CONTOH MAKALAH KIMIA ANALIS TITRASI PENGENDAPAN | TITRASI ARGENTOMATRI MERKURIMETRI | Indikator titrasi pengendapan

BAB I
PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
 lmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang komposisi,struktur dan sifat kimia atau materi berdasarkan perubahan yang menyertai terjadinya reaksi kimia atau suatu materi yang di ciptakan atau memusnahkan serta dapat dijelaskan proses atau reaksi yang ditimbulkan dari kejadian tersebut misalnya terjadi perubahan materi dan energy.
Kita hidup dalam era polimer Bahan bahan polimer alam yang sejak dahulu telah dikenal dan dimanfaatkan, seperti kapas, wool, dan damar Polimer sintesis. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaks idengan indicator membentuk endapan coklat kemerahan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang sering disingkat AMDAL, merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat  aktivitasmia yang semakin meningkatkan
Kadar halogen dalam air dapat dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan suatu metode analisis titrimetri titrasi.
Dalam percobaan dalam laboratorium kita sebagai mahasiswa kimia sering dipertemukan dengan yang disebutdengan titrasi.
titrasi sendiri merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
 Rumusan Masalah
1.     Apa yang dimaksud dengan Argentometri?
2.     Apa yang dimaksud dengan Merkurimetri?
3.     Jelaskan indikator titrasi pengendapan!
4.     Gambarkan kurva titrasi pengendapan!
5.     Pemahaman metode Mohr, Fajans, Volkhard, Leibing, Deniges, Koltohff

BAB II
PEMBAHASAN
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan kita untuk megukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu larutan yang konsentrasinya diketahui. Analisis semacam ini menggunakan pengukuran volume larutan pereaksi disebut analisis volumemetri. Pada titrasi salah satu larutan dimasukkan kedalam buret atau disebut dengan titran, sedangkan larutan lainnya dimasukkan dalam labu Erlenmeyer yang disebut dengan titrat. Larutan titran dicampurkan dengan titrat sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna indikator pH, yang merupakan suatu zat yang pada umumnya ditambahkan kedalam larutan titrat dan mengalami semacam perubahan warna. Perubahan warna menandakan bahwa reaksi telah selesai dan merupakan titik akhir titrasi.
Suatu titrasi yang menghasilkan endapan dan terjadi pembentukan ion kompleks adalah proses argentometri. Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+.Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+
1.     Argentometri
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat.
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:
1. Metode Mohr; metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah titik ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
2. Metode Volhard; Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium atau amonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukkan.
3. Metode K.Fajans; Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan. Endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid.
4. Metode Liebig; Pada metode ini tiitk akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam memperoleh titik akhir yang jelas disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati ititk akhir.
 1.     Merkurimetri
     Merkurimetri artinya reaksi titrasi menggunakan garam merkuri (Hg2+) sebagai titrannya sementara titrannya biasanya menggunakan garam-garam halogen, ion CN-, dan ion CNS- yang mana dalam hal ini juga biasanya yang termasuk ke dalam titrat adalah yang biasanya senyawa yang akan ditetapkan kadarnya. Dalam hal ini juga, indikator yang biasa digunakan antara lain Na nitroprussid, difenil carbazon, dan difenil carbazid yang mana ketiga indikator tersebut memiliki pH antara 1,5 sampai 2.
 Difenil carbazid
  Pada metode merkurimetri ini, bisa dilakukan dengan cara langsung maupun dengan cara tidak langsung, sebenarnya tergantung dari titrat dan senyawa kompleks yang akan terbentuk, baru bisa memilih menggunakan dengan cara langsung atau tidak langsung. Cara tidak langsung digunakan apabila dengan cara langsung senyawa kompleks yang terbentuk sulit diamati TAnya, sehingga dengan menggunakan cara tidak langsung diharapkan pembentukan senyawa kompleks dengan titran yang lain dapat dengan mudah diamati TAnya, sebagaimana kita tahu bahwa pada titrasi tidak langsung ini digunakan 2 titran yang berbeda.
 Pada merkurimetri ini, apabila titratnya adalah garam halogen, maka dapat dilakukan dengan cara langsung, yang mana reaksi yang akan terjadi adalah sebagai berikut:
      Apabila titrat yang digunakan adalah larutan garam CN-, maka yang akan terbentuk adalah senyawa kompleks AgCN2 yang sulit dilihat TAnya sehingga perlu dilakukan dengan cara tidak langsung. Dalam hal ini menggunakan titran 1-nya garam Hg2+ dan titran 2-nya berupa senyawa CNS-. Reaksi yang terjadi adalah seperti pada gambar di bawah ini.
     Sekiranya masih banyak yang tidak mengetahui bagaimana mekanisme yang terjadi saat titrasi tidak langsung ini. Mungkin bisa saya jelaskan dengan memberi contoh begini, “Misalnya senyawa yang akan diketahui kadarnya adalah senyawa yang mengandung ion CN-, dengan argentometri secara langsung tidak dapat diamati dengan baik TAnya sehingga diputuskan untuk menggunakan cara tidak langsung. Sebenarnya dengan cara langsung telah ditetapkan volume dari CN-nya adalah sebesar 5 ml, dan ketika dititrasi dengan larutan Ag, meskipun tidak terlalu tampak TAnya diperkirakan jumlah volume larutan garam Ag yang dibutuhkan adalah sekitar 10 ml. Dengan cara tidak langsung, posisinya dibalik, yang berada di erlenmeyer saat ini adalah larutan Ag dengan volume yang dilebihkan dari 10 ml, misalnya dalam contoh ini dilebihkan menjadi 15 ml. Sementara yang ada di buret adalah larutan senyawa CN- yang volumenya sesuai dengan ketetapan awal yaitu 5 ml. Reaksi dibiarkan berlangsung sampai seluruh 5 ml larutan CN- dalam buret bereaksi seluruhnya dengan larutan garam Ag. Pada reaksi pada umumnya seharusnya apabila ada indikator yang sesuai, ketika sudah bereaksi seluruhnya atau ketika jumlah Ag dan CN telah sama tampak adanya perubahan warna, karena memang sulit dilihat TAnya maka seumpamanya sejumlah Ag telah bereaksi dengan seluruh CN- dalam 5 ml tersebut. Dalam hal ini tentunya masih ada sisa Ag yang belum bereaksi bukan? Oleh karena itu menggunakan titran kedua yaitu dengan larutan yang mengandung senyawa CNS- diharapkan dapat dilihat TAnya, karena memang terdapat indikator yang sesuai untuk hasil reaksi yang ini. Ketika tampak TA artinya seluruh Ag dalam erlenmeyer telah bereaksi seluruhnya dengan larutan titran yang pada saat itu misalnya diketahui volume yang dibutuhkan untuk larutan titran 2 untuk bereaksi sempurna adalah 8 ml, maka dengan persamaan M1.V1 = M2.V2 yang mana telah diketahui molaritas dari larutan titran 2 dan molaritan dari larutan Ag dan telah diketahui volume larutan titran 2 yang dibutuhkan, maka diketahui pula volume larutan Ag yang telah bereaksi dengannya yang dalam hal ini misalnya setelah dihitung ternyata 5 ml sehingga dalam hal ini bisa kita ketahui bahwa volume yang dibutuhkan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan CN- adalah hasil pengurangan volume larutan Ag seluruhnya dalam erlenmeyer dengan hasil perhitungan volume larutan Ag yang dibutuhkan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan titran 2 yaitu 20 ml – 5 ml = 15 ml. Dengan diketahuinya volume Ag yang dibutuhkan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan CN- tersebut tentunya dapat diketahui molaritas dari CN- sehingga dapat pula pada akhirnya diketahui kadarnya. Mudah-mudahan dengan diberikan contoh yang demikian sudah dapat dipahami bagaimana mekanisme cara kerja dari titrasi tidak langsung tersebut.
 Indikator titrasi pengendapan
Indikator adalah senyawa organik (umumnya) atau anorganik yang digunakan dalam titrasi untuk menentukan dan menunjukkan titik akhir suatu titrasi. Dalam pemakaiannya, indikator ada memberikan warna pada larutan misalnya pada Kompleksometri atau juga berupa suatu endapan ini pada titrasi Argentometri.
1.     Indikator kalium kromat K2CrO4
Titrasi argentometri dengan menggunakan indicator ini biasa disebut sebagai argentoetri dengan metode Mohr. Ini merupakan titrasi langsung titrant dengan menggunakan larutan standar AgNO3. Titik akhir titrasi diamati dengan terbentuknya endapan Ag2CrO4 yang brwarna kecoklatan.
 Indikator Fe3+
Titrasi argentometri dengan indicator ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan metode volhard. Titrasi ini merupakan titrasi tidak langsung dimana larutan standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih dan kelebihan ini dititrasi dengan larutan standart SCN-.
3.     Indikator adsorbsi
Titrasi argentometri dengan indicator adsorbsi disebut sebagai titrasi argentometri dengan menggunakan metode Fajans. Indikator yang dipakai adalah indicator adsorbsi Dimana indicator ini akan berubah warnanya jika teradsorbsi pada permukaan endapan.
Selain menggunakan teknik diatas maka titrasi argentometri juga dapat dilakukan dengan menggunakan indicator yang berupa indicator electrode. Plot antara Esel dengan jumlah titran akan dapat diperoleh kurva titrasi dengan grafik ini maka kita nantinya dapat menentukan titik akhir titrasi.
4.     Indikator Adsorbsi Pada Titrasi Argentometri
Pada titrasi argentometri dengan metode Fajans, Jika AgNO3 ditambahkan pada larutan NaCl yang mengandung flourescein maka titik akhir titrasi akan diamati dengan perubahan warna dari kuning cerah ke merah muda. Warna endapan yang terlihat akan tampak berwarna sedangkan larutannya tampak tidak berwarna hal ini disebabkan adanya indikator adsorbsi yang teradsorb pada permukaan endapan AgCl. Warna dari endapan akan termodifikasi saat indikator teradsorbsi pada permukaan endapan. Reaksi adsorbsi ini dapat dilihat dengan contoh indikator yang bermuatan negatif seperti flouroscein.
Misalnya flouroscein dilambangkan sebagai Fl-. Pada saat larutan berada pada kelebihan ion Cl- yaitu saat titrasi belum mencapai titik ekuivalen maka indikator FL- tidak teradsorbsi pada permukaan endapan, hal ini disebabkan permukaan endapan masih dikelilingi oleh ion Cl- sehingga antara endapan dan FL- saling tolak-menolak
(AgCl)Cl-  + FL- -> tidak ada adsorbsi
akan tetapi begitu terjadi titik ekuivalen maka dengan penambahan sejumlah kecil ion Ag+ untuk mendapatkan titik akhir titrasi maka sekarang dalam larutan terdapat kelebihan jumlah ion Ag+ sehingga pada permukaan endapan sekarang terdapat ion Ag+ dengan demikian FL- akan teradsorbsi melalui gaya elektrostatis pada permukaan endapan sehingga terjadilah perubahan warna indikator.
(AgCl)Ag+  + FL- -> (AgCl)(AgFL) ada reaksi dan indikator teradsorbsi
Semua indikator adsorbsi bersifat ionik sehingga dapat teradsorbsi pada permukaan endapan. Indikator adsorbsi yang dipakai untuk titrasi sulfat dengan ion barium dalam pelarut aseton biasa dipergunakan thorin atau alizarin.
Indikator adsorbsi memiliki keunggulan memiliki eror dalam penentuan titik akhir titrasi yang kecil, dan perubahan warna pada saat teradsorbsi umumnya dapat terlihat dengan jelas. Indikator adsorbsi baik dipergunakan untuk titrasi penendapan dimana endapan yang dihasilkan memiliki luas permukaan yang besar dengan demikian indikator dapat teradsorbsi dengan baik.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan indikator:
1.     Ikatan antara indikator dengan ion logam haruslah lebih lemah dari   ikatan antara ion logam dengan EDTA misalnya (antara ion dalam larutan titran dan ion dalam larutan titrat).
2.     Indikator harus sensitif, misalnya dengan adanya kelebihan sedikit dari ion larutan titran maka dapat segera bereaksi.
3.     Indikator harus memberikan warna spesifik yang perubahan warna nantinya juga harus tampak tajam dan jelas, sehingga TA dapat diamati dengan baik.
4.     Reaksi substitusi juga harus berjalan dengan cepat agar TA dapat mendekati nilai TE.
 Kurva titrasi
Kurva titrasi argentometri dibuat dengan mengeplotkan antara perubahan konsentrasi analit pada sumbu ordinat dan volume titran pada sumbu aksis. Pada umumnya konsentrasi analit dinyatakan dalam fungsi (p) yaitu pX = -log[X] sedangkan volume titran dalam satuan milliliter. Kurva titrasi dapat dibagi menjadi 3 bagian wilayah yaitu sebelum titik ekuivalen, pada saat titik ekuivalen dan setelah titik ekuivalen
50 ml larutan NaCl 0,10 M dititrasi dengan larutan AgNO3 0,10 M. Hitung konsentrasi ion klorida selama titrasi dan buat kurva pCl vs ml AgNO3. Ksp AgCl = 1 x 10-10.
          Awal sebelum titrasi : [Cl-] = 0,10 M, maka pCl = 1,00
Setelah penambahan 10 ml AgNO3 :
                             Ag+       +           Cl-         →         AgCl (p)
awal            1,00 mmol         5,00 mmol
perubahan -1,0 mmol    -1,0 mmol
kesetimbangan       –                 4,0 mmol
[Cl-] = 4,00 mmol / 60,0 ml = 0,067 M
pCl = 1,17
Setelah penambahan 49,9 ml AgNO3 :
                                      Ag+       +           Cl-         →         AgCl (p)
awal            4,99 mmol         5,00 mmol
perubahan -4,99 mmol       -4,99 mmol
kesetimbangan           –            0,01 mmol
[Cl-] = 0,01 mmol / 99,9 ml = 1,0 x 10-4 M
pCl = 4,00
Pada titik ekivalen (TE) :
                             Ag+       +           Cl-         →         AgCl (p)
awal            5,00 mmol         5,00 mmol
perubahan -5,00 mmol       -5,00 mmol
kesetimbangan           –              -
[Ag+] = [Cl-]                  [Ag+][Cl-] = Ksp = 1,0 x 10-10
[Cl-] = 1,0 x 10-5           maka pCl = 5,00
Setelah penambahan 60,0 ml AgNO3 :
                                      Ag+       +           Cl-         →       AgCl (p)
awal                     6,00 mmol         5,00 mmol
perubahan            -5,00 mmol       -5,00 mmol
kesetimbangan   1,00 mmol          -
[Ag+] = 1,00 mmol / 110 ml = 9,1 x 10-3 M
pAg = 2,04 maka pCl = 10,00 – 2,04 = 7,96
Secara umum untuk halida :
                   Ag+   +   X-     →   AgX (p)
Tetapan kesetimbangan : K = 1 / [Ag+][X-] = 1 / Ksp
Makin kecil Ksp makin besar K suatu titrasi.

1.     Pemahaman metode Mohr, Fajans, Volkhard, Leibing, Deniges, Koltohff
2.      Metode Mohr
Metode ini di pakai terutama dalam penentuan klorida dan bromida.Suatularutan klorida dititrasi dengan larutan AgNO3,maka akan terjadi :
           Ag+ + Cl-                     AgCl
Titik akhir titrasi dapat dinyatakan dengan indicator larutan K2CrO4 dengan ion Ag+ berlebih menghasilkan endapan merah dari AgCrO4. Kelebihan dari AgCl yang berwarna putih mulai berubah warna menjadi kemerah-merahan. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana netral agar dapat diperoleh dalam keadaan murni. Sebagai larutan baku primer mempunyai bobot equivalen yang tinggi.
1.        Metode Volhard
Titrasi ini dilakukan secara tak langsung di mana ion halogen di endapkan oleh ion Ag+ berlebih-lebihan. Kelebihan ion perak dititrasi dengan larutan KCNS atau NH2CNS. Titk akhir titrasi dapat dinyatakan dengan indicator ion FE+++ yang dengan ion CNS berlebihan menghasilkan larutan berwarna merah. Titrasi dilakukan dalam suasana asam yang berlebihan.
1.     Metode Vajans
Metode ini adalah suatu halogen dengan AgNO3 membentuk endapan perak halogenida yang pada titik equivalen dapat mengabsorpsi berbagai zat warna,dengan demikian terjadi perubahan warna. Klorida dapat dititrasi dengan indicator flouresen bromida,iodide dan thiosianat dapat dititrasi dalam suasana asam lemah
1.     Metode Liebieg
Titrasi ini khusus digunakan dengan CN-. Prinsip reaksinya adalah pembentukan kompleks Ag argentocyanida yang tidak larut. Jika Ag+ berlebih direaksikan dengan CN-, maka endapan AgCN yang telah terbentuk akan larut akan larut kembali karena terbentuknya kompleks Ag(CN)2+. Jika reaksi pembentukan kompleks tersebut sudah sempurna, maka kelebihan Ag+ akan menimbulkan komples AgArgentosianidayang tidak larut.
Titik akhir tercapai apabila terbentuk endapan yang tidak larut atau bila terjadi kekeruhan.
Penjelasan lain tentang metode leibieg yaitu, pada metode ini titik akhir titrsi tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada pengocokan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.
Cara Liebieg hanya menghasilkan titik akhir yang memuaskan apabila pemberian ereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan – lahan. Cara Liebieg ini tidak dapat dilakukan pada keadaan larutanb amoni-alkalis karena ion perak akan membentuk kompleks Ag(NH3)2- yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan sedikit larutan kalium iodide.
Dalam Farmakope Indonesia, titrasi argentometri digunakan untuk penentuan kadar ammonium klorida, fenoterol hidrobromida, kalium klorida, klorbutnol, melfalan, metenamin mandelat, dan sediaan tabletnya, natrium klorida, natrium nitroprusida, sistein hidroklorida, dan tiamfenikol.
1.     Metode Deniges
Metode ini merupakan modifikasi dari metode Liebieg, yaitu dengan menambahkan KI sebagai indikator dan larutan ammonia encer untuk melarutkan endapan Ag-cyanida. Kelebihan ion Ag+ setelah bereaksi dengan ion CN- akan bereaksi dengan I- membentuk endapan AgI yang menunjukkan titik akhir titrasi.
1.     Metode kolthof
Penentuan kadar Zn2+ (sebagai titran) diendapkan dg larutan baku K-Ferosianida
2 K4Fe(CN)6 + 3 Zn2+ K2Zn3[Fe(CN)6]2+ 6 K+( )2 3[ ( )6]kalium besi(II) sianida kalium seng besi(II) sianida TAT dapat ditentukan dg indikator eksternal seperti uranil nitrat, amonium
molibdat, FeCl3, dll, namun diperlukan ketrampilan khusus; shg lebih baik gunakan
indikator internal seperti difenilamin, difenilbenzidin, difenilaminsulfonat, dll.
Reaksi redoks Fe2+ Fe3+mempunyai potensial reduksi (pada 30 oC) sbb :
E = Eo + 0,060 log [Fe(CN)6
3-] / [Fe(CN)64-]
Campuran fero-ferisianida dlm asam memiliki potensial reduksi jauh lebih kecil dp
yg diperlukan utk mengoksidasi indikator, hingga diperoleh bentuk teroksidasi
berwarna intensif. Jika ke dalam campuran tsb ditambahkan Zn2+ akan terjadi
endapan Zn-ferosianida, diikuti kenaikan potensial reduksi karena Fe(CN)6
4-
hilang dari larutan. Setelah Fe(CN)6
g ( )64- bereaksi sempurna akan terjadi kenaikan
tajam potensial reduksi dan muncul warna biru (bentuk indikator teroksidasi)
akibat adanya kelebihan Zn2+. Pada TAT akan muncul warna biru telor asin.
  BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
  1.     Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+.
2.     Merkurimetri artinya reaksi titrasi menggunakan garam merkuri (Hg2+) sebagai titrannya.
3.     Indikator adalah senyawa organik (umumnya) atau anorganik yang digunakan dalam titrasi untuk menentukan dan menunjukkan titik akhir suatu titrasi.
4.     Kurva titrasi adalah grafik sebagai fungsi pH dengan jumlah               titran yang ditambahkan.
5.     Pemahaman-pemahaman metode Mohr, Fajans, Volkhard, Leibing, Deniges, Koltohff merupakan penjelasan untuk pentitrasian dengan menggunakan indikatornya masing-masing.
  

DMC