BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengajar yang dilaksanakan di Sekolah Dasar pada saat ini adalah system klasik. Dengan system klasik, kecepatan pengajaran dilaksanakan berdasarkan perkiraan kecepatan rata-rata siswa. Dengan demikian, akan ada siswa yang merasa bahwa pengajaran yang dilakukan oleh guru terlalu cepat, yaitu siswa yang lambat dalam belajar. Sebaliknya, ada pula siswa lain yaitu siswa yang cepat dalam menerima pelajaran yang merasa bahwa pengajaran yang dilakukan oleh guru terlalu lambat. Siswa yang lambat dalam belajar akan bingung, sedangkan siswa yang cepat dalam belajar akan merasa bosan. Kedua kelompok siswa tersebut, yaitu siswa yang cepat dalam belajar Matematika dan siswa yang lambat perlu mendapatkan perhatian. Siswa yang cepat dalam belajar memerlukan kegiatan yang lebih dari kegiatan siswa umum. Sebaliknya, siswa yang lambat dalam belajar memerlukan bantuan untuk menuntaskan hasil belajarnya. Cooperative learning merupakan alternative pengajaran yang dapat mengatasi permsalasan tersebut. Dengan cooperative learning, siswa yang pandai diberi kesempatan untuk menghabiskan waktunya dengan cara membantu siswa yang kurang pandai. Sebaliknya, siswa yang kurang pandai akan bertambah pemahamannya karena mendapat bimbingan dari temannya yang lebih pandai.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini berisi batasan masalah menganai bagaimana cara mengajar Matematik dengan model cooperative learning beserta karakteristiknya. Selain itu, dibahas pula beberapa tipe pendekatan dalam pembelajaran dalam pembelajran model cooperative learning.
1.3 Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan agar kita sebagai calon guru mengetahui cara mengaplikasikan model cooperative learning dalam pembelajarn Matematika. Selain itu juga, kita dapat memahami bahwa model pembelajaran cooperative learning sangat baik untuk memecahkan permasalahan mata pelajaran dengan cara berkelompok dan hasil yang dicapai terbukti optimal karena setiap siswa ikut andil dalam kerja kelompoknya tanpa terkecuali.
BAB II
MODEL COOPERATIVE LEARNING
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
2.1 Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran ini termasuk pada model pembelajaran yang berbasis kontruktivisme, terutama kontruktivisme social dari Vygotsky. Seperti halnya Piaget, Vygotsky berpendapat bahwa siswa membentuk sendiri pengetahuan. Pengetahuan siswa bukanlah kopi dari apa yang mereka temukan di dalam lingkungan, tetapi belajar hasil dari pikiran dan kegiaran siswa sendiri, dengan bantuan alat bahasa. Kedua ahli tersebut berbeda dalam cara memperhatikan pertimbangan pengetahuan dan pemahaman anak tentang dunia sekitar, Piaget lebih memberikan tekanan pada proses mental anak dan Vygotsky lebih menekankan pada peran pengajaran dan interaksi social pada perkembangan pengetahuan (How & Jones, 1993).
Paparan berikut adalah elaborasi dari Yusuf (2003) tetang Vygotsky. Menurutnya, sumbang penting yang diberikan Vygotsky dalam pembelajaran adalah konsep zone of proximal development (ZPD) dan seaffolding. Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada dalam zone of proximal development. (ZPD) adalah tingkah perkembangan sedikit diatas tingkah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky lebih yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam kerjasama atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap ke dalam inidividu tersebut (Slavin, 1994). Sedangkan konsep scaffolding berareti memberikan kepada siswa sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian mengurangi bantuan tersebbut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar tangan segera setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1994).
Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan (Howe dan Jones, 1993). Pertama, adalah perlunya tatanan kelas dan bentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi disekitar tugas-tugas yang sulit adan saling munculkan strategi- strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD mereka. Kedua, pendekatan Vygorsky dalam pembelajaran menekankan seaffolding, dengan semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri. Ringkasnya, menurut teori Vygotsky, siswa perlu belajar dan bekarja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan pembelajaran.
2.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan faham kontruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran Kooperatif, belajr dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahalan pelajaran.
Menurut Thompson, et al. (1995), pembelajaran kooperatif turut menambah unsure-unsur interaksi social pada pembelajaran Matematika . di dalam kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil yang saling membantu satu sam lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksudnya kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan sisiwa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakngnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusu agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk dikerjakan . selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).
2.3 Ciri Pembelajaran Kooperative (Cooperative Learning)
Beberapa cirri dari pembelajaran cooperative adalah:
a. Setiap siswa memiliki peran
b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antaranya siswa
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya.
d. Guru, membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok.
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993).
2.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Tujuan pembelajaran kooperatif Adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan berkelompok (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapaiu setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et. Al (2000) dalam Yusuf (2003), yaitu
a. Hasil belajar Akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun beragam tujuan social, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukan bahwa struktur penghargaan kooperatif meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping itu, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelolompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
a. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Artinya penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas social, kemampuan, dan ketidak mampuannya. Pembelajaran ini memberi eluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dab melalui struktura penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai saru sama lain,
b. Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan social penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
2.5 Keterampilan Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif tersebut antara lain keterampilan tingkah laku awal, menengah dan mahir sebagai berikut sebagai berikut:
a. Keterampilan Kooperatif tingkat awal
1. Menggunakan kesepakatan : yang dimaksud dengan menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja dalam kelompok.
2. Menghargai kontribusi:
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan anggota lain. Hal ini berarti harus selalu setuju dengan anggota lain.
3. Mengambil giliran dan berbagi tugas
Artinya bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan tugas / tanggung jawab tertentu.
4. Berada dalam tugas
Maksudnya adalah setiap anggota tetap dalam keompok kerja sama kegiatan berkelangsungan,
5. Berada dalam tugas
Maksudnya adalah meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.
6. Mendorong partisipasi
Berarti mendorong semua anggota kelompok untuk meberikan kontikusi terhadap tugas kelompok.
7. Mengundang orang lain
Maksudnya adalah meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisifasi teradap tugas.
8. Melaksanakan tugas dalam waktunya
9. Menghormati perbedaan individu
Berarti bersikap menghormati terhadap perbedaan budaya, suku, ras, atau pengalaman dari semua siswa atau peserta didik.
b. Keterampilan tingkat menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukan penggargaan dan simpat , mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara dapat diterima, mendengar dengan arif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan, menghormati, dan mengurangi ketegangan.
a. Keterampilan tingkat mahir
Keterampilan tingkat mahir melipitu mengelaborasikan memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menerapkan tujuan dan berkompromi.
Urutan langkah-langkah perilaku guru mneurut model pembelajaran kooperatif yang diuaraikan oleh arends (1997) dalam Yusuf (2003) sebagai berikut:
Fase
|
Kegiatan Guru
|
Fase I :
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
|
Fase 2 :
Menyajikan Informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada semua siswa baik dengan peragaan (demontrasi) atau teks.
|
Fase 3 :
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
|
Guru menjelaskan siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien.
|
Fase 4 :
Membantu kerja kelompok dalam belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
|
Fase 5 :
Mengetes materi
|
Guru mengetes materi pelajaran atau kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka
|
Fase 6
Memberikan penghargaan
|
Guru memberikan cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
|
2.6 Empat Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
A. STAD (Student Teams Acchievement Divion)
Model STAD ini dikembangkan leh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas Hohn Hopkin. Model STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.
Inti dari STAD ini adalah guru menyampaikan suatu materi, kemudia para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaanya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru.
Dalam pembelajaran kooperatif teife STAD, materi dirancang untuk pembelajaran kelompok, siswa secara kolaborasi mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dalam bentuk LKS. Setiap anggota kelompok saling membantu dan bertanggung jawab atas eberhasilan tugasnnya masing-masing sehingga semua anggota kelompok dapat mempelajari materi dengann tuntas.
Guru menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.
Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4 – 5 orang. Setiap kelompok harsulah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, dari berbagai suku, dari yang memiliki kemampuan bervariasi, mulai dari rendah, sedang, sampai yang berkemampuan tinggi.
Anggota tim menggunakan lembat kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, dan kemudian saling membantu satu sama lain dan atau berdiskusi. Setiap minggu atas setiap dua minggu siswa diberi skor perkembangan, skor perkembangan ini berdasarkan pada seberapa jauh skor itu mutlak siswa. Setiap minggu akan diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang skor sempurna pada kuis. Seluruh tim yang mencapai criteria tertentu kadang-kadang dicantumkan dalam lembar itu.
B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Pendekatan Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer kagen dan Kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi pada penekanan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh kagen ini dimaksudkan sebagai alternative terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa berkerja salang membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatiof, dari pada penghargaan individual.
Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan ini akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan social atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang terkenal adalah think-pair-share dan numbered-head-together, yang dapat digunakan oleh guru utnuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial.
C. Model Pebelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok mengking model pembelajaran kooperatif yang paling komplek dan paling sulit untuk diterapkan model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topic y ang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan strusktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5/6 siswa yang heterogen dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topic tertentu. Selanjutnya siswa meilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topic yang dipilihkan itu, selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada kelas.
D. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson, dkk di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan sebagai materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Kelompok pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketutasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebbut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1998).
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari siswa dengan kemampuan, asal dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok ahli adalah kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topic tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yangberhubungan dengan topiknya untuk kemudian di jelaskan kepada anggota kelompok asal.
Untuk pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, disusun langkah-langkah pokok sebagai berikut:
- pembagian tugas
- pemberian lembar ahli
- mengadakan diskusi
- mengadakan kuis
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan faham konstrukstivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan system kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Ada empat pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yaitu STAD, Jigsaw, Investigasi kelompok , dan pendekatan structural. Dari semua pendekatan tersebut pada dasarnya sama yaitu lebih mengutamakan kerja sama kelompok, akan tetapi dalam pengelompokan tugas pendekatan-pendekatan tersebut berbeda.
3.2 Saran
Di era globalisasi sekarang ini, sudah seharusnya ranah pendidikan di Negara kita tidak ketinggalan dari Negara yang lainnya. Hal ini menjadi cambu bagi insane pendidikan khususnya guru untuk meningkatkan kepropesionalnya dalam mengajar. Dengan pemaparan dapat dijadikan acuan bagi guru dalam pemberian materi pelajaran dikelas. Suasana belajar yang aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan harus diciptakan oleh guru untuk mencapoai hasil belajar yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
- Hendri, Mulyana E, 2008, Pendidikan dan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar. Universitas Pendidikan Indonesia.
- Suherman, Ar E, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
- Suwangsim Erba. 2006, Model Pembelajaran Matematika, Bandung: UPI press.
- http:// www.google.co.id/ Diantara Yasa/ Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
- Http://marhamahrf.wordpress.com /2008/04.03.cooperatif learning
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat-Nya makalah ini bias terselesaikan. Shalawat beserta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw yang menjadi suri tauladan bagi umatnya.
Terima kasih, kami ucapkan kepara Bapak Dindin Abdul Muiz Lidinillah, S.Si.,SE. selaku dosen mata kuliah Model Pembelajaran Matematika yang telah banyak membimbing kami dalam penyelesaian maklah ini. Tidak lupa , rasa terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dari awal sampai akhir penyusunan.
Tak ada gading yang tak retak. Begitulah sebuah peribahasa bijak yang melukiskan keberadaan makalah ini. Dengan ketidak sempurnaanya, mudah-mudahan makalah ini bias bermanfaat bagi penyusun bahkan pembaca yang menjadikannya sebagai literature dalam proses belajar pada umumnya. Sumbangsih kritik dan saran, penyusun harapkan sebagai referensi koreksi untuk perbaikan maklah dimasa yang akan akan datang.
Tasikmalaya, Februari 2009
Penyusun