CONTOH MAKALAH MASALAH KESULITAN BELAJAR ANAK HIPERAKTIF BAB I-II


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Masalah-masalah kesulitan belajar pada anak usia dini merupakan fenomena bagi pendidik anak usia dini dan sering kita jumpai dalam penanganannya tidak tepat sasaran baik dalam menangani masalah kesulitan belajar yang bersifat umum ataupun masalah kesulitan belajar yang bersifat khusus.
Setelah melakukan masalah identifikasi masalah kesulitan belajar pada anak didik Taman Kanak-Kanak Sejahtera tempat penulis bertugas melalui observasi pada tanggal 17-18 April 2009 maka dapat melokalisasi letak kesulitan belajar yang bersifat umum yaitu anak hiperaktif.
Kekeliruan dalam berbagai pemahaman tentang anak hiperaktif masih banyak yang berpola pikir (paradigma) baik di kalangan umum maupun orang tua itu sendiri bahwa anak hiperaktif didefinisikan anak yang serba beraktifitas dan cenderung anak yang pandai sekali juga berperilaku positif. Padahal anak yang hiperaktif itu adalah suatu pola perilaku anak yang menunjukkan anak tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsive yang mengacu kepada keadaannya pengendalian diri yang kadang-kadang sering malakukan aktifitas fisik yang berbahaya bagi dirinya atau orang lain yang mengakibatkan kurang perhatian dalam kegiatan di sekolah secara optimal dan selalu menunjukan skala rendah dalam pencapaian program pembelajaran yang telah ditargetkan. Hiperaktip merupakan kelainan perilaku yang seringkali mengarah ke autisme anak mengalami gangguan interaksi sosial, komunikasi, serta imajinasi yang perlu di waspadai oleh orang tua ataupun guru sejak dini.
Penanganan kasus kesulitan belajar anak hiperaktif diperlukan deteksi dini yang serius dan tuntas dan harus didukung oleh informasi dan pengumpulan data yang akurat dan lengkap dan berbagai pihak mengenai diri anak mulai dari kandungan, setelah melahirkan sampai anak memasuki PAUD serta pada pengaturan yang diterapkan kepada anak oleh orang tuanya.
Apabila masalah kesulitan belajar yang dialami anak hiperaktif tidak segera ditangani maka akan berakibat vital terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak baik tingkat kecerdasan (IQ), kecerdasan emosional (EQ), serta kecerdasan spiritual (SQ).
Tujuan dari deteksi diri pada anak hiperaktif adalah untuk mengetahui karakteristik, gejala-gejala yang menyebabkan timbulnya kelainan untuk memperkirakan kemungkinan bantuan yang akan diberikan serta melaksanakan tindak lanjut agar anak dapat diantisipasi supaya masa yang akan datang (anak sudah besar) tidak terlau fatal.
Data lapangan (observasi) yang diperoleh penulis dapat dijadikan dasar dalam pemikiran pembuatan laporan ini.



B.     Rumusan Masalah
  1. Apa karakteristik masalah kesulitan belajar pada anak hiperaktif?
  2. Gejala-gejala apa yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif?
  3. Apa kira-kira bantuan yang akan diberikan?
  4. Bagaimana cara mengatasi anak yang hiperaktif?
  5. Tindak lanjut apa yang akan ditempuh dalam mengantisipasi anak yang hiperaktif agar tidak fatal?

C.    Strategi Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan pemecahan masalah sebagai berikut:
1.      Menentukan masalah-masalah yang dihadapi anak hiperaktif.
2.      Mengumpulkan data-tata tentang gejala yang nampak pada anak hiperaktif.
3.      Dari data-data tersebut di atas, kemudian penulis mendiagnosa gejala yang menyebabkan anak berperilaku hiperaktif dan memperkirakan bagaimana cara menangani anak tersebut.
4.      Keberhasilan perkiraan bantuan yang akan diberikan kepada anak yang berperilaku hiperaktif diperlukan bimbingan dari guru dan orang tua. Pola mendidik dan membimbing anak yang berperilaku hiperaktif diperlukan program mendidik yang sama antara guru dan orang tua baik di sekolah maupun di rumah agar penanganannya berdampak positif. Konsekuensi keseragaman tersebut perlu diterapkan sebaik mungkin tanpa ada yang melanggar.   

D.    Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui karakteristik kesulitan belajar pada anak hiperaktif.
  2. Untuk melokalisasi gejala-gejala yang menjadi penyebab anak hiperaktif.
  3. Untuk memperkirakan bantuan yang akan diberikan.
  4. Untuk mencari solusi dalam mengatasi anak hiperaktif.
  5. Untuk merencanakan tindak lanjut yang akan ditempuh agar kesulitan belajar pada anak hiperaktif dapat diantisipasi sejak dini.

E.     Manfaat Penulisan
Masalah kesulitan belajar ini diharapkan  memiliki manfaat sebagai berikut:
  1. Manfaat Akademis.
Deteksi dini ini diharapkan menjadi tambahan ilmu pengetahun serta sebagai media pengaplikasian dari teori-teori yang diterima diperkuliahan khususnya mengenai Deteksi Dini Assesmen Kesulitan Belajar Pendidikan Anak Usia Dini. Manfaat akademis ini dapat ditujukan:
a.       Bagi Penulis
Sebagai media dan pengalaman yang berharga dimana penulis bisa mengobservasi serta mendeteksi lebih mendetail terhadap anak didik yang mengalami kesulitan belajar anak yang hiperaktif fenomena dikalangan pendidik.
b.      Bagi Masyarakat Umum
Deteksi ini diharapkan menjadi bahan informasi yang dapat menjadi masukan atau solusi yang berarti agar tidak terjadi kesalahpahaman tentang mendefinisikan anak hiperaktif yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan pendidikan anak usia dini yang menjadi dasar dalam dunia pendidikan guna melanjutkan pendidikan lebih lanjut.

  1. Kegunaan Praktis
Deteksi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pendidik PAUD serta orang tua dalam melaksanakan suatu deteksi  masalah kesulitan belajar pada anak yang hiperaktif.


BAB II
KAJIAN TEORITIS
MASALAH KESULITAN BELAJAR ANAK HIPERAKTIF

A.    Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
  1. Pengertian Diagnostik
Diagnostik merupakan istilah teknis (termonologi) yang kita adopsi dari bidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen (1955:530-532), diagnosis dapat diartikan sebagai:
a.       Upaya atau proses menentukan kelemahan atau penyakit (weakness, diseage) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symptoms).
b.      Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial.
c.       Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.
Dari ketiga pengertian tersebut di atas dapat kita maklumi bahwa di dalam diagnosis, secara implisit telah tersimpul pula konsep prognosisnya. Dengan demikian, di dalam pekerjaan diagnostik bukan hanya sekedar mengidentifikasi jenis dan karakternya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan (predicting) kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
  1. Pengertian Kesulitan Belajar
Sejalan dengan apa yang telah kita pelajari unit 1, Burton (1952: 622-624) mengidentifikasi seorang siswa kasus dapat dipandang atau dapat diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan menunjukkan kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarhya: kegagalan belajar didefinisikan oleh Burton sebagai berikut:
a.       Apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of mastery) minimal dalam perjalanan tertentu.
b.      Apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya, intelegensi, bakat).
c.       Kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya (his organismic pattern).
d.      Kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan (level of mastery) yang diperlukan sebagai persyarat (prerequisite) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya.
Dari ke empat definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa seorang siswa diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu (berdasarkan ukuran ceriteria keberhasilan yang seperti dinyatakan dalam TIK atau ukuran tingkat kapasitas atau kemampuan dalam program pelajaran time allowed dan atau tingkat perkembangannya).
  1. Diagnostik Kesulitan Belajar
Dengan mengaitkan kedua pengertian di atas (butir A dan B) dapat mendefinisikan diagnostik kesulitan belajar sebagai suatu proses upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data/informasi selengkap dan seobjektif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternative kemungkinan pemecahannya.
  1. Prosedur dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar
Ross dan Stanley (1956:332O41) menggariskan taliapan-tahapan diagnostic (the level of diagnostic) itu sebagai berikut:
a.       General Diagnostic, pada tahap ini lazimnya dipergunakan tes buku, seperti yang dipergunakan untuk evaluasi dan pengukuran psikologis dan hasil belajar. Sasarannya ialah untuk menemukan siapakah siswa yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
b.      Analistic Diagnostic, pada tahap ini lazimnya digunakan tes diagnostic. Sasarannya untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
c.       Psychological   Diagnostic,   pada   tahap   ini   teknik   pendekatan   dan instrument yang digunakan antara lain :
1)      Observasi (Controlled Observation).
2)      Analisis karya tulis (analysis of written work).
3)      Analisis proses dan respon lisan (analysis of oral responses and accounts of procedures). 
4)      Analisis berbagai catatan objek (analysis of objectives record of various types).
5)      Wawancara (interviews).
6)      Pendekatan labotoris dan klinis (labotory and clinical methods).
7)      Studi kasus (case studies).

B.     Mengidentifikasi Kasus Kesulitan Belajar
Secara umum langkah-langkah pelaksanaan diagnostic kesulitan belajar telah dibahas lebih dahulu. Dalam paragrap ini yang akan dibahas dan dari lima langkah operasional diagnostic kesulitan belajar, yaitu :
  1. Menandai siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar
Kasus-kasus kesulitan belajar akan kita temukan dengan mendeteksi basil (produk) dan atau proses belajarnya. Kita akan menemukan kasus termaksud, dalam menafsirkan data hasil belajar itu dapat dipergunakan criterion-referenced atau norm-referenced (PAP atau PAN). Kalau kita mempergunakan (PAP) dengan berasumsi bahwa instrumen evaluasi atau soal yang kita pergunakan telah dikembangkan dengan memenuhi syarat, cara yang kita tempuh sebagai berikut:
a.       Tetapkan angka nilai kualifikasi minimal yang dapat diterima sebagai batas lulus
b.      Kemudian bandingkan angka nilai (prestasi) dari setiap siswa dengan angka nilai batas lulus tersebut. Catatlah siswa-siswa mana yang nilai prestasinya berada di bawah batas lulus, sudah dapat diduga sebagai siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya.
c.       Himpunlah semua siswa yang angka nilai prestasinya di bawah nilai batas lulus tersebut, kesemuanya mungkin akan merupakan mayoritas, fifty-fifty, atau minoritas dibandingkan keseluruhan populasi kelompoknya.
  1. Melokalisasi Letaknya Kesulitan Belajar (Permasalahan)
Setelah kita menemukan kelas atau individu siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar maka persoalan selanjutnya yang perlu kita telaah adalah:
a.       Dalam mata pelajaran manakah kesulitan itu terjadi.
b.      Pada kawasan tujuan belajar yang manakah kesulitan itu terjadi.
c.       Pada bagian bahan yang manakah kesulitan itu terjadi.
d.      Dalam segi-segi proses belajar manakah kesulitan itu terjadi.

C.    Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Merupakan Penyebab Kesulitan Belajar
Burton (1952:633-640), faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat dikatagorikan secara sederhana ke dalam dua katagori, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri anak dan di luar diri anak (siswa):
  1. Faktoi-faktor yang terdapat dalam diri siswa antara lain:
a.       Kelemahan secara fisik
Kelemahan secara fisik seperti:
1)      Suatu pusat susunan syaraf tidak. berkembang secara sempurna karena luka atau cacat, atau sakit sehingga sering membawa gangguan emosional.
2)      Panca indera (mata, telinga, alat bicara dan sebagainya) mungkin berkembang kurang sempurna, atau sakit (rusak) sehingga menyulitkan proses interaksi secara efektif.
3)      Ketidakseimbangan perkembangan dan reproduksi secara berfungsinya kelenjar-kelenjar tubuh sering membawa kelainan-kelainan perilaku (kurang terkoordinasikan dan sebagainya).
4)      Cacat tubuh atau pertumbuhan yang kurang sempurna, organ dan anggota-anggota badan (tangan, kaki, dan sebagainya) sering pula membawa ketidakstabilan mental dan emosional.
5)      Penyakit menahun (asma, dan sebagainya) menghambat usaha-usaha belajar secara optimal.
b.      Kelemahan-kelemahan secara mental (baik kelemahan yang dibawa sejak lahir maupun karena pengalaman) yang sukar diatasi oleh individu yang bersangkutan dan juga oleh pendidikan, antara lain:
1)      Kelemahan mental (taraf kecerdasannya memang kurang)
2)      Tampaknya seperti kelemahan mental, tetapi sebenarnya kurang minat, kebimbangan, kurang usaha, aktivitas yang tidak terarah, kurang semangat (kurang gizi, kelelahan atau overwork) kurang menguasai keterampilan, dan kebiasaan fundamental dalam belajar.
c.       Kelemahan-kelemahan emosional antara lain:
1)      Terdapatnya rasa tidak aman (unsecurity)
2)      Penyesuaian yang salah (maladjustment) terhadap orang-orang, situasi, dan tuntutan-tuntutan tugas dan lingkungan.
3)      Tertekan rasa phobia (takut, benci, antipati) mekanisme pertahanan diri.
4)      Ketidakmatangan (immaturity).
d.      Kelemahan-kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap-sikap yang salah antara lain:
1)      Tidak menentu dan kurang menaruh minat terhadap pekerjaan-pekerjaan sekolah.
2)      Banyak melakukan aktivitas yang bertentangan dan tidak menunjang pekerjaan-pekerjaan sekolah, menolak, atau malas belajar.
3)      Kurang berani dan gagal untuk berusaha memusatkan perhatian.
4)      Kurang kooperatif dan menghindari tanggung jawab.
5)      Malas, tidak bernafsu untuk belajar.
6)      Sering bolos dan tidak mengikuti pelajaran.
7)      Nervous.
e.       Tidak memiliki keterampilan-keterampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan, seperti:
1)      Ketidakmampuan membaca, berhitung, kurang mengetahui pengetahuan dasar untuk suatu bidang pelajaran yang sedang diikutinya secara sekuensial.
2)      Memiliki kebiasaan belajar dan cara bekerja yang salah.
  1. Faktor-faktor yang terletak di luar diri siswa (situasi sekolah dan masyarakat) antara lain:
a.       Kurikulum yang seragam (uniform), bahan dan buku-buku (sumber) yang tidak sesuai dengan tingkat-tingkat kematangan dan perbedaan-perbedaan individu.
b.      Ketidak sesuaian standar administrasif (Sistem pengajaran), penilaian, pengelolaan kegiatan dan pengalaman belajar mengajar, dan sebagainya.
c.       Terlau berat beban belajar (siswa) dan atau mengajar (guru).
d.      Terlalu besar populasi siswa dalam kelas, terlalu banyak menuntut kegiatan diluar dan sebagainya.
e.       Terlalu sering pindah sekolah atau program, tinggal kelas, dan sebagainya.
f.       Kelemahan dari system belajar mengajar pada tingkat-tingkat pendidikan (dasar/asal) sebelumnya.
g.      Kelemahan yang terdapat dalam kondisi rumah tangga (pendidikan, status sosial ekonomi, kebutuhan/keluarga, besarnya anggola keluarga, tradisi dan kultur keluarga, ketentraman dan keamanan, sosial psikologis dan sebagainya.
h.      Terlalu banyak kegiatan di luar jam pelajaran sekolah atau terlalu banyak kegiatan ekstrakurikuler.
i.        Kekurangan makan (gizi, kalori, dan sebagainya).

Cara yang dapat kita tempuh untuk menghimpun berbagai informasi guna menemukan sumber kelemahan belajar itu secara definitive, tentu dapat bermacam-macam jalan kita gunakan antara lain:
a.       Untuk membuktikan bahwa kelemahan itu bersumber pada kelemahan kemampuan dasar belajar (intelegensi atau bakat) maka cara yang paling tepat ialah:
§  Mengadakan tes intelegensi sehingga diperoleh indeks atau ukuran tingkat kecerdasan (IQ).
§  Mengadministrasikan tes bakat (aptitude tes) sehingga ditemukan pula indeks atau ukuran kecenderungan bakatnya.
§  Analisis catatan prestasi belajarnya secara histories-komparatif.
b.      Untuk membuktikan kelemahan yang ternyata bukan bersifat potensial, dapat dipergunakan pada berbagai teknik pendekatan, antara lain:
§  Inventory   (daftar cek, checklist)   untuk   mendeteksi   kebiasaan-kebiasaan belajar yang salah;
§  Skala sikap (attitude rating scale) untuk mendeteksi sikap-sikap belajar yang salah;
§  Observasi terarah untuk mendeteksi pola-pola performance siswa dan guru di dalam situasi yang aktual;
§  Analisis respon siswa dalam interaksi belajar mengajar di kelas atau wawancara khusus dengan siswa;
§  Analisis hasil pekerjaan tertulis (written product analysis) seperti lembaran pekerjaan suatu tes/dikte.
c.       Untuk mendapatkan data dan informasi lainnya yang bertalian dengan segi-segi kesehatan fisik atau psikisnya, latar belakang keluarga, penyesuaian sosial, dan sebagainya. Guru tentu dapat mengadakan kerjasama dengan wali kelas, guru pembimbing (konselor, dokter) sehingga kesimpulan dan tafsiran yang dapat kita tank lebih lengkap dan meyakinkan, baik bagi siswa maupun bagi orang tuanya atau pihak berkepentingan.

D.    Mengambil Kesimpulan dan Membuat Rekomendasi Pemecahannya
Berdasarkan hasil diagnostik, kita hendaknya (1) menarik kesimpulan umum/meskipun hanya secara tentatif, (2) membuat perkiraan apakah masalah itu mungkin untuk diatasi, selanjutnya (3) memberikan saran tentang kemungkinan cara mengatasinya.
  1. Kasus Kelompok
a.       Kesimpulan tentatif
§  Kasus dan permasalahannya
§  Sumber dan faktor penyebab kesulitannya
b.      Perkiraan (estimasi) dan saran kemungkinan cara pemecahannya
§  Kemungkinan dapat tidaknya kesulitan itu diatasi
§  Memperhatikan alternative kesimpulan (mayoritas, fifty-fifty atau minotitas)
§  Beberapa kemungkinan dapat diatasinya sangat bergantung kepada sifat dan jenis kemungkinan.
  1. Kasus Individual
  2. Rekomendasi bagi pelaksanaan pemecahannya
Alternatif pemecahan masalah itu lebih bersifat remedial teaching sedangkan kalau masalah alternatif pemecahannya disarankan lebih bersifat counselling atau psychoteraphy atau medical treatment maka tugas guru hanya membuat referral.
Baik dalam rekomendasi atau referral, seyogyanya tercantum secara lengkap singkat hal-hal sebagai berikut:
a.       Deskripsi singkat identitas kasus
b.      Deskripsi singkat disertai data atau informasi yang selengkap dan seakurat mungkin tentang jenis dan sifat permasalahannya.
c.       Deskripsi   singkat   hasil   diagnosis   atau   sumber   dan   faktor   yang menyebabkan kesulitan tersebut.
d.      Hasil kesimpulan, perkiraan, serta alternatif tindakan yang disarankan untuk mengatasinya.
e.       Hal-hal   lain   yang   dianggap   sangat  penting   dan  bermanfaat  bagi pemecahannya.


E.     Permasalahan Kesulitan Belajar Anak-anak Usia Dini
Permasalahan kesulitan belajar anak-anak usia dini yang sering kita temui terbagi/tergolong atas 2 sifat antara lain:
  1. Masalah yang bersifat umum sering terjadi
a.       Tidak patuh
b.      Temprament
c.       Perilaku agresif (menyerang)
d.      Perilaku yang menarik diri
e.       Perilaku yang impulsive
f.       Perilaku yang terlalu aktif
  1. Masalah karena adanya kebutuhan khusus
a.       Gangguan fisik, motorik atau sensori
§  Gangguan penglihatan
§  Gangguan cllumsi
§  Gangguan pendengaran
b.      Gangguan emosi dan perilaku
c.       Gangguan sosial
d.      Gangguan komunikasi
e.       Kesulitan belajar spesifik
§  Kesulitan dalam membaca (dyslexia)
§  Kesulitan dalam menulis (dysgraphin)
§  Kesulitan dalam menghitung (dyskalkula)
§  Kesulitan motor persepsual (dyspraxia)
F.     Latar Belakang dan Penyebab Hiperaktif
Anak hiperaktif bisa saja disebabkan dari sikap orang tua yang membesarkan mereka. Kalau orang tua memakai teknik pengurusan yang tidak efektif tidak konsisten atau dirumah kurang ada disiplin yang semestinya seringkali anak berperilaku berlebihan. Misalnya anak dapat menghindari kewajiban dan tanggung jawab yang tidak menyenangkan atau memperdaya anak lain agar sebagian besar kebutuhan terpenuhi. Anak juga mengatur diri sendiri di rumah dan lebih berkuasa daripada orang tuanya. Anak hiperaktif bisa saja disebabkan oleh kerusakan pusat saraf walaupun juga dapat disebabkan oleh tekanan batin dan kelelahan. Tetapi anak hiperaktif itu sendiri tidak semuanya disebabkan oleh adanya kerusakan otak. Kerusakan otak ini dapat dilihat dari banyaknya tindakan yang aneh termasuk gerakan dan kegiatan yang kacau yang dilakukan oleh seseorang yang hiperaktif. Ia tidak mampu menyimpan apa yang ada didalam pikirannya sendiri, ia berkomat-kamit mengutarakan buah pikirannya yang paling dalam sehingga membuat malu dan mengagetkan semua orang yang berada didekatnya. Akan tetapi ada satu kesulitan akademis lain yang juga lazim ditemukan antara anak-anak yang hiperaktif yaitu kesulitan melihat dan memahami. Seorang akan mungkin saja memiliki penglihatan yang betul-betul normal namun tidak memahami lambang-lambang dan cetakan dengan tepat. Dengan kata lain kedua matanya mungkin saja normal tetapi otaknya tidak mengolah tanda itu sebagaimana mestinya.
Kebiasaan makan yang  salah  dapat juga merusak  tubuh  dan dapat juga dihubungkan dengan hiperaktif. Mereka juga sensitif terhadap makanan tertentu, seperti cokelat, jagung, telor ayam, susu kedelai, daging, gula dan gandum. Dan secara medis alergi makanan juga menyebabkan hiperaktif. Beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif adalah:
1.      Pemanjaan
Pemanjaan juga dapat disamakan dengan memperlakukan anak dengan terlalu manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, dan sebagainya. Anak yang perlu dimanja itu sering memilih caranya sendiri agar terpenuhi kebutuhannya. Ia akan memperdaya orang tuanya untuk memperoleh apa yang diinginkannya serta kurang disiplin yang diberikan oleh orang tua kepada anak tersebut. Cara seperti itulah yang akan membuat anak untuk berbuat sekehendak hatinya.
Anak jangan dimanjakan kalau tahu bahwa penyebab hiperaktifnya karena masalah biologis. Orang itu harus bertahan dengan peraturan yang telah diberikan dan menuntut anak agar mentaatinya. Tunjukkan dengan mantap akan wibawa bahwa orang tua ingin ditaati oleh anak-anaknya supaya pernyataan ini juga memberikan rasa aman kepada anak. Sikap bertahan ini bukan berarti kejam, keras diktator, atau berhati baja, tetapi sebaliknya justru untuk membina dan mengajar anak tentang apa yang harus mereka lakukan. Anak manja biasanya sulit bergaul dengan teman sebaya karena ingin menang sendiri dan tidak punya tanggungjawab, mengalami kesulitan di sekolah karena berbuat sesuka hatinya dan tidak mematuhi peraturan kelas, sering membantah, dan hanya perbuat sesuai keinginannya.
2.      Kurang Disiplin dan Pengawasan
Anak yang kurang disiplin dan pengawasan ini akan berbuat sesuka hatinya, sebab perilakunya kurang dibatasi, dan apa yang dilakukan oleh anak tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dari orang tua. Jika anak berbuat seperti itu maka anak tersebut akan berbuat sesuka hatinya di tempat lain.
3.      Orientasi Kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi kesenangan umumnya akan memiliki ciri hiperaktif secara sosio-psikologis dan harus dididik agar berbeda, dan mau mendengarkan dan menyesuaikan diri. Anak yang mempunyai orientasi kesenangan ingin memuaskan kebutuhan atau keinginan sendiri. Ia lebih memperhatikan kesenangan yang berasal dari perilakunya daripada menggubris hukumannya. Anak hiperaktif ini dalam melakukan sesuatu lebih dulu berpikir sebelum berbuat, namun hal seperti itu tidak selalu benar, Ia melakukan hal seperti itu karena keinginannya harus terjadi.

G.    Pengaruh yang Menyebabkan Anak Menjadi Hiperaktif
1.      Pengaruh Keluarga
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama, oleh karena itu orang tua adalah pendidik yang pertama. Setiap orang tua yang memiliki anak hiperaktif kadang-kadang akan mengalami pergumulan yang hebat dalam pikirannya. Di satu sisi orang tua juga akan merasa jengkel dengan kekacauan yang ditimbulkan oleh anak hiperaktif dan di satu sisi lain, mereka juga memiliki rasa empati dan kasih sayang untuk anaknya. Setiap perilaku yang tidak dapat diterima harus dicegah dan diberikan suatu bimbingan ke anak hiperaktif sesuai dengan kebenaran. Perlu adanya kesabaran dalam diri orang tua dan pendidik dalam mendidik anak hiperaktif walaupun harus dilakukan berulang-ulang. Dalam menghadapi anak hiperaktif yang diperlukan adalah sikap bijaksana dari semua pihak. Guru dan orang tua harus memahami keadaannya dan membimbingnya dalam melakukan beberapa aktivitas.
2.      Pengaruh Lingkungan
Pengaruh lingkungan bagi anak hiperaktif ini kurang disukai oleh lingkungan khususnya teman-teman sebayanya, karena di dalam diri anak itu ada jiwa ingin mengepalai, menguasai dan menjadi pemimpin antara teman-temannya yang lain. Anak dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan pergaulannya. Untuk itulah diperlukan perhatian khusus dari orang tua maupun pendidik di dalam mengatasinya dalam lingkungan yang labil, tidak tetap, perilaku anak hiperaktif akan meningkat. Makin tertib dan terencana suatu lingkungan dan perilaku keluarga, anak-anak hiperaktif akan makin mereda dan mau mendengarkan, serta disiplin pun makin efektif. Lingkungan yang tertib pertama-tama berpusat pada konsistensi orang tua dalam mengurus anak-anak mereka.
3.      Pengaruh Sekolah
Kesukaran yang dihadapi anak hiperaktif di dalam kelas adalah sukarnya mereka belajar. Anak ini belajar dengan cepat dan mudah, tetapi lebih suka belajar lewat saran-saran kreatif dari pada perintah. Makanya ia berbuat sekehendak hatinya di kelas, cepat bosan dengan tugas-tugas rutin dan tidak mau menyelesaikan tugas yang sudah diketahuinya. Ia juga menimbulkan kesulitan di kelas, sebab tugasnya lebih cepat selesai daripada murid-murid yang lain. Rentang perhatian anak hiperaktif sangat sempit sehingga untuk konsentrasi dalam memusatkan perhatiannya cepat hilang dan anak tidak pernah menerima informasi. Akibatnya kalau anak ditanya oleh guru di dalam kelas, tidak cepat menjawab dan guru akan menganggap anak itu bingung.

H.    Hiperaktif pada Anak Menurut Tinjauan Didaktis
Secara umum hiperaktivitas ditunjukkan kepada gerakan-gerakan tubuh yang dilakukan seorang anak secara berlebihan. Hambatan yang tampil adalah dalam masalah sosial, akademik, dan okupasi. Hiperaktif yang tampil di dalam proses belajar mengajar ditandai oleh beberapa perilaku, yaitu:
1.      Melakukan sesuatu yang tidak terarah, tanpa tujuan dan tidak produktif.
2.      Sering tidak berhasil menyelesaikan tugas yang disebabkan dilakukannya aktivitas secara berlebihan.
3.      Jarang dapat bertahan duduk, gerakan anak yang tergolong hiperaktif tampak selalu berlari.
Proses belajar mengajar pada anak hiperaktif sebaiknya menghindari kecenderungan untuk menghukum sikap negative karena pemberian hukuman hanya akan membuat anak mengulangi kembali kesalahan yang sama, Ada pendekatan lain yaitu dengan memberikan motivasi pada anak belajar untuk mengubah perilaku negatif menjadi positif.
Prinsip-prinsip Pemberian Motivasi
  1. Prinsip Positif
Selesaikan hanya satu masalah dalam satu tahap (bertahap), mulai dari yang mendasar (misalnya: anak tetap duduk tenang) setelah berhasil dapat dikembangkan ke aspek lain. Berikan pujian atau komentar positif untuk perilaku positif.
  1. Reinforcement (penguatan) yang positif
a.       Gunakan penguatan/pujian untuk mendapat perilaku baru. Saat perilaku baru sudah terbentuk, alihkan pemberian pujian untuk perilaku lain yang akan dicapai.
b.      Pusatkan seluruh penguatan pada satu/paling banyak dua perilaku yang saling berhubungan dalam saat yang sama.
c.       Berikan penguatan sederhana serta nilai yang dapat dikumpulkan dalam waktu tertentu dan dapat diproses bersama anak.
d.      Buat catatan dari kemajuan anak, misalnya: lamanya anak duduk.
e.       Berikan penguatan yang bervariasi, sebuah penguatan yang sama bila dilakukan berulang-ulang akan menghilangkan efektivitasnya.
f.       Jangan lupa memuji pujian terhadap perilaku yang positif, akan membuat anak memiliki kesenangan intrinsik yang muncul dari dalam anak untuk dapat melakukan secara positif.
g.      Berikan penghargaan segera setelah perilaku yang diharapkan muncul.





DMC