zakat disebutkan oleh Allah bersamaan dengan shalat, karena keduanya merupakan syi'ar dan ibadah yang diwajibkan.
Kalau shalat merupakan ibadah ruhiyah, maka zakat merupakan ibadah maliyah dan itima'iyah (harta dan sosial). Tetapi tetap saja zakat juga merupakan ibadah dan pendekatan diri kepada Allah SWT, maka niat dan keikhlasan merupakan syarat yang ditetapkan oleh syari'at. Tidak diterma zakat tersebut kecuali dengan niat bertaqarrub kepada Allah, inilah yang membedakan dengan pajak, suatu aturan yang dibuat oleh manusia.
Hanya saja kita yakin bahwa zakat yang telah diwajibkan oleh Islam meskipun sama dalam landasan dan namanya dengan zakat dalam agama-agama dahulu sebenarnya ia merupakan sistem baru yang unik yang belum pernah ada pada agama samawi dahulu maupun dalam undang-undang bumi sekarang ini.
Zakat bukanlah sekedar amal kebajikan yang bersandar kepada keimanan seseorang, akan tetapi ia merupakan ibadah yang selalu dijaga oleh keimanan seseorang, pengawasan jamaah dan kekuasaan daulah.
Pada dasarnya dalam Islam zakat itu dipungut oleh seorang imam (pemimpin) dan lembaga-lembaga syar'I, atau dengan kata lain melalui daulah Islamlah, dalam hal ini melalui lembaga resmi yang telah dinash oleh Al Qur'an dengan nama "Al 'Amilina 'Alaiha." Dan Al Qur'an memberikan kepada mereka bagian dari pembagian zakat. Itu membuktikan atas disendirikannya anggaran zakat dari pintu-pintu yang lainnya dalam masalah anggaran, sehingga tidak hilang hasil zakat itu untuk pembiayaan negara yang beragam dan sehingga orang-orang yang berhak menerima zakat itu memperolehnya. Allah berfirman:
"Ambilah zakat dan sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (At-Taubah: 103)
Di dalam hadits disebutkan, "Sesungguhnya zakat itu di ambil dan orang-orang kaya mereka (kaum Muslimin) dan dibagikan kepada, fuqara' mereka," maka zakat merupakan kewajiban yang dipungut, bukan sumbangan bebas yang diserahkan atas kemauan seseorang.
Kita tidak akan heran setelah uraian ini, jika data sejarah yang benar telah menceritakan kepada kita bahwa Khalifah yang pertama yaitu Abu Bakar RA telah memobilisasi pasukan dan mengirimkan beberapa katibah (batalyon) serta mengumumkan peperangan atas suatu kaum yang tidak mau membayar zakat. Ketika itu mereka mengatakan, "Kami akan mendirikan shalat tetapi tidak membayar zakat" maka Abu Bakar menolak untuk berunding dengan mereka sedikit pun dari sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah, dan beliau berkata dengan kata-katanya yang masyhur:
"Demi Allah, sesungguhnya saya memerangi orang yang membedakan shalat dengan zakat. DemiAllah, kalau mereka membangkang kepadaku sedikit saja yang semula mereka berikan kepada Rasulullah, niscaya aku akan memerangi mereka."
Abu bakar tidak membedakan antara orang-orang yang murtad, yaitu yang menjadi pengikut orang-orang yang mengaku nabi dengan orang-orang yang tidak mau membayar zakat dan beliau memerangi semuanya.

Pemilihan zakat sebagai instrumen utama ekonomi ummat mulai Nabi s.a.w sodorkan sebagai alternatif-solusi sebelum penandatanganan fakta perjanjian Piagam Madinah pada tahun pertama hijri (622 M), meskipun SK penurunannya baru diinstruksikan pada tahun ke-3 hijri. Missi utamanya adalah perdamaian. Sedang strateginya adalah penciptaan rasa aman. Bagi pelaku bisnis, rasa aman mutlak dibutuhkan. Karena suatu hal yang mustahil membangun fundamental ekonomi ummat di tengah kerusuhan dan instabilitas keamanan yang rawan di pusat kota, tempat di mana berlangsungnya kegiatan ekonomi (simak tafsir surah Quraisy:1-4). 1)
Terobosan pertama Nabi s.a.w adalah menyusun format masyarakat kekeluargaan yang kelak dalam fakta perjanjian (mîtsâq at-tahâluf as-siyâsah) itu disepakati bernama ummat. Bentuknya adalah mu’âkhât (persaudaraan) antara Muhajirin dan Anshar. Kaitannya dengan ekonomi, mu’âkhât ini adalah pertemuan-silang antara dua keahlian yang berbeda, yang satu pedagang (pebisnis) dan yang lain petani. Keduanya dipasangkan oleh Rasul dalam bingkai ukhuwah supaya memudahkan sekaligus melancarkan kegiatan ta’âwun iqtishâdi (kerjasama kooperatif) antara ummat pelaku bisnis.
Dari mu’âkhât ini terbentuk komitmen pasar yang menguntungkan semua pihak. Dari internal kaum Muslimin muncul ekonom dan para konglomerat sekelas Utsman bin Affan dan Abdur rahman bin ‘Auf, radhiya’l-Lahu ‘anhum. Dari sini, kita juga menjadi mengerti bahwa secara low strategis, Nabi s.a.w ingin menerapkan politik antisipatif (hai’ah difa’iyah) terhadap gerak-laju jaringan ekonomi ribawi yang sudah lama menggurita di pusat ibukota, Madinah al-Munawwarah.
Pangsa pasar Madinah yang multi-etnis memang berpotensi besar menumbuh-kembangkan praktek ekonomi ribawi. Keadaan ini diperparah oleh kultur masing-masing etnis yang suka pamer prestasi dan prestise, berbangga-banggaan satu dengan yang lain. Mengantisipasi keadaan ini, Rasul s.a.w membekali ekonom Muhajirin dengan kemampuan membaca peluang pasar (multilevel marketing) dari pengalaman ekspedisi dagang ke Syam pada musim panas dan pengalaman ke Yaman pada musim dingin, yang Nabi sendiri terlibat di dalamnya.
Mula-mula turun ayat yang mengecam keras para pemilik modal yang suka mempermainkan moneter atau harga pasar (104:2), baik dengan cara jual-beli valas, menimbun barang atau menjadi spekulan (70:18). Tokoh-tokoh Quraisy seperti ‘Utbah bin Rabi’ah, Abu Hudzaifah bin Mughirah, Umaiyah bin Khalaf dan saudaranya ‘Ubay bin Khalaf termasuk pelaku bisnis yang pertama mendapat peringatan dan kecaman keras (89:15-20).
Berlanjut ke Madinah, al-Baqarah 275 adalah wahyu pertama madaniyyah yang berusaha mengendalikan dan menuntun praktek bisnis Islami berhadapan dengan praktek ekonomi ribawi. Al-Qur’an mengecam riba, habis-habisan. Memposisikannya sebagai tindak pelanggaran sosial-ekonomi yang hanya logika syetan sajalah yang dapat membenarkannya “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap kekafiran yang tidak ada hentinya berbuat dosa.” (2:276).


DMC