Pengelolaan Sampah Pasar Dengan Metode Destilasi
Kata Pengantar
Syukur Alhamdulillah selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga penelitian ilmiah berjudul……ini dapat terselesaikan. Penulis sangat tertarik untuk ikut serta memikirkan masalah lingkungan hidup yang semakin tidak terkendali, khususnya masalah sampah baik secara teknik maupun secara sistemik.
Seiring dengan
berkembangnya pembangunan di Indonesia, tidak terasa masalah-masalah lingkungan
pun bermunculan, hal ini tentunya tidak dibiarkan demikian saja karena di lain
pihak akan menimbulkan dampak yang merugikan. Usaha pemulihan kembali masalah
lingkungan memang ada, tetapi usaha itu perlu ditingkatkan lagi, khususnya pada
penekanan pengolahan dan sistem yang efektif dan efisien dalam penanganan
sampah/limbah yang dihasilkan dari aktivitas kehidupan masyarakat, khususnya
dalam menata kembali manajemen operasinya.
Dalam penulisan
karya tulis ini, merupakan langkah awal penulis untuk senantiasa peduli dan
prihatin dengan permasalahan sampah yang terjadi serta mampu berpikir secara
sistemik dalam penanganan sampah dan manajemen operasinya yang semakin
menghantui kehidupan manusia. Dan besar harapan penulis, karya tulis ini dapat
dijadikan bahan evaluasi dan mendapat tindak lanjut untuk evaluasi pada tahap
kegiatan kedepan.
Tasikmalaya, Januari 2015
Penulis
Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Hingga saat ini sampah masih menjadi masalah serius
diberbagai kota besar di Indonesia. Sistem penanganan sampah kota yang ada
sekarang masih mengandalkan pada Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) sebagai
tempat pembuangan sampah, mulai dari tingkat rumah tangga hingga kecamatan.
Persoalan dalam penanganan sampah kota, selain adanya keterbatasan ruang untuk
TPA juga masalah polusi udara dari aroma tidak sedap sampah dan belum optimalnya pemanfaatan sampah
organik dan non organik menjadi sesuatu yang memiliki nilai positif baik dari
sisi ekonomi maupun lingkungan. Selain itu tempat pembuangan sampah yang jauh
juga dapat membuat anggaran pengelolaan sampah membengkak, karena semakin jauh
semakin besar pula biaya transportasinya.
Karena masalah ini pula penulis mencoba menggali potensi
dari sampah organik yang terdapat di pasar untuk diolah menjadi bahan lebih
mempunyai manfaat daripada hanya di buang begitu saja dan tidak memberikan
dampak positif.
Ide ini di ilhami
karena rasa keprihatinan penulis terhadap sampah pasar, khususnya yang terdapat
di Pasar Baru Kota Bekasi karena kebetulan dekat dengan sekolah penulis. Setiap
pagi setidaknya 60m³ terbuang begitu saja tanpa memberikan manfaat dan parahnya
lagi membuat masalah semakin besar Karena pemerintah kota menganggarkan dana
yang sangat besar bagi pengelolaan sampah pasar tersebut.
Sebenarnya pengelolaan sampah modern sudah akan di buat
tetapi dari sistem pengelolaan ini menurut penulis dapat mematikan mata
pencaharian para pemulung karena pada sistem ini sampah organik dan non organik
di campur dan di bakar tanpa menyisakan sedikitpun untuk para pengumpul barang
bekas. Selain itu metode dengan membakar sampah non organik dapat mengeluarkan polutan yang sangat berbahaya.
Dari beberapa cara pengelolaan secara modern, metode ini
lebih efisien karena hanya mengelola limbah organik tanpa “merebut jatah” para
pengepul barang bekas. sehingga para
pemulung maupun pengepul barang limbah non organik tidak kehilangan mata
pencaharian. Berdasarkan penelitian penulis terhadap pengepul barang bekas dalam satu hari dapat mendapatkan
penghasilan yang dapat menghidupi
keluarganya secara berkecukupan.
Melalui cara ini diharapkan setidaknya masalah
persampahan dapat dipecahkan, disamping itu proses daur ulang limbah yang ada
dapat bermanfaat untuk bahan baku sektor industri manufaktur (untuk sampah non
organik), industri pertanian /agribisnis, maupun untuk penataan pertamanan dan
penghijauan kota (untuk sampah organik).
Hasil dari penelitian ini memberikan beberapa manfaat,
antara lain :
ü Mengurangi pencemaran
lingkungan, baik karena bau sampah maupun karena limbah cair dan padat yang berbahaya.
ü Mengoptimalkan pemanfaatan sampah organik dan non organik
yang berasal dari sampah pasar sehingga memberikan nilai tambah yang lebih
berguna.
ü Dapat menjadi contoh kepada masyarakat akan pentingnya
kebersihan lingkungan.
ü Memanfaatkan limbah non organik untuk didaur ulang
kembali sebagai bahan baku industri (plastik, kertas, kaca dsb.), sehingga
dalam jangka panjang dapat mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku
industri.
ü Limbah organik akan lebih bermanfaat dan memiliki nilai
ekonomi karena mampu menghasilkan alkohol yang dapat di gunakan untuk dijadikan
bahan bakar.
ü Di peroleh kompos / pupuk organik dari proses
pengeringan yang bermanfaat untuk sektor pertanian yang ramah lingkungan
Walaupun bukan satu-satunya cara dalam menghemat APBD
untuk pengelolaan sampah pasar dan dalam rangka menjaga lingkungan, tapi
penulis harapkan dapat menjadi salah satu cara dalam menghadapi persoalan yang
ada karena sampah yang di hasilkan oleh suatu pasar juga dapat bermanfaat.
I.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah disampaikan, maka identifikasi masalah yang
dapat penulis sampaikan antara lain :
a.
Masalah sampah
pasar yang sangat besar karena menelan dana sangat besar untuk pengelolaanya.
b.
Akibat yang
ditimbulkan akibat sampah yang tidak dikelola dengan baik atau sampah yangtidak
terangkut.
c.
Sistem pengelolaan
sampah saat ini yang tidak efisien.
d.
Sistem pengelolaan
sampah yang baik dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
e.
Peluang usaha yang
ada dalam mengelola sampah.
f.
Kurangnya kesadaran
masyarakat untuk menjaga lingkungan.
g.
Solusi yang dapat
mengurangi permasalahan.
I.3 Batasan Masalah
Batasan penelitian ini adalah pemanfaatan limbah organik
yang diproses secara fermentasi dan destilasi untuk mendapatkan alkohol, dan
proses pengomposan sebagai pupuk. Dalam upaya mengatasi masalah sampah yang
semakin hari semakin rumit dalam pengelolaanya maupun dampak buruk bagi
lingkungan.
I.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah, maka
perumusan masalahnya adalah “Metode apa yang dapat dijadikan sebagai solusi
atas masalah yang ditimbulkan oleh sampah pasar ?”.
I.5 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penulisan karya tulis ini adalah penyampaian
tinjauan pemanfaatkan limbah organik khususnya limbah pasar yang di konversikan
menjadi alkohol melalui proses destilasi dan sisa/ampas dari buah dan sayuran
yang dapat dijadikan pupuk.
Tujuan dari karya tulis ini adalah untuk menyampaikan
gambaran dari proses fermentasi dan destilasi limbah organik sampah pasar, dan
diharapkan menjadi salah satu metode untuk mengatasi masalah sampah pasar.
Karena masalah yang ditimbulkan oleh sampah banyak sekali dampak negatifnya
apabila tidak dikelola dengan benar dan efisien.
I.6 Peralatan Praktikum
Alat yang di gunakan untuk praktikum destilasi limbah organik menjadi
alkohol dilaboratorium adalah :
- Labu destilasi,
berfungsi sebagai wadah atau tempat
suatu campuran zat cair yang akan di destilasi.Terdiri dari :
Ø Labu dasar
bulat.
Ø Labu erlenmeyer
khusus untuk destilasi atau refluks.
- Steel Head,
berfungsi sebagai penyalur uap atau gas
yang akan masuk ke alat pendingin (kondensor), dan biasanya labu destilasinya
sudah dilengkapi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head.
3.
Thermometer,
biasanya digunkan untuk mengukur suhu
uap zat cair yang didestilasi selama proses destilasi berlangsung, dan
seringnya thermometer yang digunakan harus,
- Berskala
suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi.
- Ditempatkan
pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE
sejajar dengan pipa penyalur uap ke kondensor.
- Kondensor,
memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan
celah keluar, yaitu Untuk aliran uap hasil reaksi dan lubang untuk air
pendingin.
- Labu didih,
biasanya selalu berasa atau keset, yang
berfungsi untuk sebagai wadah sampel. Contohnya untuk memisahkan alkohol dan
air.
Memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan
celah keluar.
- Pipa dalam = pipa destilasi
7. Adaptor (Recervoir Adaptor),
berfungsi untuk menyalurkan hasil destilasi yang sudah terkondisi untuk
disalurkan ke penampung yang telah tersedia.
I.7 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan oleh penulis
yaitu, memberikan gambaran tentang pengelolaan sampah pasar yang didestilasi
menjadi alkohol dan pupuk tanaman, sehingga limbah/sampah tetap dapat memberikan
manfaat dan dengan metode ini, penulis yakin dapat menekan dana untuk anggaran
pengelolaan sampah pasar. Selain itu dapat membiasakan masyarakat untuk
mengelola limbahnya sendiri dan menerapkan secara langsung dan mudah proses 3R.
BAB II
Tinjauan Pustaka
II.1 Pengertian Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel
dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen).
Secara umum, fermentasi
adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang
lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor
elektron eksternal.
Reaksi
dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan
produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang
merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi
fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia
C6H12O6 → 2C2H5OH
+ 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Dijabarkan sebagai
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)
Jalur
biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang
terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik
pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk
akhir yang dihasilkan.
Fermentasi makanan
Pembuatan tempe dan tape (baik tape ketan maupun tape singkong atau peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat dikenal di Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan
senyawa-senyawa yang sangat berguna, mulai dari makanan sampai obat-obatan.
Proses fermentasi pada makanan yang sering dilakukan adalah proses pembuatan
tape, tempe, yoghurt, dan tahu.
II.2 Pengertian
Destilasi
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan
kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)
bahan. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan
kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Gambar 1. Bagan perlengkapan destilasi di laboratorium
Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia
jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada
teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada
titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.
Rumus untuk formulasi destilasi :
Aij = (Yi / Xi) / ( Yj / Xj ),
Dimana
Aij adalah relative volatility
Yi adalah fraksi mol komponen ‘i’ dalam uap
Xi adalah fraksi mol komponen ‘i’ dalam cairan (liquid)
Jika relatif volatilitynya mendekati satu maka komponennya sulit untuk dipisahkan,
karena titik didihnya hampir sama, sehingga harus digunakan metode khusus.
Metode destilasi ada beberapa jenis,
yaitu :
- Destilasi sederhana
Biasanya destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan
zat cair yang titik didih nya rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat
atau miniyak. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut
melalui kondensor lalu hasilnya ditampung dalam suatu wadah, namun hasilnya
tidak benar-benar murni atau bias dikatakan tidak murni karena hanya bersifat
memisahkan zat cair yang titik didih rendah atau zat cair dengan zat padat atau
minyak.
- Destilasi bertingkat (fraksionasi)
Proses ini digunan untuk komponen yang memiliki titik
didih yang berdekatan.Pada dasarnya sama dengan destilasi sederhana, hanya saja
memiliki kondensor yang lebih banya sehingga mampu memisahkan dua komponen yang
memliki perbedaan titik didih yang bertekanan. Pada proses ini akan didapatkan
substan kimia yang lebih murni, kerena melewati kondensor yang banyak.
- Destilasi azeotrop
Digunakan dalam memisahkan campuran azeotrop (campuran
campuran dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam
prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tsb, atau
dengan menggunakan tekanan tinggi.
- Destilasi vakum(destilasi
tekanan rendah)
Destilasi ini digunakan untu zat yang tak tahan suhu
tinggi atau bias rusak pada pemansan yang tinggi. Sehingga dengan menurunan
tekanan maka titik didih juga akan menurun, maka destilasi yang tadinya harus
dilakukan pada suhu tinggi tetap dapat dilakukan pada suhu rendah dengan
menurunkan tekanan.
- Refluks/ destrusi
Refluks/destruksi ini bisa dimasukkan dalam macam –macam
destilasi walau pada prinsipnya agak berkelainan. Refluks dilakukan untuk
mempercepat reaksi dengan jalan pemanasan tetapi tidak akan mengurangi jumlah
zat yang ada. Dimana pada umumnya reaksi- reaksi senyawa organik adalah
“lambat” maka campuran reaksi perlu dipanaskan tetapi biasanya pemanasan akan
menyebabkan penguapan baik pereaksi maupun hasil reaksi. Karena itu agar
campuran tersebut reaksinya dapat cepat, dengan jalan pemanasan tetap jumlahnya
tetap reaksinya dilakukan secara refluks.
Pengertian Alkohol
Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain alcohol; dan
kadang untuk minuman yang
mengandung alkohol. Hal ini disebabkan karena memang etanol yang digunakan
sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol
lainnya. Begitu juga dengan alkohol yang digunakan dalam dunia famasi. Alkohol
yang dimaksudkan adalah etanol. Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki
pengertian yang lebih luas lagi.
Dalam kimia,
alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum
untuk senyawa organik
apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain.
v Struktur
Gugus fungsional alkohol adalah gugus
hidroksil yang terikat pada karbon hibridisasi sp3. Ada tiga jenis
utama alkohol - 'primer', 'sekunder, dan 'tersier'. Nama-nama ini merujuk pada
jumlah karbon yang terikat pada karbon C-OH. Etanol dan metanol (gambar di
bawah) adalah alkohol primer. Alkohol sekunder yang paling sederhana adalah
propan-2-ol, dan alkohol tersier sederhana adalah 2-metilpropan-2-ol.
v Rumus kimia
umum
Rumus
kimia umum alkohol adalah CnH2n+1OH'
v Penggunaan
Alkohol dapat digunakan sebagai bahan bakar
otomotif. Ethanol dan methanol dapat dibuat untuk membakar lebih bersih
dibanding gasoline
atau diesel. Alkohol dapat digunakan sebagai antifreeze di radiator.
Untuk menambah penampilan Mesin pembakaran
dalam, methanol dapat disuntikan kedalam mesin Turbocharger dan Supercharger. Ini akan mendinginkan
masuknya udara kedalam pipa masuk, menyediakan masuknya udara yang lebih padat.
v Nama-nama untuk alkohol
Ada
dua cara menamai alkohol: nama umum dan nama IUPAC.
Nama
umum biasanya dibentuk dengan mengambil nama gugus alkil,
lalu menambahkan kata "alkohol". Contohnya, "metil alkohol"
atau "etil alkohol".
Nama
IUPAC dibentuk dengan mengambil nama rantai alkananya, menghapus "a"
terakhir, dan menambah "ol". Contohnya, "metanol" dan
"etanol".
v Sifat fisika
Gugus hidroksil mengakibatkan alkohol bersifat polar.
v pH
Alkohol
adalah asam lemah.
v Metanol dan etanol
Dua
alkohol paling sederhana adalah metanol dan etanol (nama umumnya metil
alkohol dan etil
alkohol) yang strukturnya sebagai berikut:
H H H
| | |
H-C-O-H H-C-C-O-H
| | |
H H H
metanol etanol
Dalam
peristilahan umum, "alkohol" biasanya adalah etanol atau grain
alcohol. Etanol dapat dibuat dari fermentasi buah
atau gandum dengan ragi.
Etanol sangat umum digunakan, dan telah dibuat oleh manusia selama ribuan
tahun. Etanol adalah salah satu obat
rekreasi (obat yang digunakan untuk bersenang-senang) yang paling
tua dan paling banyak digunakan di dunia. Dengan meminum alkohol cukup banyak,
orang bisa mabuk. Semua alkohol bersifat toksik (beracun),
tetapi etanol tidak terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan
cepat.
v Alkohol umum
Ø
isopropil alkohol (sec-propil
alcohol, propan-2-ol, 2-propanol) H3C-CH(OH)-CH3, atau
alkohol gosok
Ø
etilena glikol
(etana-1,2-diol) HO-CH2-CH2-OH, yang merupakan komponen
utama dalam antifreeze
Ø
gliserin (atau gliserol,
propana-1,2,3-triol) HO-CH2-CH(OH)-CH2-OH yang terikat
dalam minyak dan lemak alami, yaitu trigliserida (triasilgliserol)
Ø
Fenol
adalah alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada cincin benzena
Alkohol
digunakan secara luas dalam industri dan sains sebagai pereaksi, pelarut, dan bahan bakar. Ada lagi alkohol yang
digunakan secara bebas, yaitu yang dikenal di masyarakat sebagai spirtus.
Awalnya alkohol digunakan secara bebas sebagai bahan bakar. Namun untuk
mencegah penyalahgunaannya untuk makanan atau minuman, maka alkohol tersebut
didenaturasi. denaturated alcohol disebut juga methylated spirit, karena itulah
maka alkohol tersebut dikenal dengan nama spirtus.
II.4
Pengertian Titik Didih
Titik didih suatu cairan ialah suhu pada saat tekanan uap jenuh cairan itu sama dengan tekanan luar. Titik
didih suatu cairan bergantung pada tekanan luar. Penurunan tekanan uap
suatu cairan akibat adanya zat terlarut membawa konsekuensi
bagi titik didih cairan tersebut. Pada setiap suhu, suatu larutan memiliki
tekanan uap yang lebih rendah daripada pelarut murninya, akibatnya suatu
larutan akan memiliki titik didih yang lebih tinggi dari pelarut murninya karena
energi diperlukan lebih benyak untuk dapat menyamakan tekanan uap larutan
dengan tekanan udara luar, energi yang lebih tinggi didapat dari suhu yang
dinaikkan.
Selisih antara titik didih
larutan dengan titik didih pelarut disebut kenaikan titik didih larutan (∆Tb).
Kenaikan titik didih larutan dapat dihitung dengan rumus berikut.
∆Tb = titik didih larutan – titik
didih pelarut
∆Tb = Tb’ – Tb°
Tb’ = titik didih larutan
Tb° = titik didih pelarut murni
Bila dikaitkan dengan kenaikan
titik didih ideal, maka hal itu perlu dikaitkan dengan kemolalan larutan.
Karena itu, rumus yang berlaku adalah:
∆Tb = Kb x m
Keterangan:
∆Tb = kenaikan titik didih (boiling point elevation)
∆Tb = kenaikan titik didih (boiling point elevation)
Kb
= tetapan kenaikan titik didih molal
m
= kemolalan larutan.
Karena : m = (W/Mr) . (1000/p) ;
(W menyatakan massa zat terlarut)
Maka kenaikan titik didih larutan
dapat dinyatakan sebagai:
Tb = (W/Mr) . (1000/p) . Kb
Adanya penurunan tekanan uap
jenuh mengakibatkan titik didih larutan lebih tinggi dari titik didih pelarut
murni.
Apabila pelarutnya air dan
tekanan udara 1 atm, maka titik didih larutan dinyatakan sebagai:
Tb’ = (100 + DTb) °C
Sebagai pedoman penghitungan,
berikut disajikan tetapan harga Kb dan Kf dari beberapa pelarut.
Pelarut
|
Titik didih (°C)
|
Kb
|
Titik beku (°C)
|
Kf
|
Air
|
100
|
0,52
|
0
|
1,86
|
Asam asetat
|
118,3
|
3,07
|
16,6
|
3,57
|
Benzena
|
80,2
|
2,53
|
5,45
|
5,07
|
Kloroform
|
61,2
|
3,63
|
-
|
-
|
Kamfer
|
-
|
-
|
178,4
|
37,7
|
Sikloheksana
|
80,7
|
2,69
|
6,5
|
20,0
|
Alkohol
|
78,2-86
|
|
|
|
Tabel 1. Tabel Titik didih dan Titik Beku
II.5 Pengertian
Kompos
Menurut J.H. Crawford (2003), kompos adalah hasil
dekomposisi parsial/tidak lengkap, dipercepat secara artifisial dari campuran
bahan-bahan organik oleh pupulasi berbagai macam mikroba dalam konsisi
lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik.
Gambar 3. Kompos
II.6 Pandangan Umum
Tentang Sampah
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia,
dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk
yang tak bergerak.
Sampah
dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan
terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang
dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada
suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Dibawah ini
adalah berbagai jenis sampah :
v Berdasarkan
sumbernya :
1. Sampah alam.
2. Sampah manusia.
3. Sampah konsumsi.
4. Sampah nuklir.
5. Sampah industri.
6. Sampah pertambangan.
v Berdasarkan
sifatnya :
1.
Sampah organik -
dapat diurai (degradable).
2.
Sampah anorganik -
tidak terurai (undegradable).
3.
Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3), merupakan sisa suatu usaha yang yang mengandung
bahan berbahaya atau beracun, baik secara langsung atau tidak langsung dapat
merusak atau mencemarkan dan membahayakan lingkungan Sampah/Limbah hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
v Sampah alam
Sampah alam adalah
sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah,
misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.
v Sampah manusia
Sampah
manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan
terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi
kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika
manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan
cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori
penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai
ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.
v Sampah Konsumsi
Sampah
konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang,
dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah
sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori
ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari
proses pertambangan dan industri.
v Sampah radioaktif
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan
juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak
berpotensi tinggi untuk melakukan aktifitas tempat-tempat yang dituju biasanya
bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih
dilakukan).
II.6 Macam-Macam Metode
Pembuangan Akhir Sampah
Metode
pembuangan sampah yang diterapkan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) meliputi :
1. Open Dumping
Open dumping
atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana, dimana sampah
hanya dihamparkan pada suatu lokasi, dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan
ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemerintah Daerah yang
menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana,
dll).
Cara ini tidak
direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang
ditimbulkannya, seperti :
a. Perkembangan
vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll.
b. Polusi udara
oleh bau dan gas yang dihasilkan.
c. Polusi air
akibat banyaknya leachate (cairan sampah ) yang timbul.
d. Estetika
lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor.
2. Controll
Landfill
Controll
Landfill merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah
yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi
gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan
perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan
dan kestabilan permukan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di Indonesia, metode
controll landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk
dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas,
diantaranya :
a. Saluran
drainase untuk mengendalikan aliran air hujan.
b. Saluran
pengumpul air lindi dan kolam penampungan.
c. Pos
pengendalian operasional.
d. Fasilitas
pengendalian gas metan.
e. Alat berat.
3. Sanitary
Landfill
Sanitary
Landfill merupakan metode standar yang dipakai secara internasional dimana
penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan timbul dapat
diminimalkan, namun diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal
bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk
kota-kota besar dan metropolitan
II.7 Hipotesa
Dari masalah yang telah disampaikan
diatas maka penulis menyimpulkan bahwa????
Bab III Metode Penelitian
III.1 Metode
Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode
eksperimen dan deskriptif. Penelitian ini
dilaksanakan diLaboratorium SMA Bani Saleh Kota Bekasi. Metode penelitian ini
bersifat uji laboratorium dengan menekankan pada uji bakteri, dan temperatur
yang optimal untuk di dapatkan akohol yang berkadar tinggi. Sedangkan untuk uji
kadar alcohol yang didapat, sample hasil diuji oleh Laboratorium Kimia
Skofindo.
III.2 Bahan Penelitian
Bahan yang penulis gunakan sebagai sample untuk uji coba
dilaboratorium adalah:
- Buah dan sayuran busuk sisa dari proses jual beli
yang penulis dapatkan di Pasar Baru Bekasi.
- Ragi untuk proses fermentasi.
III.3 Alat Praktikum
Alat yang digunakan untuk proses fermentasi dan
pengomposan, yaitu :
- 1(satu) buah
drum untuk proses fermentasi.
- 1(satu) buah
drum untuk prose pengomposan.
Sedangkan alat yang di gunakan untuk praktikum destilasi limbah organik
menjadi alkohol dilaboratorium adalah :
- Labu
destilasi,
berfungsi sebagai wadah atau tempat
suatu campuran zat cair yang akan di destilasi.
Terdiri dari :
Ø Labu dasar
bulat.
Ø Labu erlenmeyer
khusus untuk destilasi atau refluks.
- Steel Head,
berfungsi sebagai penyalur uap atau gas
yang akan masuk ke alat pendingin (kondensor), dan biasanya labu destilasinya
sudah dilengkapi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head.
- Thermometer,
biasanya digunakan untuk mengukur suhu
uap zat cair yang didestilasi selama proses destilasi berlangsung, dan
seringnya thermometer yang digunakan harus,
- Berskala suhu tinggi yang diatas
titik didih zat cair yang akan didestilasi.
- Ditempatkan pada labu destilasi
atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar dengan pipa
penyalur uap ke kondensor.
- Kondensor,
memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan
celah keluar, yaitu Untuk aliran uap hasil reaksi dan lubang untuk air
pendingin.
- Labu
didih
Biasanya selalu berasa atau keset, yang
berfungsi untuk sebagai wadah sampel. Contohnya untuk memisahkan alkohol dan
air.
Memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan
celah keluar.
- Pipa
dalam = pipa destilasi
7. Adaptor
(Recervoir Adaptor),
berfungsi untuk menyalurkan hasil
destilasi yang sudah terkondisi untuk disalurkan ke penampung yang telah
tersedia.
8.
Mantel,
berfungsi untuk memanaskan bahan
didalamnya.
III.4 Prosedur
Penelitian
Prosedur penelitian yang
penulis lakukan saat proses fermentasi, yaitu :
- Siapkan sample sampah pasar.
- Tambahkan ragi pada sampah tersebut.
- Diamkan
selama 9 hari.
Setelah proses fermentasi dilakukan, pemerasan cairan
dilakukan pada sampah tersebut dan cairan yang keluar selama proses fermentasi
ikut ditampung dalam suatu wadah atau dapat pula menggunakan jeriken, kemudian
setelah cairan didapatkan sebagian sample diambil untuk dilakukan uji kadar
alkohol dan sebagian lagi dilakukan proses destilasi untuk mendapatkan alcohol
dengan kadar yang lebih tinggi.
Pada penelitian kali ini dari berbagai macam metode
destilasi, penulis menggunakan metode destilasi bertingkat. Prosedur penelitian
yang penulis gunakan saat proses destilasi, yaitu :
- Siapkan sampel, ukuran maximum 1l,
masukkan kedalam batu didih. Pasangkan dengan alat destilasi dengan posisi
miring.
- Pada leher batu didih dan pada
sambungan diberi vaselin untuk melicinkan, sehingga pada saat selesai
kerja dapat dibuka tanpa pecah dan untuk menghindari pemuaian.
- Selang dimasukkan pada celah masuk
dan celah keluar. Celah masuk terhubung dengan pompa aquarium, celah
keluar dihubungkan dengan wadah tempat pembuangan erlenmeyer sebagai wadah
tampungan dibawah.
- Nyalalakan pompa aquarium, air
akan masuk mengisi kondensor, air harus berjalan terus, air harus keluar dari celah yang menunjukkan
bahwa kondensor berisi penuh.
- Hidupkan bunsen.
- Sampel yang telah dipanaskan akan
menguap dan masukan pipa destilasi, setelah dipasangkan dengan kondensasi,
maka uap akan berubah menjadi air.
- Air akan menetes dari alat
destilasi dan dihasilkan air destilata.
Setelah proses fermentasi dan destilasi dilakukan, terdapat sisa/ampas dari
proses pemerasan. Ampas tersebut kemudian penulis proses kembali menjadi
kompos, sehingga dari proses ini limbah yang dihasilkan sangat minim. Di bawah
ini adalah tahapan dari proses penelitian yang dilakukan:
Gambar 4. Proses Fermentasi ,Destilasi, dan Pengomposan Pada
Laboratorium
III.5 Kesulitan-Kesulitan
Kesulitan-kesulitan yang penulis hadapi dalam penelitian ini, yaitu :
1. Data-data terbaru tentang volume pasar dari berbagai kota dan daerah.
2. Pembuatan penarapan teknologi murah dan ramah lingkungan tapi mempunyai
dampak positif yang besar.
3. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengelola limbahnya sendiri.
4. Temperatur saat destilasi harus konstan dan stabil (yaitu, antara
78º-86ºC) agar alkohol yang didapat berkadar tinggi.
5. Terbatasnya dana riset dan kurang lengkapnya peralatan laboratorium
sekolah
BAB IV Hasil dan Pembahasan
IV.1 Sumber Sampah
Salah satu penyebab kerusakan alam dan
lingkungan hidup di wilayah perkotaan yang menimbulkan dampak negatif pada
masyarakat adalah masalah sampah. Sampah merupakan sisa buangan setiap
aktifitas/kegiatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat baik langsung maupun
tidak langsung. Permasalahan sampah dapat ditimbulkan akibat adanya pertambahan
jumlah penduduk setiap tahun, sarana prasarana berkurang, berkembangnya wilayah
perkotaan, sumber daya manusia yang kurang mencukupi, sistem manajemen
pengelolaan sampah yang tidak baik, terbatasnya lahan untuk pembuangan sampah,
tidak adanya pendidikan lingkungan di masyarakat, khususnya masalah sampah
serta kurangnya pemahaman masyarakat akan arti pentingnya menjaga lingkungan.
Volume sampah yang
semakin besar akibat aktifikat kehidupan masyarakat baik masyarakat pemukiman,
perdagangan (pasar) dan perkantoran, apabila tidak dikelola secara benar, maka
akan berpotensi menimbulkan masalah. Pemahaman yang dianggap benar oleh
masyarakat bahwa permasalahan sampah adalah tanggung jawab pemerintah saja
haruslah diubah menjadi tanggung jawab kita bersama. Pemahaman di masyarakat
khususnya pada masyarakat pedagang yang selama ini ada adalah mereka hanya
berkewajiban untuk membayar retribusi sampah, untuk itu mereka mendapatkan
kompensasi atas retribusi yang dibayarkan lewat Dinas Pengelola Pasar
Pemerintah Daerah/Kota.
Pasar
sebagai tempat berlangsungnya jual beli barang yang dibutuhkan oleh setiap
komunitas, semakin besar dan kompleksnya suatu komunitas, maka semakin banyak
pasar yang dibutuhkan. Dalam lingkungan pasar, sunber-sumber sampah pasar dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis barang yang diperdagangkan. Pasar umum
memiliki jenis sumber sampah yang lebih banyak dibandingkan pasar khusus, yakni
pasar yang hanya memperjual belikan kelompok barang tertentu, misalnya pasar
buah dan sayur seperti di Pasar Baru Bekasi. Jenis barang yang diperjual
belikan dalam suatu pasar mempengaruhi volume serta sifat dari sampah yang
dihasilkan. Sampah pasar memiliki karakteristik khas, volumenya besar, kadar
air tinggi, serta mudah membusuk. Oleh karena itu pengelolaan sampah pasar
perlu dilakukan secara tepat. Selain ditinjau dari karakteristik sampahnya,
pasar umumnya terletak pada area yang strategis, sehingga keberhasilan
pengelolaan sampah secara baik dan benar akan terasa oleh masyarakat dan
lingkungan sekitarnyaData Volume Sampah Pasar dari Berbagai Sumber
No.
|
Nama Pasar
|
Lokasi
|
Sampah Yang di Hasilkan (m³/hari)
|
1.
|
Pasar Kramat Jati
|
Jakarta
|
300.000
|
2.
|
Pasar Baru Bekasi
|
Kota Bekasi
|
60
|
3.
|
Pasar Bogor
|
Kab. Bogor
|
56
|
4.
|
Pasar Tambun
|
Kab. Bekasi
|
24
|
5.
|
Pasar Cikarang
|
Kab. Cikarang
|
40
|
6.
|
Pasar Cilegon
|
Kab. Serang
|
60
|
Tabel 2. Volume Sampah dikawasan JABOTABEK
Sumber :
Harian Sinar Harapan (tgl / bln / thn)
IV.2 Sistem Pengelolaan Sampah Pasar Baru Bekasi Saat Ini
Secara umum
pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan, yakni
pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir/pengolahan. Tahapan kegiatan
tersebut dalam pengelolaan sampah seperti pada gambar berikut :
Gambar 5.
Tahapan Pengelolaan Sampah Pasar Saat ini
Dari sumber
penghasil sampah dilakukan pewadahan dilanjutkan dengan pengumpulan, pemindahan
dan pengangkutan lalu dilanjutkan pembuangan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sistem ini merupakan sitem manajemen pengelolaan sampah yang sering diterapkan
dalam penanganan sampah selama ini. Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan
sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju
tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana bantuan berupa tong
sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong maupun tempat pembuangan
sementara (TPS/Dipo). Pengumpulan (tanpa pemilahan), umumnya melibatkan
sejumlah tenaga pengumpul sampah setiap periode waktu tertentu.
Tahapan
pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat
transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Tahapan ini
juga melibatkan tenaga yang pada periode tertentu mengangkut sampah dari tempat
pembuangan sementara ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dengan metode
ini tentu saja sampah tidak mempunyai manfaat sama sekali, belum lagi proses
pengankutan yang jauh mengakibatkan biaya transportasi begitu mahal.
IV.3 Tempat
Pembuangan Akhir (TPA)
Pengelolaan
sampah akan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Secara spesifikasi
teknis Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai
tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan,
pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan
penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat
dicapai dengan baik.
Selama ini
masih banyak persepsi keliru tentang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang lebih
sering dianggap hanya merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan
banyak Pemerintah Daerah masih merasa sayang untuk mengalokasikan pendanaan
bagi penyediaan fasilitas di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dirasakan
kurang prioritas dibanding pembangunan sektor lainnya.
Di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA), sampah mengalami proses penguraian secara alamiah
dengan jangka waktu yang panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara
cepat, sementara yang lain lebih lambat; bahkan ada bebrapa jenis sampah dapat
terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat; bahkan ada beberapa
jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal ini
memberikan gambaran bahwa setelah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) selesai
digunakan pun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat
yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan
terhadap Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang telah ditutup.
Melalui metode
yang penulis sarankan ini diharapkan mampu memperpanjang umur TPA serta tidak
mengorbankan para pengepul barang bekas, karena metode ini hanya akan memproses
sampah organik.
IV.4 Sistem
Pengelolaan Sampah Dengan Metode Fermentasi dan Destilasi
Secara umum teknologi pengelolaan limbah organik ini adalah proses pembusukan
suatu bahan organik dan penyulingan suatu zat yang akan menguap pada titik
didihnya, dalam hal ini gugus alkohol adalah zat yang di cari dari proses
destilasi ini. Saat proses fermentasi penulis diamkan sampah organik yang telah
dicampur ragi selama 9 hari. Temperatur yang di gunakan saat destilasi berkisar
antara 78°-86°C celcius. Di bawah ini
konsep dari proses destilasi tersebut :
Dari berbagai metode destilasi, penulis menggunakan
destilasi bertingkat tetapi penulis perkirakan apabila menggunakan metode
destilasi yang diterapkan untuk penyulingan minyak bumi, akan menghasilkan
alkohol yang lebih murni dan lebih tinggi kadar oktannya.
Di bawah ini
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi saat proses destilasi dilakukan :
Ø Energi input
yang diberikan akan menaikkan tekanan uap
Ø Tekanan uap
berkaitan dengan peristiwa mendidih
Ø Makin tinggi tekanan
uapnya makin rendah suhu yang dibutuhkan untuk mendidih.
Ø Tekanan uap dan
titik didih pada campuran bergantung pada banyaknya komponen pada campuran
Ø Peristiwa
destilasi dapat terjadi bila ada perbedaan tekanan uap dan titik
didih antara komponen pada campuran.
IV.5 Proses Pengomposan
Beberapa bahan-bahan organik padat yang
dapat dijadikan kompos, seperti limbah organik rumah tangga, sampah-sampah
organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertaniah,
limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah
pabrik kelapa sawit, dll. Selain mengenal bahan-bahan yang dapat dijadikan
kompos kita juga harus memahami dengan baik proses pengomposan agar dapat membuat
kompos dengan kualitas baik.
Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah
bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap
awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan
cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan
meningkat hingga di atas 50º - 70ºC. Suhu akan tetap tinggi selama waktu
tertentu.
Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba
Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi
dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam
kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2,
uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan
berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos
tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan
akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat
mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan. Proses pengomposan dapat
terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada
oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana
mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses
dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses
anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena
akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan menghasilkan
senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam
asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Di bawah ini adalah tabel yang menggambarkan jenis
organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Organisme
|
Organisme
|
Mikroflora
|
-Bakteri
-Aktinomicetes
-Kapang
|
Mikrofauna
|
Protozoa
|
Makroflora
|
Jamur tingkat
tinggi
|
Makrofauna
|
Cacing tanah,
rayap, semut, kutu dll
|
Tabel 3.
Organisme Yang Terlibat Dalam Proses Pengomposan
Di bawah ini faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan :
Proses pengomposan tergantung pada karakteristik bahan
yang dikomposkan, aktivator pengomposan yang dipergunakan, metode pengomposan
yang dilakukan. Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi
lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka
dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat
organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme
tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan
kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan
proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang memperngaruhi proses
pengomposan antara lain:
Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar
antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40
mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila
rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein
sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan
udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba
dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel
juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang
cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan
suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke
dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air
bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob
yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas
Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam
tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan
volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan
mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air,
maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam
proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay
oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik
tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk
metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila
kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang,
akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik
yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan
langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi
temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula
proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30º - 60ºC menunjukkan aktivitas pengomposan
yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60ºC akan membunuh sebagian mikroba dan
hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi
juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang
lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5.
pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan
sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri.
Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan
menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase
awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan
dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan bahan
berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan
yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn,
Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat
akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Di bawah ini tabel yang menggambarkan kondisi yang
optimal untuk mempercepat proses pengomposan
:
Kondisi
|
Kondisi
yang bisa diterima
|
Ideal
|
Rasio
C/N
|
20:1
s/d 40:1
|
25-35:1
|
Kelembaban
|
40-65%
|
45-62%
berat
|
Konsentrasi
oksigen tersedia
|
>5%
|
>10%
|
Ukuran
partikel
|
1
inchi
|
bervariasi
|
Bulk
Density
|
1000
lbs/cu yd
|
1000
lbs/cu yd
|
pH
|
5,5-9,0
|
6,5-8,0
|
Temperatur
|
43-66ºC
|
54-60ºC
|
Tabel 4. Kondisi Yang
Optimal Untuk Mempercepat Proses Pengomposan
IV.7
Manfaat Kompos
Adapun manfaat kompos ditinjau dari beberapa aspek,
seperti aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek bagi tanah / tanaman adalah
sebagai berikut :
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan
limbah.
2. Mengurangi volume/ukuran limbah.
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya.
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah.
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.
Aspek Bagi Tanah / Tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah.
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.
3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah.
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah.
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi,
dan jumlah panen).
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman.
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman.
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.
IV.8 Lokasi Penempatan Alat Destilator
Untuk lokasi penempatan alat untuk pengelolaan sampah
ini, penulis sarankan alat tersebut disediakan di lokasi dekat pasar agar tidak
jauh dalam proses pengangkutan.
IV.9 Sistem Manajemen Pengelolaan Sampah Pasar
Sistem
manajemen pengelolaan sampah pasar dilakukan dengan mempertimbangkan atas
beberapa hal utama serta berkaitan erat dengan sistem pengelolaan sampah
modern, yaitu :
1. Sumber dan
Volume Sampah
Dengan volume
sampah yang dihasilkan oleh pasar dari aktifitas jual beli masyarakat, tentunya
jumlah sampah yang dihasilkan cukup signifikan jika dapat dikelola dengan
reduksi optimal. Jenis sampah yang berupa sampah organik tentunya akan sangat
menguntungkan apabila sampah tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi bahan
baku kompos. Pemilahan sampah organik tersebut dengan sampah lainnya tetap
dilakukan untuk mendapatkan kompos yang baik. Valume sampah yang demikian besar
sangat disayangkan apabila tidak dikelola dengan baik, sehingga akan
menimbulkan problem sampah saja yang tidak terselesaikan.
2. Secara
Ekonomis
Dengan sistem
pengelolaan sampah yang baik dan benar serta tepat sasaran dapat menekan biaya
operasional dan biaya retribusi, sehingga beban pemerintah daerah akan lebih
ringan dalam pengeluaran biaya pengelolaan sampah.
3. Kebersihan
Sistem
pengelolaan sampah akan sangat menentukan wajah dari suatu tempat dimana sampah
itu akan dihasilkan, apabila sistem kinerja pengelolaan sampah baik, maka wajah
tempat tersebut akan menjadi bersih dan indah. Nilai penting dari unjuk kerja
sistem pengelolaan sampah tidak saja nilai estetika, tetapi juga akan memiliki
manfaat terhadap :
a. Perlindungan
kesehatan masyarakat
b. Perlindungan
pencemaran lingkungan
c. Pertumbuhan
dan kesejahteraan masyarakat
d. Peningkatan
Nilai sosial Budaya Masyarakat
Pengelolaan
manajemen sampah yang baik dan benar akan memberikan (kesimpulan) keuntungan ditinjau dari segi ekologi,
ekonomi dan kesehatan, antara lain:
Dari segi ekologis
1. Proses
destilasi dan fermentasi air sampah ini, serta pembuatan kompos dari sisa
destilasi akan mengurangi volume sampah/limbah yang ada, sehingga hal tersebut
akan memberikan dampak positif terhadap lingkungan pasar dan kebersihan
2. Mengurangi
pencemaran yang di akibatkan dengan menumpuknya limbah sampah di pasar
3. Alkohol
mempunyai banyak manfaat ,dan pupuk kompos dapat bermanfaat untuk kebutuhan
lingkungan/tanah dan tanaman.
4. Memberikan
upaya alternatif pelestarian lingkungan.
5.
Menghilangkan kesan jorok, kumuh, kotor dll, karena banyaknya timbunan sampah
yang tidak terurus secara baik
Dari segi
ekonomi
1. Mengurangi
volume sampah yang diangkut, sehingga dapat menekan biaya tranportasi, biaya
tenaga kerja dan biaya peralatan
2. Dengan
berkurangnya jumlah sampah yang dikirim ke TPA akan menambah panjang umur
pemakaian TPA.
3. Memberikan
kesempatan kepada pengepul barang bekas untuk mengambil sampah non organik yang dapat
didaur ulang.
Dari segi
kesehatan
1. Berkurangnya
pencemaran yang diakibatkan dari sampah/limbah akan memberikan dampak positif
terhadap kesehatan.
2. Berkurangnya
penyebaran penyakit yang ditimbulkan oleh sampah.
IV.10 Sistem
Pengelolaan Sampah Perlu Diubah
Pada dasarnya
pola pembuangan sampah yang dilakukan dengan sistem TPA (tempat pembuangan
akhir) sudah tidak relevan lagi dengan lahan kota yang semakin sempit dan
pertambahan penduduk yang pesat, sebab bila hal ini terus dipertahankan akan
membuat kota dikepung “lautan sampah” sebagai akibat kerakusan pola ini
terhadap lahan dan volume sampah yang terus bertambah. Pembuangan yang
dilakukan dengan pembuangan sampah secara terbuka dan di tempat terbuka juga
berakibat meningkatnya intensitas pencemaran. Selain itu yang paling dirugikan
dan selama ini tidak dirasakan oleh masyarakat adalah telah dikeluarkannya
miliaran rupiah untuk membuat dan mengelola TPA.
Penanganan
model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh adalah meliputi
penghapusan model TPA pada jangka panjang karena dalam banyak hal pengelolaan
TPA (tempat pembuangan sampah) masih sangat buruk mulai dari penanganan air
sampah (leachet) sampai penanganan bau yang sangat buruk.
Cara
penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara
membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan
lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan
mengurangi biaya penanganannya.
Partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk
diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Cohen dan Uphof
(1977) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu proses pembangunan
terbagi atas 4 tahap, yaitu : a) partisipasi pada tahap perencanaan, b)
partisipasi pada tahap pelaksanaan, c) partisipasi pada tahap pemanfaatan
hasil-hasil pembangunan dan d) partisipasi dalam tahap pengawasan dan
monitoring. Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses
pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain : kebutuhan,
harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral,
dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal.
Keterlibatan
masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk
menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun
ke tahun yang semakin kompleks. Pemerintah Jepang saja membutuhkan waktu 10
tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah sampah. Reduce (mengurangi),
Reuse (penggunan kembali) dan Recycling (daur ulang) adalah model relatif
aplikatif dan dapat bernilai ekonomis. Sistem ini diterapkan pada skala kawasan
sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas sampah. Model ini akan dapat
memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD yang berat. Selain
itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan
memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang
diterapkan saat ini.
IV.11
Pengelolaan Sampah Terpadu Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Volume sampah
di kota-kota besar, misalnya di Jakarta yang mencapai 24000 hingga 27000
m³/hari menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Jakarta sudah pada tahap
menghawatirkan bila tidak dikelola secara baik, dimana potensi konflik dapat
meledak sewaktu-waktu. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan ulang secara
menyeluruh tentang konsepsi pengelolaan sampah di perkotaan. Persoalan yang
mendesak dan sulit untuk diatasi pada masyarakat di kota besar adalah rantai
distribusi yang terlalu panjang dan pola TPA (tempat pembuangan akhir) yang
sentralistis, dimana jika satu unit mengatasi masalah, maka seluruh sistem akan
terganggu. Puluhan miliar dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi hanya untuk menangani sampah.
Konsep rencana
pengelolaan sampah perlu dengan metode yang penulis rekomendasikan ini dapat
diandalkan dan efisien dengan teknologi yang ramah lingkungan. Sistem tersebut
harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan
masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta untuk
berpartisipasi aktif. Pendekatan yang digunakan dalam konsep rencana
pengelolaan sampah ini adalah “meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang
dapat memenuhi tuntutan dalam paradigma baru pengelolaan sampah”. Untuk itu
perlu dilakukan usaha untuk mengubah cara pandang “sampah dari bencana menjadi
berkah”. Hal ini penting karena pada hakikatnya pada timbunan sampah itu
kadang-kadang masih mengandung komponen-komponen yang sangat bermanfaat dan
memiliki nilai ekonomi tinggi namun karena tercampur secara acak maka nilai
ekonominya hilang dan bahkan sebaliknya malah menimbulkan bencana yang dapat
membahayakan lingkungan hidup.
Bab V Kesimpulan dan Saran
V.1 Kesimpulan
Ø Perubahan
pengelolaan sampah dari sistem lama ke sistem baru yang menekankan pada proses
pemilahan, pengumpulan, pemprosesan manjadi bahan yang bernilai ekonomis,
sedikit demi sedikit perlu dikenalkan kepada masyarakat khususnya pengelola,
pedagang dan pengunjung pasar.
Ø Sistem
pengelolaan sampah pasar menjadi alkohol dan kompos memberikan banyak
keuntungan secara ekonomis karena dapat menyumbangkan untuk
pembiayaanpengelolaan sampah itu sendiri sehingga mengurangi beban APBD Kota
Bekasi.
Ø Manajemen
pengelolaan sampah pasar secara makro akan memberikan dampak yang sangat
positif kepada perkembangan perekonomian Kota Bekasi karena masyarakat akan
lebih senang datang ke pasar tradisional.
V.2 Saran-Saran
Ø
Pengelola kebersihan pasar Kota
Bekasi perlu untuk menyediakan tempat sampah sesuai dengan jenis sampah yang
dhasilkan oleh pedagang.
Ø Metode pengelolaan sampah pasar yang penulis rekomendasikan
ini dari perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak agar benar – benar
terlaksana.Slogan – Slogan tentang kebersihan perlu dipasang ditempat- tempat
yang strategis.
Ø Komposting dari sampah pasar perlu mendapat perhatian khusus
dari semua pihak agar benar – benar terlaksana.
Ø Slogan – Slogan
tentang kebersihan perlu dipasang ditempat- tempat yang strategis.
Daftar Pustaka
"http://id.wikipedia.org/wiki/Alkohol"
""http://id.wikipedia.org/wiki/Destlasi"
"http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah"
Mamun Sjefudin,
2007, Majalah Proses Jawa Barat, Bandung
Chem-Is-Try.Org
Sinar Harapan
2002