KAJIAN ISLAMI KEISTIMEWAAN BULAN MUHARAM | SEJARAH BULAN MUHARAM

KEISTIMEWAAN BULAN MUHARAM

Didalam surat at-Taubah:36 Allah telah menetapkan bahwa dari 12 bulan dalam kalender qamariah ada 4 bulan yang ditetapkan oleh Allah sebagai bulan terhormat. Hal itu dipertegas dan diperjelas oleh Rasululullah dalam hadis riwayat Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad, salah satu di antaranya bulan Muharram.
Kehormatan ke-4 bulan ini diakui bahkan dijaga oleh orang Arab pada masa jahiliyyah, hingga mereka tidak mau membalas, bahkan membunuh orang yang membunuh orang tua mereka ketika bertemu pada bulan-bulan itu. Penghormatan bagi ke-4 bulan ini menunjukkan adanya sesuatu yang istimewa. Salah satu di antara keistimewaan bulan muharram sebagaimana diterangkan dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim bahwa pada bulan Muharam tepatnya hari ke-10 Allah Swt. menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari kejaran raja Fir’aun dan tentaranya.

Peristiwa ini diperingati oleh kaum Yahudi dengan melaksanakan shaum pada tiap tanggal 10 muharram yang disebut shaum asyura, bahkan mereka menjadikan hari asyura sebagai hari raya. Hal ini diterangkan oleh sahabat Abu Musa al-Asy’ari :

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تُعَظِّمُهُ اليَهُودُ وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا ، – متفق عليه -

Hari Asyura itu adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan mereka menjadikannya hari raya.
Shaum ini pun biasa dilaksanakan oleh kaum Nashrani dan musyrikin Quresy pada masa jahiliyah dengan alasan masing-masing.
Dengan keterangan-keterangan tersebut jelaslah, bahwa bulan muharam dianggap istimewa oleh Kaum Jahiliyah Quraesy dan Kaum Yahudi karena adanya sesuatu yang dianggap penting oleh mereka sehingga mereka memperingatinya dengan melaksanakan shaum tiap tanggal 10 muharram yang disebut saum asyura.
Kebiasaan Yahudi dan Nashrani dalam memperingati peristiwa-peristiwa penting, khususnya bulan muharram beratsar atau memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap sebagian muslim, di antaranya
  1. Orang syi’ah mengganggap bahwa bulan muharram dianggap sebagai hari bersejarah yakni terbunuhnya husen di padang Karbala pada 10 Muharram, sehingga diperingati oleh mereka dengan cara yang berlebihan bahkan melanggar syariat Islam, yaitu memakai pakaian hitam-hitam, berkabung, bahkan memukul-mukul tubuh hingga berdarah. Demikian pula tanggal 25 Muharram sebagai peringatan terbunuhnya Ali Zainal Abidin
  2. Sebagian orang ada yang menganggap bahwa bulan Muharam itu adalah bulan keramat sehingga melakukan berbagai acara dan upacara, seperti bubur asyura.
  3. Sebagian menganggap bulan muharram sebagai bulan hijrahnya Rasul ke madinah sehingga diperingati dengan berbagai acara dan upacara yang beragam.
Dalam kesempatan ini, kami mengajak jamaah masjid al-Fajr untuk sama-sama mengevaluasi:
Kapan sebenarnya Rasul hijrah ke Madinah?
Beragam informasi dijumpai pada kitab-kitab tarikh tentang peristiwa itu. Imam at-Thabari dan Ibnu Ishaq menyatakan, “Sebelum sampai di Madinah (waktu itu bernama Yatsrib), Rasulullah saw. singgah di Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian/24 September 622 M waktu Dhuha (sekitar jam 8.00 atau 9.00). Di tempat ini, beliau tinggal di keluarga Amr bin Auf selama empat hari (hingga hari Kamis 15 Rabi’ul Awwal/27 September 622 M. dan membangun mesjid pertama (yang disebut mesjid Quba). Pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal/28 September 622 M, beliau berangkat menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika beliau berada di Bathni wadin (lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin ‘Auf, datang kewajiban Jumat (dengan turunnya ayat 9 surat al-Jum’ah). Maka Nabi salat Jumat bersama mereka dan khutbah di tempat itu. Inilah salat Jumat yang pertama di dalam sejarah Islam. Setelah melaksanakan salat Jumat, Nabi melanjutkan perjalanan menuju Madinah”. (Lihat,Tarikh at-Thabari, I:571; Sirah Ibnu Hisyam, juz III, hal. 22; Tafsir al-Qurthubi, juz XVIII, hal. 98).
Keterangan ini menunjukkan bahwa Nabi tiba di Madinah pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal/28 September 622 M. Sedangkan ahli tarikh lainnya berpendapat hari Senin 12 Rabi’ul Awwal/5 Oktober 621 M, namun ada pula yang menyatakan hari Jumat 12 Rabi’ul Awwal/24 Maret 622 M.
Terlepas dari perbedaan tanggal dan tahun, baik hijriah maupun masehi, namun para ahli tarikh semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram. Antara permulaan hijrah Nabi dan bulan Muharam ketika itu terdapat jarak atau sudah terlewat sekitar 82 hari. (awal Muharram ketika itu jatuh pada tanggal 15 Juli 622 M).
Karena itu, penetapan bulan Muharram oleh Umar bin Khatab sebagai permulaan tahun hijriah tidak didasarkan atas pengagungan dan peringatan peristiwa hijrah Nabi. Sebagai bukti, beliau tidak menetapkan bulan Rabi’ul Awwal (bulan hijrahnya Rasul ke Madinah) sebagai permulaan bulan pada kalender Hijriah. Lebih jauh dari itu, beliau pun tidak pernah mengadakan peringatan tahun baru hijriah, baik tiap bulan Muharram maupun Rabi’ul Awwal, selama kekhalifahannya. Demikian pula khalifah sesudahnya.
Dengan demikian, peringatan tahun baru hijriah dan pengangungan bulan Muharram dengan alasan memperingati hijrah Nabi ke Madinah merupakan kesalahkaprahan, karena Nabi hijrah pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram.
Demikian pula menyelenggarakan berbagai bentuk acara dan upacara untuk menyambut tahun baru Hijriah, seperti muhasabah, mabit (bermalam di masjid), ceramah, mendengarkan bacaan Alquran, tahajjud berjamaah, berdoa bersama-sama, renungan malam, dan lain-lain tidak bersumber dari ajaran Rasul
Yang jelas Asal Muasal Peringatan tahun baru hijriah tiap 1 Muharam baru dimulai sejak tahun 1970-an yang berasal dari ide pertemuan cendekiawan muslim di Amerika Serikat. Waktu itu terjadi fenomena maraknya dakwah, masjid-masjid dipenuhi jemaah, dan munculnya jilbab hingga kemudian dikatakan sebagai kebangkitan Islam, Islamic Revival. (Lihat, Pikiran Rakyat Online)
Bagi kaum muslimin bulan Muharram dianggap istimewa bukan karena adanya satu peristiwa yang terjadi pada bulan itu, tetapi karena ada syariat yang ditetapkan oleh Allah, yakni pelaksanaan shaum sunat.
Pada mulanya, yaitu ketika tahun pertama setelah Rasul melakukan hijrah dari Makah ke Madinah pada bulan Rabi’ul awal, shaum ini hukumnya wajib. Baru setelah datang kewajiban shaum bulan Ramadan pada tahun ke-2 hijrah, shaum ini beralih hukumnya menjadi sunat, dan pelaksanaannya hanya satu hari tanggal 10 muharram
Ketika Rasulullah dan para sahabat telah merasa kurang nyaman melakukan shaum yang sama persis dilakukan oleh kaum Jahiliyah, Yahudi dan Nasara, beliau mencanangkan untuk melakukan perbedaan. Hal ini tergambar di dalam sebuah hadits sebagai berikut :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : لمَاَّ صَامَ رَسُولُ اللهِ  يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَ أَمَرَ بِصَيَامِهِ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ اليَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ : فَإِذَا كَانَ عَامُ الْمُقْبِلِ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا اليَوْمَ التَّاسِعَ . قَالَ : فَلَمْ يَأْتِ العَامُ المُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ  . – رواه أحمد و مسلم -

Dan Dari Ibnu Abas, ia mengatakan,” Ketika Rasulullah saw. melakukan Shaum Asyura dan beliau memerintah (para sahabat) untuk melakukannya. Mereka berkata, ’Wahai Rasulullah, sesungguhnya itu merupakan hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani’ Beliau menjawab,’Nanti tahun depan insya Allah kita akan melaksanakan shaum tanggal sembilannya’ Ia berkata, ‘Tetapi tahun depan itu belum datang dan Rasulullah saw. telah berpulang keharibaan-Nya.”-H.R.Muslim dan Abu Daud -
Bahkan di dalam periwayatan lain Masih dari Ibnu Abas, ia mengatakan :

قاَلَ رَسُولُ اللهِ  لَئِنْ بَقَيْتُ إِلَى قَابِلٍ َلأَصَومَنَّ التَّاسِعَ يَعْنِي يَوْمَ عَاشُورَاءَ .- رواه أحمد و مسلم -

Rasulullah saw, telah bersabda,”Jika aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan shaum tanggal sembilannya yaitu hari Asyura”- H.R.Ahmad dan Muslim -
Rasululah saw. sendiri tidak berkesempatan melaksanakan shaum tanggal sembilan Muharam ini, tetapi rencana beliau untuk melaksanakannya membuktikan sunahnya shaum tanggal sembilan ini. Dan para ulama menyebutnya sunah hammiyyah Rasulullah (sunah rencana dan cita-cita Rasulullah)
Dari keterangan tersebut jelaslah bahwa pada mulanya saum sunat muharram hanya dilaksanakan satu hari tanggal 10 muharram yang disebut Asyura. Namun untuk membedai Kebiasaan Jahiliyah, Yahudi atau Nasrani Rasulullah saw. memerintahkan agar kita melakukan shaum sehari sebelumnya yaitu tanggal sembilan Muharam yang disebut tasu’a. Sehingga pelaksnaan saum sunat muharaam disyariatkan dua hari tanggal sembilan dan sepuluh bulan Muharam yang disebut saum Tasu’a asyura.
Sedangkan keutamaannya shaum Muharam ini akan menghapus dosa-dosa. Sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah ra.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ  قاَلَ : أَفْضَلُ الصِّياَمُ بَعْدَ رَمَضَانِ شَهْرُ اللهِ المُحَرَّمُ. – رواه مسلم -

Artinya : Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi Saw. bersabda, “Shaum yang paling utama setelah (shaum) Ramadhan adalah bulan Allah Muharam”. (H.R. Muslim)
Menisbahkan bulan Muharam kepada Allah ini hanyalah untuk mengagungkan bulan tersebut. Sebab pada hakikatnya, semua bulan-bulan dan hari-hari itu seluruhnya milik Allah Swt.
Disamping memiliki keutamaan, shaum Muharam dapat menghapus /menutup dosa-dosa yang telah lalu. Sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah riwayat :

وَصُومُ يَوْمِ عاَشُورَاءَ يُكَفِّرُ سَنَةَ مَاضِيَةٍ. – رواه مسلم و غيره -

Artinya : Shaum hari Asyura dapat menutupi (dosa) satu tahun yang telah lalu. (H.R. Muslim dan yang lainnya)
Mudah-mudahan apa yang dikemukakan ini menjadikan motivasi untuk melaksanakan sunnah Nabi Saw., sehingga dapat melaksanakannya sesuai dengan yang semestinya.
Wallahu a’lam bish shawab
Oleh : Ibnu Muchtar


DMC