CONTOH MAKALAH PERMASALAHAN ANAK TK



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Rasionalitas / Latar Belakang Masalah
Pada umumnya orang tua merasa bangga bila melihat anaknya tumbuh dengan normal, cerdas, tidak cengeng, suka bergaul dengan teman sebayanya. Dan ada keberanian berbicara dihadapan teman-temannya. Tetapi hati orang tua sungguh sangat kecewa bila anaknya penakut, tidak bergaul, pasif, dan berbicara gagap di hadapan teman-temannya.
Perasaan takut dapat berakibat negatif bila menimbulkan perasaan-perasaan yang menegangkan. Sebetulnya rasa takut itu dibutuhkan oleh anak agar anak tahu mana hal yang berbahaya dan mana yang tidak, sehingga anak dapat melindungi dirinya dari keadaan bahaya tersebut. Menurut Helen Ross pada Simajuntak 1984, perasaan takut adalah suatu perasaan yang pokok dan begitu erat hubungannya dengan harkat mempertahankan diri dari bahaya yang berasal dari luar. (orang lain, binatang maupun benda-benda yang membahayakan).
Rasa takut juga dapat terjadi karena peniruan terhadap guru orang tua atau temannya. Karena itu dalam mendidik anak, jangan menggunakan cara-cara yang menimbulkan rasa takut pada anak. Rasa takut juga dapat menjadi berlebihan bila disertai ancaman atau hukuman. Oleh karena itu mengancam dan menghukum hendaknya dihindari. Pembiasaan dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan berperan penting dalam menimbulkan rasa takut, seperti cerita-cerita, gambar-gambar dan acara di Televisi atau radio dengan unsur-unsur yang menakutkan. Biasanya reaksi pertama anak pada rasa takut adalah panik, baru kemudian  diikuti dengan lari menghindar, bersembunyi atau menangis. Contoh, anak yang pernah menontoh Film drakula di Televisi, setelah beberapa lama anak tidak berani melihat benda-benda yang berwarna merah karena dalam Film drakula tersebut kamar drakula berwarna merah. Bila anak masuk ke kamarnya dan disana ada benda berwarna merah anak akan menjerit dan tidak tidur di kamar itu.

1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya guru dalam menangani anak yang penakut?
Permasalahan di atas dapat dijabarkan secara rinci menjadi faktor-faktor permasalahan tersebut, yaitu :
1.      Faktor Fisik
2.      Faktor Psikis
3.      Faktor Lingkungan

1.3   Tujuan
Tujuan pokok penulisan makalah ini adalah ingin mengetahui faktor-faktor penyebab rasa takut pada anak dan upaya guru dalam menangani anak yang penakut.
Secara rinci tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1.      Ingin mengetahui rasa takut yang disebabkan oleh faktor fisik
2.      Ingin mengetahui rasa takut yang disebabkan oleh faktor psikis
3.      Ingin mengetahui rasa takut yang disebabkan oleh faktor lingkungan
4.      Mendeskripsikan guru dalam menanggulangi anak yang penakut.

1.4   Manfaat
Hasil penelitian ini dapat digunakan :
a)      Sebagai salah satu acuan dalam upaya guru menanggulangi rasa takut anak
b)      Dapat memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman kepada guru dalam memecahkan permasalahan pembelajaran dan pengasuhan anak

1.5   Penjelasan Istilah
a)      Upaya adalah memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya
b)      Guru adalah orang yang pekerjaannya (profesinya) mengajar
c)      Anak yang dimaksud disini adalah murid TK.


BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1    Pengertian Permasalahan Anak TK
Perasaan takut adalah suatu perasaan yang pokok dan begitu erat hubungannya dengan harkat mempertahankan diri. “misalnya mempertahankan diri dari bahaya yang berasal dari luar. (orang lain, binatang maupun benda-benda yang membahayakan). Menurut Helen Ross pada Simajuntak, 1984”.
Di dalam ketakutan anak mengatakan “isi yang terbuka” dan “isi yang tertutup”. Dua orang anak mengatakan bahwa, mereka takut kepada anjing; barangkali bagi anak yang satu, apa yang dimaksudkannya dengan kata “anjing” itu berupa dua ekor anjing tertentu yang benar-benar ada, yang dipunyai oleh tetangganya misalnya, yang betul-betul merupakan binatang yang berbahaya. Sedangkan bagi anak yang lain lagi, mungkin kata “anjing” itu dipergunakannya sebagai lambang saja, karena ia merasa selalu tidak tentram setiap kali di dekatnya ada seekor anjing atau setiap kali terlintas dalam pikirannya, mungkin akan dijumpai seekor anjing, walaupun pengalaman-pengalaman yang ada padanya jelas-jelas memperlihatkan bahwa, anjing tertentu ini atau tertentu itu sama sekali tidak berbahaya. Jadi, kalau anak ini berkata, bahwa ia takut  terhadap anjing, maka enggan pernyataannya ini ia memang menyatakan sesuatu yang benar. Namun apa yang dinyatakannya itu belum lagi merupakan seluruh kebenaran yang ada, karena apa yang menyebabkan rasa takut ialah apa yang dilambangkan oleh anjing itu dan bukan bahaya lahiriah yang terdapat pada anjing tersebut (menurut Prof. Jersild).
Kejadian phobia pada anak-anak sukar ditentukan, karena batasan hobia sendiri masih belum jelas. Seorang anak mungkin takut di ayunkan tanpa merasa takut ayunannya. Ia mungkin takut pada anjing yang berdiri di kejauhan (menurut Dr. Penelope Leach)
Rasa takut mempunyai nilai positif dan negatif. Dalam hal ini seorang individu akan melindungi dirinya dari keadaan bahaya, ini sifatnya positif. Rasa takut yang positif juga termasuk takut karena memang ada bahaya yang mau dihindarkan. Misalnya, hukuman, dan kehilangan  kasih sayang orang yang dicintai seseorang. Jadi rasa takut yang positif ini merupakan pengendalian bagi keinginan-keinginan yang tidak pantas dan menjadi alat pembantu dalam melaksanakan tuntutan kehidupan sosial biasanya anak yang terlalu dilindungi oleh orang tuanya, mungkin karena sakit-sakitan sejak kecil demikian juga anak tunggal yang telah lama dinanti-nantikan, lebih banyak memperlihatkan rasa takut, sebagai suatu pencerminan dari pada kecemasan orang tua yang berlebih-lebihan, anak-anak ini mudah sekali terkejut dan takut, karena belum terlatih menghadapi suasana baru dan belum terbiasa bertindak sendirian menghadapi sesuatu masalah.
      


2.2    Jenis Permasalahan Yang Berkaitan Dengan Fisik, Psikis, dan Sosial
I.   Berkaitan dengan Keadaan FISIK
No.
Jenis Permasalahan
Identifikasi
Dugaan Penyebab
Rencana Educational Treatmen
Gangguan yang diderita
Gejala yang tampak
1
2
3
4
5
6
1.
Gangguan fungsi panca indra
1. Tunanetra
a.  Visual Infairmant
b.  Juling         
c.  Rabun
d.  Katarak
e.  Glaucoma

2.  Tunarungu
a.  Hearing Imapirment
b.  “Congek”
    
3. Tunawicara 
a.  Bisu
b.  Gagap


c.  Telor
d.  Nasal

…………
…………
…………
…………
…………
…………

…………
…………
…………

…………
…………
Tidak bisa bicara

…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………

…………
…………
…………

…………
…………
Takut di dekat guru

…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………

…………
…………
…………

…………
…………
Guru perlu pendekatan kepada anak
 …………
…………
2
Kesempurnaan
Fostur tubuh
Cacat tubuh
ü Cacat tubuh
a.  Cacat lengan kidal
b.  Cacat kaki
ü Lumpuh
ü Kerempeng
ü O - binen
ü X - binen

…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
3.
Cacat wajah
ü Sumbing
ü Tongos
ü Bisulan
ü Legam Sebelah

…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
4.
Gangguan kesehatan
Mengidap penyakit
§  TBC
§  Folio
§  Atsma







…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
5.
Hiferaktif
Susah konsentrasi
§  Susah duduk tenang



§  Bergerak berlebihan
§  Impusivitas

Anak selalu duduk berdiri
Karena ada penyakit
Guru memberikan pelajaran kepada anak dengan cara berdiri
6.
Neuropath
Tidak tenang
Muka pucat
Faktor
Keturunan
Guru memberikan pelajaran dengan metode pendekatan

7.
Ngompol (enuresis)
§  Nocturnal
§  Divernal
…………
…………

…………
…………

…………
…………

8.
Buang air besar
(encofresis)
§  Tak terkendalinya “kebelet”
§  Tife kontinyu
§  Diskuting



…………

…………
…………

…………

…………
…………

…………

…………
…………

9.
Gagap (sullering)
Ingin bicara-bicara tidak ada dikatakannnya
Karena takut oleh guru
Guru terlalu kasar terhadap  anak

Dengan cara pendekatan
10.
Gangguan perkembangan bahasa
§  Reseftif
§  Ekspresif
§  Artikulasi
…………
…………
…………
…………
…………
…………

…………
…………
…………


II.   Berkaitan dengan PSIKIS
No.
Jenis Permasalahan
Identifikasi
Dugaan Penyebab
Rencana Educational Treatmen
Gangguan yang diderita
Gejala yang tampak
1
2
3
4
5
6
1.
Konsekuensi
Susah berkonsentrasi kemampuan berkonsentrasi rendah

Anak tidak memperhatikan guru

Guru kurang memperhatikan terhadap anak



Perlu adanya interaksi antara guru dan anak
2.
Intelegensi
a.  IQ rendah
b.  Debil
c.  Embisil
d.  Idiot
e.        Mongolisme
……………………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………

3.
Berbohong
a.  Berkhayal
b.  Membuat
Anak selalu memikir kan kejadi an yang belum  dialaminya
Faktor orang tua selalu memarahi terhadap anak
Orang tua atau guru perlu berbicara
Dengan anak apa adanya

4.
Emosi
a.  Takut



b.  Cemas
c.  Marah
d.  Irihati
e.  Cemburu
f.  Mudah tersinggung
g.  Sering sedih
Anak tidak akan tenang

…………
…………
…………
…………
…………
…………
Karena guru terlalu keras
…………
…………
…………
…………
…………
…………
Perlu pendekatan


…………
…………
…………
…………
…………
…………

III.   Berkaitan dengan Keadaan SOSIAL
No.
Jenis Permasalahan
Identifikasi
Dugaan Penyebab
Rencana Educational Treatmen
Gangguan yang diderita
Gejala yang tampak
1
2
3
4
5
6
1.
Tingkah laku
Agresif
a.  Mengganggu
b.  Merusak
c.  Menyerang
d.  Memaki
e.  Mencemooh           

…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
2.
Daya suai kurang
a.  Rendah hati
b.  Menyendiri
c.  Kurang peduli
d.  Pendiam

…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………

3.
Pemalu
a.  Hilang keberanian
b.  Enggan mencoba
c.  Tidak berani tampil
d.  Susah bergaul
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………

4.
Anak manja
a.  Penuh tuntutan
b.  Sering merengek
c.  Selalu ingin  dipenuhi keinginan
d.  Anak bungsu
e.  Anak sulung           
…………
…………
…………

…………
…………
…………
…………
…………

…………
…………
…………
…………
…………

…………
…………

5.
Negativisme
a.  Melawan orang tua guru
b.  “Cuek” nasehat atau perintah
c.  “Badung” “Bengal”
…………

…………

…………
…………

…………

…………

…………

…………

…………
6.
Prilaku berkuasa
a.  Aroganis
b.  Egois
c.  Superior
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………

7.
Prilaku merusak
a.  Destroyer
b.  Ngacak-ngacak
c.  Membongkar mainan
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………
…………

8.
Kesulitan belajar
a.  Hasil belajar rendah “Lower Level)
b.  Under Achivers”    
c.  “Slow Learner”
d.  Susah belajar
…………

…………
…………
…………
…………

…………
…………
…………
…………

…………
…………
…………



2.3    Permasalahan Anak yang Penakut
Takut menandakan adanya suatu bahaya yang mungkin terjadi dan memperingatkan kita supaya lebih waspada. Namun, acapkali seorang anak merasa takut tanpa alasan yang tepat, misalnya takut pada air. Barangkali saja perasaan takut ini timbul karena peristiwa tidak enak yang pernah dialaminya dulu, atau ia pernah ditakut-takuti sebelumnya. Akibatnya ia selalu menghindar dari air. Kalau hal ini terjadi pada anak, sebaiknya orang tua memberikan pengertian padanya dan jangan sekali-kali memaksanya atau menceburkannya ke dalam air. Ini akan mengakibatkan anak lebih takut lagi. Sangatlah keliru bila orang tua menganggap enteng sesuatu yang di takutkan anak.
Pada generasi-generasi yang tua dari pada generasi kita sekarang ini, salah satu tanda atau ciri bagi seorang pahlawan ialah bahwa ia tidak mengenal rasa takut. Sekarang ini kita mengakui, bahwa pahlawan semacam itu barangkali  tidak pernah ada. Setiap orang yang sadar akan adanya berbagai macam arus dalam kehidupan sendiri, serta yang sadar pula akan keadaan-keadaan yang terdapat dalam lingkungan hidupnya, tidak akan bisa melepaskan dirinya sama sekali dari rasa takut itu. Beberapa orang takut mengakui pada orang lain, bahwa dirinya sedang merasa takut dan ada pula beberapa orang yang dalam pikiran ialah suatu daerah dalam kehidupan mereka yang bisa dikatakan tertutup rapat bagi orang lain, tidak juga mau mengaku pada dirinya mereka sendiri bahwa mereka merasa takut. Orang-orang lain lagi, yang lebih memandang diri mereka sendiri dengan segenap kerendahan hati serta yang lebih berani menghadapi kenyataan tidak merasa perlu membohongi diri dari masalah ini. Mereka menerima kenyataan bahwa rasa takut atau ketakutan selalu menduduki, dan masih tetap menduduki tempat yang penting dalam kehidupan mereka.
Umumnya seorang anak takut pada suatu yang baru atau asing, dan datangnya secara  tiba-tiba. Mereka juga takut pada kegelapan, apalagi kalau tidak ada yang menemani. Reaksi  terhadap takut itu sendiri biasanya sama. Sehingga orangtua dengan mudah bisa menandai anak cenderung akan berlari pada orangtuanya jika ia merasa takut. Dan adapula yang bersembunyi ataupun menutup mukanya untuk menghindarkan diri dari situasi tersebut. Tapi, setiap anak umumnya akan menangis atau menjerit untuk meminta pertolongan dari orang tua.
Perasaan takut memang umum dipunyai seorang anak. Perasaan ini bisa di dapat dari kemungkinan-kemungkinan dalam proses anak mengenal lingkungannya. Misalnya, pengalaman-pengalaman sendiri, cerita-cerita orang tua atau cerita kita sendiri tanpa atau dengan sadar, kita sering menggunakan rasa takut ini untuk mengendalikan tingkah laku anak kita. Tanpa memikirkan akibatnya lebih lanjut. Bila anak menangis misalnya kita sering mengatakan, “awas, kalau menangis terus, ibu panggil dokter, biar disuntik!” kata-kata seperti ini memang ampuh untuk menghentikan tangis si anak saat itu. Namun, akibatnya si anak bisa menjadi takut terhadap dokter, sehingga ia selalu tidak pernah mau dibawa ke dokter manapun. Hal semacam ini tentu saja mempunyai akibat yang merugikan.
Berbagai sebab bisa pula menimbulkan rasa takut pada anak. Ia mungkin merasa dikucilkan sendiri, atau mengalami suatu peristiwa yang menegangkan sebelumnya. Mungkin pula ia seorang pengkhayal yang mudah terpengaruh oleh dongeng-dongeng menyeramkan. Ruang yang gelap memang menimbulkan rasa takut pada anak. Karena gelap akan menyebabkan sesuatu bentuk menjadi samar dan timbulah suatu bayangan. Anak akan merasa tidak pasti terhadap sesuatu yang dilihatnya, sehingga ia merasa takut.
Menanggapi rasa takut yang tidak masuk akal, orang tua mesti bijaksana. Janganlah memarahi atau mengatakan anak penakut. Terimalah ungkapan rasa takutnya  dan tenangkan perasaan anak. Namun, hindari pula sikap membenarkan alasan-alasan yang tak masuk akal misalnya. Seorang anak menjerit ketakutan, sambil berkata ada ular di sudut kamar. Si ibu segera mengambil sapu dan pura-pura menghalau ular. Sikap seperti ini tidak disarankan, karena ini berarti anda mengakui bahwa apa yang ditakuti benar-benar ada di kamar itu. Janganlah sependapat dengan anak  bahwa bahaya itu ada, akan tetapi tumbuhkan rasa aman dan sikap berani mengatasi bahaya.
Seorang anak yang belum bisa memisahkan khayal dan kenyataan, maka orang tua pun harus berhati-hati dalam memberi peringatan-peringatan kepada anak. Bila orang tua merasa kuatir anaknya bermain di kolong meja tv yang penuh dengan kabel listrik, sebaiknya orang tua mengatakan, “Awas jangan main di situ, nanti kamu kena listrik, tanganmu sakit!” Tetapi jangan sekali-kali menakut-nakuti anak dengan hal-hal yang tidak nyata. Seperti, “awas, di situ ada meong !” atau jangan ke kolong meja banyak hantu!” hal-hal yang tidak nyata ini akan diterima anak sebagai kenyataan betul, sehingga anak menjadi takut kepada hal-hal yang tidak ada. Selanjutnya anak akan jadi penakut dan takut kepada berbagai hal tanpa alasan yang jelas.
Seorang anak masih harus belajar mengenal segala sesuatu. Setiap kali ia memasuki situasi baru dan asing, ia bisa merasa ketakutan . Tetapi, begitu ia mengenal sesuatu yang baru itu maka rasa ketakutanpun berangsur hilang. Karena itu, biasakan anak membicarakan ketakutannya. Kalau ia ketakutan pada malam hari, bicarakan dengan anak di siang harinya, mengenai apa yang terjadi pada malam hari dan apa yang ditakutinya. Dengan demikian ia tidak begitu takut lagi. Tentu saja diskusi ini tidak bisa langsung berhasil, apalagi kalau anak masih kecil. Namun, ia akan ingat isi pembicaraan ini, sehingga lambat laun ia tidak merasa takut lagi.
Ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa rasa takut merupakan krisis dalam kepercayaan terhadap diri sendiri. Itulah sebabnya perasaan tersebut lebih sering terjadi pada anak-anak. Dengan demikian, yang paling penting dalam periode ini ialah bagaimana kita sebagai orangtua dapat menanamkan kepada diri si anak kepercayaan terhadap diri sendiri.
Sepintas lalu rasa takut pada anak tampaknya seperti masalah yang sepele. Walaupun demikian, sebagai orang tua hendaknya kita tidak mengeluarkan ucapan yang justru tidak bisa menolong  si anak dalam melepaskan diri dari rasa takut. Kalau seorang datang kepada kita dan menunjukkan rasa takutnya, maka pertama-tama yang harus kita lakukan adalah menenangkannya supaya rasa takutnya berkurang. Jika kita memaksanya atau menyuruhnya melakukan sesuatu yang tidak diinginkannya, berarti kita justru menambah rasa takutnya. Si anak  akan merasakannya sebagai suatu “Pukulan”, sehingga malah ia bisa mencurigai perasaannya sendiri yang bisa berakibat hilangnya rasa percaya diri.
Kalo kita perhatikan, anak-anak biasanya berusaha mengatasi rasa takutnya melalui “Bermain”. Anak akan pura-pura  menjadi pemburu gagah berani yang berhasil menaklukan binatang liar. Sementara anak yang lain mungkin mengkhayalkan binatang itu sebagai teman bermain yang selalu patuh terhadap segala perintahnya, dan kepatuhan binatang itu memungkinkan anak mengatasi  perasaan takut yang ada dalam dirinya. Sebagian anak lagi akan berusaha mengatasi rasa takutnya dengan mencoba mengenal benda-benda yang menakutkannya itu. Mulaialah mereka menarik, membuka, membongkar dan menyusun lagi, sampai mereka mengetahui dari mana sumber bunyi pada sebuah kapal-kapalan misalnya. Dengan cara demikian itu anak menyalurkan perasaan cemas dan berhasil mengatasi rasa takutnya.
Sebenarnya, kecemasan dan ketakutan yang dialami anak tidak akan terus dipertahankan. Ini terjadi secara alami, dari dirinya sendiri akan timbul usaha untuk mengatasi  rasa takutnya. Pengamatan para ahli  menghasilkan  kesimpulan bahwa anak mengatasi rasa takutnya dengan berkhayal.
Guna menghilangkan  rasa takut anak, anda bisa melakukannya secara bertahap. Tekniknya adalah dengan membujuk dan mendekatkan anak pada objek takutnya secara perlahan-lahan atau apapun cara yang akan anda tempuh, ingatlah bahwa rasa takut tak bisa dihilangkan dalam sekejap mata, melainkan harus secara berangsur-angsur. Misalnya, kalau seorang anak  takut kepada anjing, banyak orang tua mengatasi ketakutannya ini dengan jalan membeli seekor  anak anjing yang sangat kecil dan masih belum berdaya bagi anak itu. Dengan jalan ini, dalam proses anak anjing itu tumbuh makin besar, secara bertahap  anak itu menjadi biasa bersama seekor anjing peliharaan yang lebih besar.
Ketakutan bisa merusak pribadi anak dan syarafnya, dan bahkan mungkin menyebabkan kegilaan dan bermacam-macam penyakit syaraf. Apabila anak tumbuh sebagai penakut, dia telah kehilangan nilai pribadinya, padahal, kehidupan itu sendiri adalah perjuangan yang memerlukan keberanian dalam segala hal.
Ketakutan itu disebabkan beberapa hal :
1.      Cerita-cerita seram dan menakutkan. Seperti cerita Jin Ifrit. Cerita semacam itu harus diganti dengan cerita-cerita kepahlawanan dan petualangan
2.      Takut kepada gelap. Penyembuhan yang paling baik untuk menghilangkan rasa takut kepada gelap ialah kita bawa anak-anak ke tempat-tempat yang gelap lalu kita jelaskan kepada mereka bahwa yang selama ini mereka takuti adalah dusta dan khayal semata, tanpa ujung pangkal. Adalah bermanfaat melatih anak tidur dalam kegelapan sejak kecil.
3.      Kebanyakan ibu adalah penakut. Mereka takut kepada tikus dan kecoa, anakpun akan tumbuh seperti mereka.
Sebaiknya, seorang ibu yang penakut harus berpura-pura menjadi pemberani dihadapan anaknya. Agar tidak bisa menjadi contoh yang jelek bagi anak. Disamping itu, ibu pun harus memperkuat keimanan sang anak kepada Allah dan melatih dirinya agar berani secara bertahap. Ibu-ibu yang penakut merupakan bahaya bagi bangsa dan negara, karena mereka menularkan pengaruh-pengaruh yang buruk kepada generasi baru.
Berkata sastrawan Ahmad Amin dalam kitabnya Faldhil Khathir. Yang intinya sebagai berikut: “Tanggungjawab terbesar yang dipikul oleh kaum wanita adalah mendidik anak-anaknya, wanita merupakan tempat titipan umat” Hati wanita adalah tentara pertama yang tanpa dia bom pesawat terbang, kapal selam dan tank baja tidak ada nilainya. Kalau engkau suka katakanlah : hati wanita adalah pasukan  kelima  yang tiada bandingnya dalam menimbulkan rasa takut  dan ciut  dalam hati  para musuh. Tentu andapun  sependapat  dengan ku bahwa hati wanitalah yang menciptakan hati pria. Adalah salah seorang yang menyangka bahwa dia dapat membentuk tentara dari kaum pria, dengan mempersiapkan dan mempersenjatai mereka, tanpa didukung oleh tentara yang terdiri atas hati kaum wanita.      
4.      Banyak penyebab  ketakutan yang bermula dari salah didik dan kekasaran  para orang tua  dan para pendidik. Hukuman yang berat dan ancaman yang terus menerus dapat melahirkan kepribadian yang lemah dan ketakutan yang abadi pada diri anak.
5.      Kebanyakan dari ketakutan anak-anak dan orang dewasa itu kembali kepada sebab-sebab dan peristiwa-peristiwa bawah sadar yang lalu, sebagai akibat dari salah didik. Sebaiknyalah, kita terus berusaha untuk mengetahuinya dan menjauhkan diri dari padanya melalui latihan sugesti.
   
2.3.1    Gejala yang tampak dalam permasalahan anak yang penakut diantaranya:
1.      Takut pada air
2.      Takut pada sesuatu yang baru atau asing
3.      Bila anak menangis misalnya, kita sering mengatakan “Awas, kalau menangis terus, ibu panggil dokter, biar disuntik!”.
4.      Merasa dikucilkan sendiri atau mengalami suatu peristiwa yang menegangkan sebelumnya.
5.      Takut pada gelap
6.      Takut pada guru yang menyeramkan

2.3.2    Dampak bagi pembelajaran
Dampaknya sangat tidak baik karena anak tersebut takut kepada guru, kepada temannya, dan kepada orang yang ada di sekolah, misalnya :
a)      Resfon siswa lebih bersifat pasif (tidak aktif)
b)      Siswa tidak akan berfikir semaksimal
c)      Guru akan mengalami kesulitan menghadapinya sehingga memerlukan  penggunaan strategi pembelajaran  yang lebih persuasive
d)     Guru perlu memberi bimbingan yang ekstra terhadap siswa tersebut dibandingkan  terhadap siswa yang lain.

2.3.3    Dugaan penyebab
a)      Dampak psikologis dari bimbingan atau didikan yang kurang kondusif dari keluarga
b)      Faktor genitas /keturunan
c)      Sering menyaksikan hal-hal yang berbau kekerasan
d)     Tidak terbiasanya dengan keadaan yang ramai.


DMC