BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan
termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura ,
Malaysia , Filipina dan Thailand .
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia
di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi
pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau
bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan
pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi
penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada
kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin
sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di
era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang
harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia;
telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia
di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,
memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja.
Kecelakaan
kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja
dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan
non kesehatan kesehatan di Indonesia
belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara
lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya.
Setiap
orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang
mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir
Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas,
maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran
tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan
sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya,
hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri.
Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan
konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya
resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal
tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai
tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan.
Dalam
pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu
Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai
menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan
tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam
tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang
tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk
tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Walaupun
sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya
manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan
sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan
pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
1. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan
tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau
kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai
tersendiri dari teknik keselamatan. Ada
pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat
atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut
menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian
dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara
kondisi yang kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang
memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan
pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan
pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.
Diantara
tindakan yang kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan
sebagai kegagalan menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung
mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya
dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena
mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja.
Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas
maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.
2. Faktor - faktor Kecelakaan
Studi
kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri
terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu
sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus
menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun,
pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang
berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang
diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan
yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah
satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang
manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak
membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas
akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah
pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus
membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari
sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.
3. Masalah
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja
(performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak
serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun
kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
a) Kapasitas
Kerja
Status kesehatan
masyarakat pekerja di Indonesia
pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran
bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia
gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini
tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang
optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada
sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin
sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b) Beban
Kerja
Sebagai pemberi jasa
pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari,
dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya
pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat
menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada
bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara
lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah,
yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan.
Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
c)
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja
bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related
Diseases).
B. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan
1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia.
Dengan demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur
upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari
semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan
kesehatan.
Tenaga
Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non
gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi,
Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan
tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah
yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia, serta lingkungannya.
Tenaga
kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana
pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis
yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara
optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi
oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan,
kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian.
Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga
kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan
kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan.
Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap
pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya
komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh
karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua
faktor di atas.
2. Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga
Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non
gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi,
Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan
tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah
yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan
terdiri dari :
a.
Perawat
b.
Perawat Gigi
c.
Bidan
d.
Fisioterapis
e.
Refraksionis Optisien
f.
Radiographer
g.
Apoteker
h.
Asisten Apoteker
i.
Analis Farmasi
j.
Dokter Umum
k.
Dokter Gigi
l.
Dokter Spesialis
m.
Dokter Gigi Spesialis
n.
Akupunkturis
o.
Terapis Wicara dan
p.
Okupasi Terapis.
C. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani
Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau
penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok
ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka
sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan
atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat
besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan
kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang
kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang
berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era
globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju.
Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar
internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global.
Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat
strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi
perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional
serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang
sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat
rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga
hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat
rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan
meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan
kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan
jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus
kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak
masalah di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu
upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan
sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K
untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud
harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah
UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam
pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
D. Pengendalian
Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical
Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara
mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh
pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan
meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap
orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi
lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan
produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk
menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat
(prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi :
1.
Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan
yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non
kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui
apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan
pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Anamnese umumΓΌPemerikasaan
kesehatan awal ini meliputi:
a.
Anamnese pekerjaan
b.
Penyakit yang pernah diderita
c.
Alrergi
d.
Imunisasi yang pernah didapat
e.
Pemeriksaan badan
f.
Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
-
Tuberkulin test
-
Psiko test
2.
Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan
yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan
dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin
kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini
meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal
dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko
kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3.
Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan
yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan
dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai
unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium
kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan
memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan
promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak
kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan
dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan
dan sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai
suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan
keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap
timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan
kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif
bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk
mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja.
Peran
tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah menjadi melalui
pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang
meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan
penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam
pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan
kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu
kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh
tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum
Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta :
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2005.
Silalahi, Bennett N.B.
[dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene
perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta
:Haji Masagung
Suma'mur .1985. Keselamatan
kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta
:Gunung Agung, 1985
-------------------,1990.
Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia. [s.]:Direktorat Bina
Peran Masyarakat Depkes RT.