Asal-usul dan Sejarah Bahasa Indonesia
Dalam
kehidupan, kita tidak terlepas dengan yang namanya bahasa, karena bahasa
merupakan alat komunikasi. Terlebih bahasa adalah hal yang terbaik
dalam menunjukkan identitas kultur suatu bangsa. Sebelum lebih jauh
mengenal tentang awal mula bahasa Indonesia, alangkah baiknya kita
mengenal terlebih dahulu apa definisi dari bahasa itu sendiri. Menurut
Wibowo, dalam Walija. 1996 “Bahasa Indonesia dalam Perbincangan”
mengungkapkan bahwa Bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan
efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat
kepada orang lain, sedangkan menurut Owen dalam Stiawan (2006:1),
menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a socially
shared combinations of those symbols and rule governed combinations of
those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima
secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui
kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol
yang diatur oleh ketentuan). Dan masih banyak pendapat dari para pakar
mengenai definisi bahasa, namun dalam kesempatan kali ini awalmula.com
tidak akan membahas lebih jauh tentang definisi suatu bahasa melainkan
memberikan sedikit pengetahuan tentang sejarah awal mula bahasa
Indonesia yang kita pakai selama ini
Sejarah Awal Mula Bahasa Indonesia
Dewasa ini, bangsa Melanesia menggunakan bahasa Indonesia, sebagaimana bahasa ini adalah “bahasa pemersatu”, yang mendapat tempat utama dalam media komunikasi formal, baik sebagai bahasa teks maupun lisan, disekolah, perkantoran dan tentu saja pada media cetak dan elektronik.
Dewasa ini, bangsa Melanesia menggunakan bahasa Indonesia, sebagaimana bahasa ini adalah “bahasa pemersatu”, yang mendapat tempat utama dalam media komunikasi formal, baik sebagai bahasa teks maupun lisan, disekolah, perkantoran dan tentu saja pada media cetak dan elektronik.
Memang ada
sisi baiknya, bahwa ‘bahasa Indonesia’ memainkan peran penting sebagai
“jembatan” komunikasi menerobos diversitas linguistik yang berbeda satu
sama lain (termasuk di Papua), dan memungkinkan para penuturnya
menjangkau dunia pendidikan modern. Namun mesti disadari pula akan sisi
buruknya, terutama bahwa ‘bahasa Indonesia’ menjadi dominan sehingga
bahasa-bahasa lain keumgkinan akan tersisihkan. Entah bahasa Batak,
Jawa, Bali dan termasuk 250 bahasa etnis Melanesia di tanah Papua.
Padahal Bahasa Indonesia baru digunakan secara serius sejak 1950 di
Papua oleh para pendakwah dan pejabat kolonial dalam rangka ‘menyatukan’
wilayah Papua dengan wilayah Hindia Belanda lainnya. Hal ini seiring
dengan kebijakan diskriminasi kolonial Belanda yang hanya memperbolehkan
bahasa Belanda diajarkan pada garis keturunan tertentu saja.
Apabila
menenggok lebih jauh ke masa sebelumnya, maka bangsa Melanesia
sebenarnya belum cukup dikenal para nasionalis Indonesia, selain sebagai
koloni Belanda yang dalam banyak hal tidak terlibat langsung dalam
sejarah kemerdekaan Indonesia. Diluar itu, wilayah ini cukup terisolir
dari koloni Belanda di sebelah barat, kecuali wilayah pesisir utara yang
menjalin hubungan dagang tradisional dengan Maluku. Selebihnya hanya
bayang-bayang penjara besar – Boven Digul, di tengah sebagian besar
masyarakat yang masih hidup di zaman batu (Benedict Andersson: 2002)
Ini berarti
bangsa Melanesia, tidak terlibat dalam beberapa proses sejarah penting,
terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia. Pertama, saat bahasa
Indonesia dipermaklumkan sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda
1928, tidak ada yang mewakili bangsa Papua dalam peristiwa tersebut,
kedua, saat bahasa Indonesia dianjurkan semasa pendudukan Jepang untuk
menggusur bahasa Belanda, hal itu tidak terjadi di Papua, apalagi karena
pertimbangan militer dan kondisi sosial politik waktu itu, Jepang
membagi Hindia Belanda menjadi tiga wilayah koloni terpisah, dan Papua
berada dibawah Angkatan Laut yang berpusat di Makasar, ketiga, saat
bahasa Indonesia dipergunakan sebagai wahana perlawanan menyerang
kolonialisme yang dipuncaki proklamasi kemerdekaan RI 1945, justru
bangsa Papua belum ‘mengenal’ NKRI.
Dari tiga
fakta ini, bisa dibilang bahasa Indonesia adalah produk historis yang
dalam prosesnya tidak sepenuhnya melibatkan bangsa Melanesia. Barulah
pada tahun 1963 ketika Orde Lama mencanangkan operasi Trikora, dan
disusul pelaksanaan Pepera semasa Orde Baru tahun 1969 bahasa Indonesia
mulai dijadikan ‘bahasa resmi’ di Papua.
Bahasa Indonesia
adalah bahasa resmi Republik Indonesia yang sebagaimana disebutkan
dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa
persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928. Meski demikian, ia hanya sebagian kecil dari penduduk
Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena
dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih
suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu
seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. Untuk
sebagian besar lainnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk
taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia
ialah sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik
Indonesia Kata “Indonesia” berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu
Indos yang berarti “India” dan nesos yang berarti “pulau”. Jadi kata
Indonesia berarti kepulauan India, atau kepulauan yang berada di wilayah
India
Bahasa
Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus
menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan
dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari
bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana
diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I
tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, “jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’
jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe
Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi
menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe
moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa
Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh
kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”. atau
sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan,
Sumatra Utara, “…bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar
bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan
pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia”.
Secara sejarah,
bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa
Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau
mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu
Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan
bahwa bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau diterima keberadaannya
pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus
1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
Fonologi
dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang
penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu
beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan
sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.
Bahasa
Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa
pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya
sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang
jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal
penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional
kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih
bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat
itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari
Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Jika bahasa
Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia
akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan)
mayoritas di Republik Indonesia.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
Bahasa
Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau
Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun
Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau,
Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh
Portugis. Kedua, ia sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang
paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien,
Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
Pengguna bahasa Melayu
bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna
bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia,
Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di
negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa
ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di
Asia Tenggara.
Dengan
memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi
seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan
tujuan persatuan dan kebangsaan.Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini
kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan
kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan pada zaman
Penjajahan Jepang.
Begitulah Awal Mula Bahasa Indonesia yang dapat awalmula.com rangkum dari berbagai sumber, semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita seputar sejarah asal usul bahasa Indonesia.