MAKALAH KEPERAWATAN TENTANG MENSTRUASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumbuh kembang merupakan proses berkesinambungan yang terjadi sejak intrauterine dan terus berlangsung sampai dewasa, dalam proses mencapai dewasa inilah anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang diantaranya tahap remaja yang merupakan transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh ( growth spurt ), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih,2004).

Manusia adalah makhluk yang unik dan utuh terdiri dari bio-psiko-sosio-spiritual yang sepanjang rentang kehidupan akan melalui masa pertumbuhan dan perkembangan yang penuh dengan stressor dalam perjalanan menuju kematangan, dalam rentang periode menuju kematangan terdapat satu periode yang merupakan masa pertumbuhan paling cepat selain tahun pertama kehidupan, dan terjadi perubahan paling besar secara fisik dan psikologis yaitu periode remaja (adolesen), masa adolesen dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhannya (terutama fisik) telah mencapai kematangan. Periode ini menunjukkan suatu masa kehidupan dimana kita sulit untuk memandang remaja itu sebagai kanak-kanak, tapi tidak juga sebagai orang dewasa. Meraka tidak dapat dan tidak mau lagi diperlakukan sebagai kanak-kanak, sementara mereka belum mencapai kematangan yang penuh dan tidak dapat dimasukkan kedalam kategori orang dewasa, dengan kata lain periode ini merupakan periode transisi atau peralihan dari kehidupan masa kanak-kanak (Childhood) ke masa dewasa (adulthood) (Dadang S,1996).

Gilmer membagi masa adolesen ini menjadi 3 fase yaitu pre adolesen usia 10-11 tahun, masa adolesen awal usia 12-16 tahun, masa adolesen akhir usia 17-21 tahun. Masa pre adolesen ditandai oleh hal-hal sebagai berikut, pertumbuhan fisik berjalan secara cepat bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, mulai mengadakan penyesuaian sosial, mulai mempertimbangkan nilai-nilai, dan mulai melakukan eksplorasi dalam berbagai hal.(Dadang S,1996). Murid Sekolah Dasar kelas V dan VI berusia antara 10-12 tahun, termasuk pada masa pre adolesen, pada usia ini mudah sekali terpapar dengan bermacam-macam informasi yang berasal dari berbagai sumber

Perubahan-perubahan yang terjadi secara pesat tersebut menimbulkan kebingungan pada diri pre adolesen, perubahan fisik yang dapat menimbulkan masalah pada pre adolesen adalah peristiwa menstruasi, perubahan berat badan, pertumbuhan payudara, tumbuhnya bulu/rambut di beberapa bagian tubuh serta masalah bau badan yang juga berubah. Perubahan fisik pada pre adolesen mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis, meskipun akibatnya biasanya sementara namun cukup menimbulkan perubahan pada pola perilaku, sikap dan kepribadian, perubahan tersebut diantaranya adalah pre adolesen biasanya menarik diri, cenderung lebih sensitif seperti mudah menangis, marah. Pre adolesen yang biasanya sangat yakin pada diri sendiri, sekarang menjadi kurang percaya diri, dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik menurun, dan kritik yang bertubi-tubi dari teman-teman sebaya (Hurlock, 2002).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,2003).

Berdasarkan teori disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan peran serta masyarakat, pengetahuan atau kognitif merupakan ranah yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, maka didalam diri seseorang tersebut terjadi proses kesadaran atau pengetahuan terhadap suatu obyek, minat, penilaian, uji coba hingga akhirnya penerimaan perubahan. Sedangkan L Green (2003) mengatakan bahwa dalam pendidikan kesehatan ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang , yaitu : Predisposing Factor (Pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, kepercayaan), Enabling Factor (fasilitas atau sarana kesehatan seperti Posyandu, Puskesmas, Sistem Rujukan, Tenaga Kesehatan, UU/Peraturan Kesehatan), dan Reinforcing Factor (Perilaku dan sikap petugas kesehatan, Informasi kesehatan dari teman sebaya, Kesibukan orang tua dan lain-lain).

Bila dikaitkan dengan penelitian, maka dalam upaya peningkatan pengetahuan atau kognitif pre adolesen tentang menstruasi diharapkan mereka mendapat pengetahuan tsb secara lebih dini baik yang bersumber dari orang tua, guru, maupun petugas kesehatan agar apabila mengalami menstruasi siap secara psikologis dan menunjukkan perilaku positif mengenai menstruasi.

Menstruasi adalah tanda bahwa siklus masa subur telah dimulai, menstruasi terjadi saat lapisan dalam dinding rahim luruh dan keluar dalam bentuk yang dikenal dengan istilah darah menstruasi. Bingung, gelisah, tidak nyaman adalah beberapa hal yang dialami oleh pre adolesen saat mendapati dirinya mengalami mens untuk pertama kali, walaupun sudah mendengar tentang masalah menstruasi sebelumnya hanya saja pengetahuan itu kebanyakan baru didapatkan dari teman-temannya saja sedangkan orang tua dan guru walaupun sudah pernah membicarakan tapi masih terbatas pada hal yang bersifat konseptual saja ( Vania, 2005).

Usia saat seorang pre adolesen mulai mendapat menstruasi sangat bervariasi, terdapat kecenderungan bahwa saat ini peristiwa datangnya menstruasi pertama kali pada usia yang lebih muda, menurut Siti Haniffah yang merupakan Konselor di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Barat, dibandingkan zaman dahulu pre adolesen sekarang lebih awal mendapatkan menstruasi pertama (menarche). Ketika dulu rata-rata mendapatkan menstruasi awal sekitar umur 15 atau 16 tahun, anak sekarang bisa mendapatkannya pada usia 9 atau bahkan 8 tahun, hal ini disebabkan antara lain berupa stimulus asupan gizi yang semakin baik, buku-buku bacaan dan semakin terbukanya informasi masalah seks, dulu banyak makanan pantangan dari orang tua, sekarang tidak lagi, stimulus berupa gizi ini besar sekali pengaruhnya dengan percepatan datangnya menstruasi pada pre adolesen.

Pre adolesen yang tidak mengenal tubuh mereka dan proses menstruasi dapat mengira bahwa menstruasi merupakan suatu tanda adanya penyakit atau bahkan hukuman bagi tingkah laku mereka yang buruk, umumnya orang takut melihat darah, apalagi anak-anak, ketidaktahuan dapat menyebabkan mereka menafsirkan secara keliru, mengaitkan menstruasi sebagai sesuatu yang memalukan dan kotor, ditambah lagi pada saat-saat awal menstruasi ( menarche ), siklus bulanan yang terjadi belum teratur datangnya setiap bulan, hal ini tentu saja mendatangkan kebingungan dan ketakutan bagi pre adolesen tersebut.

Pengetahuan pre adolesen mengenai menstruasi yang didapatkan dari teman-temannya juga menjadi suatu masalah, karena teman-teman tersebut sama tidak tahu dan mengertinya, akibatnya semakin menimbulkan persepsi negatif mengenai kesehatan organ reproduksi. Menurut hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia Tahun 2004. Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi nampaknya cukup memprihatinkan, ada 86% remaja baik laki-laki ataupun perempuan yang tidak mengerti kapan terjadinya masa subur. (SKRRI,BPS,2004) .

Berkaitan dengan tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kasehatan seseorang mengenai menstruasi yaitu Predisposing Factor (Pengetahuan tentang menstruasi, yang sangat mempengaruhi sikap dalam menghadapi menstruasi,keyakinan tentang perubahan yang terjadi selama masa pra pubertas, mencakup keyakinan negatif seperti mitos yang berkembang serta nilai yang dianut dalam masyarakat dimana anak berada), Enabling factor (fasilitas atau sarana kesehatan seperti : Puskesmas, UU/peraturan kesehatan, Tenaga Kesehatan, Kader kesehatan) dan Reinforcing factor (Perilaku dan sikap petugas kesehatan dalam memberikan dukungan dan penyuluhan) (Notoatmodjo, 2003). Dilihat dari Enabling Factor , sudah memadai yaitu adanya Puskesmas yang memberikan pelayanan yang berkaitan dengan menstruasi yang tercakup dalam program Kesehatan Reproduksi di sekolah, begitupun Reinforcing Factor , yaitu sikap dan perilaku tenaga kesehatan dalam memberikan informasi tentang menstruasi dengan menyelenggarakan penyuluhan secara berkala kepada pre adolesen yang dalam hal ini yaitu murid Sekolah Dasar , tetapi bila dilihat dari predisposing factor terutama pengetahuan pre adolesen tentang menstruasi hal ini masih dipertanyakan karena kenyataan masalah menstruasi masih merupakan hal yang menakutkan bagi mereka, diantaranya mereka belum siap apabila mendapatkan menstruasi pada tingkat Sekolah Dasar, masih adanya kepercayaan dan keyakinan yang salah mengenai menstruasi .

Oleh karena itu, paling tidak ada 5 alasan mengapa pendidikan tentang menstruasi perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak terkait khususnya bagi tenaga kesehatan yaitu (1) Saat ini jumlah remaja berusia 10-19 tahun di Indonesia sekitar 22% atau sekitar 44 juta jiwa, artinya satu dari lima penduduk Indonesia berusia remaja, (2) Pengenalan fungsi organ reproduksi sangat dibutuhkan oleh pre adolesen, agar mereka dapat secara dini dipersiapkan menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya. (3) Pentingnya pengelolaan lebih lanjut menstruasi agar tercipta perilaku seksual yang sehat, (4) Belum adanya kurikulum yang jelas mengenai pendidikan tentang kesehatan reproduksi di tingkat Sekolah Dasar (5) Meluruskan mitos yang salah mengenai menstruasi. (SKRRI,BPS,2004)

Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada murid perempuan kelas V dan VI di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung yang berjumlah 43 orang, dengan melakukan wawancara terhadap 4 orang murid yang sudah mengalami menstruasi, didapatkan data 4 orang tersebut mengatakan pada saat awal datangnya menstruasi merupakan saat yang menakutkan dan membingungkan bagi mereka, mengira terjadi sesuatu yang salah pada dirinya, hari-hari selama menstruasi merupakan saat yang paling tidak menyenangkan, perasaan mengganjal ketika duduk, malu kalau disuruh berdiri di depan kelas, perasaan takut tembus di rok, bagaimana caranya kalau mau buang air kecil dan juga berapa kali sehari harus mengganti pembalut merupakan beberapa hal yang sangat mengganggu bagi mereka bahkan 3 orang mengatakan lebih suka tidak masuk sekolah ketika sedang datang menstruasi. Disamping itu mitos yang salah mengenai menstruasi yang mereka dengar dari teman-teman semakin menimbulkan stress bagi mereka yang mengalaminya seperti anak yang sedang menstruasi tidak boleh berdekatan dengan anak laki-laki karena bisa menimbulkan kehamilan, anak yang sedang menstruasi tidak boleh tidur siang karena bisa menimbulkan kebutaan pada mata, serta adanya larangan untuk mencuci rambut selama peristiwa menstruasi, 2 orang murid mengatakan mereka merasa malu karena lebih awal mendapatkan menstruasi dibanding teman-teman yang lain, apalagi bagi mereka yang sedang dapat menstruasi bila diketahui oleh anak laki-laki mereka sering jadi bahan tertawaan.

Pada studi pendahuluan tersebut penulis juga menanyakan kepada pre adolesen yang belum menstruasi, sebagian besar (>50%) mengatakan belum mau bila mendapatkan menstruasi di usia sekarang karena membayangkan repotnya bila si “tamu bulanan” itu datang, apalagi bagi anak yang sudah mendapat menstruasi biasanya terjadi perubaha-perubahan yang cukup besar dalam diri mereka seperti payudara menjadi lebih besar, pinggul melebar dan masalah bau badan, sehingga dengan perubahan yang terjadi tersebut dapat mengurangi aktifitas mereka sebelumnya dan juga mereka belum siap bila sudah dikategorikan sebagai remaja dewasa.

Berdasarkan fenomena itulah penulis tertarik melakukan penelitian di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung mengenai Pengetahuan Murid Kelas V dan VI tentang Menstruasi




1.2 Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah penelitian “Bagaimana Pengetahuan Murid Sekolah Dasar kelas V dan VI tentang Menstruasi di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mendapat gambaran tentang Pengetahuan murid kelas V dan VI Sekolah Dasar tentang Menstruasi di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung

1.3.2. Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1). Untuk memperoleh gambaran pengetahuan murid kelas V dan VI SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung tentang pengertian Menstruasi.

2). Untuk memperoleh gambaran pengetahuan murid kelas V dan VI SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung tentang penyebab terjadinya Menstruasi.

3). Untuk memperoleh gambaran pengetahuan murid kelas V dan VI di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung tentang pengelolaan pada saat menstruasi.

4). Untuk memperoleh gambaran pengetahuan murid kelas V dan VI di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung mengenai pemahaman terhadap mitos yang salah tentang menstruasi.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1 Bagi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi perawat komunitas mengenai sejauh mana pengetahuan murid Sekolah Dasar Kelas V dan VI tentang Menstruasi sehingga dapat dijadikan acuan dalam merencanakan program kesehatan kepada remaja, guru dan orang tua mengenai pendidikan kesehatan reproduksi di tingkat Sekolah Dasar.

1.4.2 Bagi Institusi Sekolah

Memberikan informasi tentang pengetahuan Murid Kelas V dan VI Tentang kesehatan reproduksi pada umumnya dan tentang menstruasi pada khususnya, sehingga penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak sekolah dalam menyusun kurikulum pelajaran IPA dan diharapkan secara dini murid mempersiapkan diri memasuki usia pubertas serta bisa terhindar dari perilaku reproduksi yang tidak sehat.

1.4.3 Bagi Peneliti Lainnya

Merupakan dasar untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap Pengetahuan murid Sekolah Dasar kelas V dan VI tentang Menstruasi.

1.5. Kerangka Pikir

Menurut Gilmer masa remaja dibagi dalam 3 fase yaitu pre adolesen usia 10-11 tahun, masa adolesen awal usia 12-16 tahun, masa adolesen akhir usia 17-21 tahun, terjadi perubahan yang cepat pada masa remaja meliputi perubahan fisik dan psikis yang sangat mempengaruhi proses tumbuh kembang remaja (Dadang S,1996).

L. Green di dalam buku Notoatmodjo (2003) menjelaskan tentang tiga faktor yang mempengaruhi dan membentuk perilaku seseorang. Faktor pertama yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai dan lain-lain. Faktor kedua adalah faktor pendorong (reinforcing factors) yang meliputi perilaku dan sikap petugas kesehatan, informasi kesehatan dan lain-lain. Sedangkan faktor ketiga yaitu faktor pendukung (enabling factors) yang meliputi kesediaan fasilitas/sarana kesehatan seperti puskesmas atau tempat konseling.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, oleh sebab itu pengetahuan yang adekuat tentang menstruasi akan mendorong seseorang untuk berperilaku yang positif pula dalam hal menstruasi.

Pre adolesen mengalami banyak sekali perubahan terutama perubahan fisik seperti perubahan bentuk tubuh dimana payudara mulai membesar, pinggul menjadi lebih lebar, perubahan pada struktur kulit dan puncaknya dengan datangnya menarche, oleh karena itu pendidikan dan pengetahuan mengenai menstruasi mutlak diperlukan bagi murid Sekolah Dasar khususnya Kelas V dan VI agar apabila mengalami menstruasi mereka bisa disiapkan secara dini dan dapat berperilaku positif dalam menghadapi menstruasi.

Kegiatan penelitian ini sebenarnya tidak lepas dari proses belajar, dimana dalam proses belajar maka harus terdapat tiga persoalan pokok yaitu persoalan masukan ( input ) yang dalam hal ini adalah predisposing factor perubahan perilaku, persoalan Proses yang dalam hal ini adalah pengetahuan tentang Menstruasi itu sendiri, dan persoalan keluaran (Output) yaitu hasil dari gambaran pengetahuan murid kelas V dan VI SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung.

1.6. Definisi Konseptual dan operasional

1.6.1. Definisi Konseptual

Pengetahuan adalah kemampuan indra dalam memahami fakta pengalaman realita dunia dan atau kemampuan untuk mengulangi kembali informasi. Pengetahuan mencakup hal-hal yang kita peroleh secara formal di bangku pendidikan maupun dari pengalaman dan pergaulan manusia sebagai anggota masyarakat (Notoatmodjo, 2002).

Menstruasi adalah periode pengeluaran cairan darah dari uterus yang disebabkan oleh rontoknya endometrium karena penurunan kadar estrogen, progesterone dan LH serta peningkatan kadar FSH (Hamillton, 1995). Haid pertama (Menarche) biasanya terjadi pada stadium lanjut pubertas dan sangat bervariasi pada masing-masing individu yaitu rata-rata pada umur 10,5-15,5 tahun (Soetjiningsih, 2004)




1.6.2.Definisi Operasional

Yang dimaksud dengan Pengetahuan Murid Kelas V dan VI tentang Menstruasi adalah meliputi sejauh mana anak perempuan di Sekolah Dasar Panorama 2 Kec Cidadap Bandung yang duduk di Kelas V dan VI mengetahui tentang menstruasi yang meliputi : Pengertian menstruasi, penyebab terjadinya menstruasi, pengelolaan pada saat menstruasi yang terdiri dari masalah gizi, Kebersihan, makanan, dan istirahat yang cukup, juga mengenai mitos yang salah tentang menstruasi, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran pengetahuan Murid Kelas V dan VI tentang menstruasi sesuai dengan tingkatan pengetahuan yaitu : Baik, Cukup, dan Kurang.




BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 PENGETAHUAN

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). (Notoatmodjo, 2003)

2.1.2 Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.

(1). Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah,kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

(2). Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

(3). Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikansebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip,dan sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain.

(4). Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan.

(5). Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjuk kepada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun,dapat merncanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, tehadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.

(6). Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan engan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan seperti diatas.

2.2 Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin Adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”, dalam perkembangan lebih lanjut , istilah adolescence sesungguhnya memilik arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1991). Pandangan ini didukung oleh Piaget yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif,lebih atau kurang dari usia pubertas. (Mohamad, A. 2005)

Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas, mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa, remaja ada diantara anak dan orang dewasa, oleh karena itu remaja seringkali dikenal dengan fase ”mencari jati diri” atau fase ”topan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan menfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Wong DL,1989). Perkembangan intelektual yang terus-menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berpikir operasional formal, tahap ini memungkinkan remaja mampu berfikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya dari pada sekedar melihat apa adanya, kemampuan intelektual seperti ini yang membedakan fase remaja dari fase-fase sebelumnya. (Shaw dan Costanzo, 1985 dalam Mohamad Ali, 2005).

Masa adolesen merupakan suatu masa dimana individu berjuang untuk tumbuh dan menjadi ”sesuatu”, menggali serta memahami arti dan makna dari sesuatu yang ada , dalam melakukan segalanya ini sekalipun mereka didampingi oleh para pendidik dan orang tua yang memberikan petunjuk serta bimbingan yang diperlukan tapi dalam pelaksanaan merekalah yang paling berat , mereka harus berjuang dengan keras untuk merealisasikan dirinya, menemukan dirinya, siapakah mereka itu sebenarnya, dan akan menjadi apakah mereka kelak dikemudian hari, oleh karena itu tugas atau beban mereka benar-benar berat, sehingga sering mengalami kesulitan-kesulitan dan banyak menimbulkan persoalan.(Dadang S,1995)

2.2.2 Tugas perkembangan remaja

Menurut Havighurs (yang dikutip oleh Dadang Sulaiman,1995), setiap periode perkembangan ada tugas-tugas yang harus diselesaikan dengan baik, tugas perkembangan ini adalah hal-hal yang harus dipenuhi dan dilakukan oleh remaja yang dipengaruhi oleh harapan sosial, tugas perkaembangan berisi harapan lingkungan yang merupakan tuntutan bagi remaja dalam bertingkah laku, adapun tugas perkembangan pada masa remaja adalah sebagai berikut :

(1). Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya baik dengan teman-teman yang sejenis maupun dengan jenis kelamin yang lain, artinya para remaja memandang gadis-gadis sebagai wanita, dan laki-laki sebagai laki-laki, menjadi manusia dewasa diantara orang0orang dewasa

(2). Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing, artinya mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan dan norma masyarakat

(3). Menerima kenyataan (realitas) jasmaniahnya serta menggunakan dengan efektif dan perasaan puas.

(4) Mencapai kepuasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, ia tidak kekanak-kanakan lagi yang selalu terikat kepada orang tuanya atau orang lain.

(5) Mencapai kebebasan ekonomi, ia merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usaha sendiri.

(6) Mempersiapkan karier dan kemandirian secara ekonomi.

(7) Menyiapkan diri (secara fisik dan psikis) dalam menghadapi perkawinan dan kehidupan keluarga.

(8) Mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual untuk hidup bermasyarakat dan untuk masa depan

(9) Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan, artinya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab, menghormati serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya, baik regional maupun nasional

(10) Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakannya dan sebagai pandangan hidupnya.

2.2.3 Klasifikasi Remaja

Masa remaja atau masa adolesen adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan. Mengenai umur kronologis berapa seorang anak dapat dikatakan remaja masih terdapat berbagai pendapat. Buku-buku Pediatri mendefinisikan remaja apabila telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20 tahun untuk laki-laki, WHO mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun, menurut Undang-undang nomor 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah, menurut UU perburuhan anak dianggap telah mencapai remaja apabila telah berumur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri, menurut UU Perkawinan No 1, 1974 anak sudah dianggap remaja apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk anak laki-laki, sedangkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari Sekolah Menengah (Nancy P, 2002)

2.2.4 Fase-fase Masa Adolesen

Dalam Dadang Sulaiman,1995. Witherington membagi masa adolesen ini menjadi dua fase, yaitu yang disebut “masa remaja awal” atau “pre adolesen” yang berkisar antara usia 12-15 tahun dan “masa remaja akhir” atau ”late adolesen” yaitu antara usia 15-18 tahun. Pembagian lain dikemukakan Gilmer sebagai berikut :

Pre adolesen, yaitu antara usia 10-11 tahun

Masa adolsen awal, yaitu antara usia 12-16 tahun

Masa adolesen akhir, yaitu antar usia 17-21 tahun

2.2.5 Perubahan pada masa pre adolesen

Masa pre adolesen ditandai oleh hal-hal sebagai berikut

(1). Pertumbuhan fisik berjalan secara cepat bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, terutama pertumbuhan tinggi dan berat badan serta perubahan-perubahan secara umum dalam proporsi dari berbagai bagian tubuh, pada anak wanita masa ini ditandai dengan menstruasi yang pertama kali (menarche)

(2). Pada periode ini pre adolesen mulai mengadakan penyesuaian sosial, mereka senang hidup berkelompok, mulai timbul minat terhadap jenis kelamin.

(3).Mulai mempertimbangakan nilai-nilai, dalam tindakannya sering ingin dibenarkan oleh orang tuanya

(4). Di sekolah mulai mereka banyak melakukan berbagai penyelidikan, mampu untuk memikirkan hal-hal yang abstrak, bersifat kritis terhadap dirinya maupun terhadap oang lain.

2.2.6 Masa Pre Adolesen Sebagai Masa Peralihan

Pada masa ini berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, yaitu adanya perubahan hormonal, secara psikologis yaitu adanya perubahan pada aspek kognitif, emosional, kepribadian dan moral. Secara sosiologis perubahan pada pre adolesen ini dipengaruhi oleh masyarakat , pers dan media massa, masa ini sering dirasakan sebagai masa yang lebih sulit jika dibandingkan dengan masa-masa lainnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh individu yang mengalami banyak perubahan dalam dirinya, sehingga selain harus menyesuaikan diri dengan perubahan yang dialaminya juga harus mampu beradptasi dengan tuntutan dari lingkungan, pre adolesen sering dihadapkan pada tuntutan yang terkadang saling bertentangan, baik dari orang tua, guru, teman sebaya, maupun masyarakat dilingkungan sekitarnya, hal ini sering membuat bingung dan jengkel.

Adapun peralihan atau masa transisi yang dialami pre adolesen meliputi :

(1). Transisi fisik

Barkaitan dengan perubahan bentuk tubuh, sudah berbeda dengan anak-anak tapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Ini sering dapat menyebabkan kebingungan bagi remaja, hal ini didukung oleh adanya sikap masyarakat yang kurang konsisten.

(2). Transisi kehidupan ekonomi

Perubahan hormonal dalam tubuh pre adolesen sangat berhubungan erat dengan peningkatan emosi, pre adolesen sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi, sesaat mereka tampak gelisah, cepat tersinggung, melamun, sedih, tetapi dilain pihak pada saat itu remaja akan gembira,tertawa-tawa ataupun marah.

(3). Transisi dalam kehidupan sosial.

Lingkungan sosial pre adolesen akan semakin bergeser keluar dari keluarga, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting, pergeseran nilai pada ikatan teman sebaya merupakan upaya remaja untuk mandiri.

(4). Transisi dalam nilai-nilai moral

Pre adolesen mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianut pada masa kanak-kanak, menuju kepada nilai yang dianut olah orang dewasa, saat ini remaja mulai meragukan dengan nilai-niali yang diterima pada masa kanak-kanak dan mulai mencari nilai sendiri.

(5). Transisi dalam pemahaman

Mengalami perkembangan kognitif/berpikir yang pesat sehingga mereka mulai mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, dimana pada masa sebelumnya individu masih berpikir secara konkrit (apa yang ada dihadapannya).

2.2.7 Karakteristik pre adolesen

Berdasarkan ciri-ciri perkembangannya, maka secara umum pre adolesen memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda dengan masa-masa yang lainnya, diantaranya memilki rasa ingin tahu yang besar , rasa ingin tahu ini bisa jadi akan membahayakan karena seringkali melibatkan beberapa hal yang mendasar dan vital, rasa ingin tahu yang besar ini seringkali dikaitkan dengan karakteristik remaja lain yaitu kebutuhan akan kemandirian yang mendorong remaja melakukan tindakan untuk membuktikan rasa ingin tahunya.

Rasa ingin tahu dan kebutuhan akan kemandirian tersebut mendorong pre adolesen kearah kematangan, akan tetapi jika rasa ingin tahu ini tidak dijaga, dalam batasan tertentu yang tidak dapat dikuasainya akan membawanya kepada pengetahuan yang sebenarnya secara emosional belum siap untuk diterima oleh remaja. Oleh sebab itu per adolesen membutuhkan bimbingan dari yang lebih dewasa. Meskipun kebutuhan ini juga dimiliki oleh individu dalam tahap perkembangan selanjutnya, namun pada masa remaja ini sangat menonjol dan seringkali menjadi sumber permasalahan dengan lingkungan, karena lingkungan kurang memahami kebutuhan yang khas pada remaja.

2.2.8 Tumbuh Kembang fisik Pre adolesen

Yang dimaksud dengan pre adolesen adalah periode dimana masa anak telah lewat dan pubertas dimulai, pubertas adalah suatu bagian penting dari masa remaja dimana yang lebih ditekankan adalah proses biologis yang pada akhirnya mengarah pada kemampuan bereproduksi, masa pubertas adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa dimana terjadi suatu percepatan pertumbuhan (growth Spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas, dan terjadi perubahan psikologis yang mencolok, pada fase ini pre adolesen berusaha merespon berbagai perubahan yang terjadi pada dirinya (Wong D.L, 1995)

Menurut Hurlock (2002) antara usia dua belas dan empat belas terdapat perbedaan yang sangat menonjol pada pada diri perempuan, anak perempuan menjadi lebih cepat matang dari anak laki-laki, perbedaan ini dicerminkan dalam tubuh yang lebih besar dan perilaku yang lebih matang, lebih agresif dan lebih sadar diri. Pada anak perempuan sebagai respon terhadap stimulasi Folikel Stimulating Hormon, ovarium memproduksi estradiol dalam jumlah yang makin lama makin banyak, perkembangan payudara bergantung pada kadar estradioll serum ini, dimana makin tinggi kadarnya, payudara makin berkembang ( Nancy P, 2002).




(1). Tinggi

Pada anak perempuan, percepatan tumbuh tinggi biasanya mulai segera setelah thelarche (mulainya pertumbuhan payudara) dan mencapai puncaknya kira-kira satu tahun kemudian pada umumnya dicapai pada usia 10-14 tahun.

(2). Berat

Penambahan berat badan pada anak perempuan pre adolesen mencapai 59 persen, pada anak perempuan setiap tahap perkembangan masa pubertas berhubungan dengan peningkatan dari lemak tubuh, timbunan lemak yang lebih besar biasanya terdapat pada ekstremitas.

(3). Reproduksi

Indikasi klinis utama bahwa pubertas telah dimulai adalah pembesaran dari ovarium, yang merupakan “ciri-ciri seks primer” dimana ovarium mulai menjalankan fungsinya sebagai tempat berkembang dan pelepasan sel telur dari folikel ovarium kira-kira setiap 28 hari, sel telur ini mulai matang dan memproduksi estrogen yang menyebabkan penebalan dan deferensiasi pada endometrium sebagai persiapan untuk menstruasi dan kelahiran, sedangkan ciri-ciri seks sekunder pada anak perempuan adalah perkembangan payudara (thelarche) dimana jaringan kelenjar di bawah areola mulai membesar sebagai respon terhadap estrogen yang diproduksi oleh ovarium, bersamaan dengan tumbuhnya rambut pubis, kelenjar apokrin vulva dan aksila mulai berfungsi yang dikenal dengan body odor atau bau badan. Dengan berkembangnya sel-sel yang memproduksi mukus yang melapisi uterus, dapat terjadi “leukore fisiologis” yang dianggap normal sebagai persiapan uterus untuk menstruasi (Nancy P, 2002).

2.3 Menstruasi

2.3.1 Pengertian

Menstruasi adalah pengeluaran secara periodik darah dan sel-sel tubuh dari vagina yang berasal dari dinding rahim wanita (Bobak, 2005), menstruasi dimulai saat pubertas dan menandai kemampuan seorang wanita untuk mengandung anak, walaupun faktor-faktor kesehatan lain dapat membatasi kapasitas ini. Menstruasi biasanya dimulai antara umur 10 sampai 16 tahun, walaupun pada beberapa kasus bisa pada usia yang lebih muda, tergantung pada berbagai faktor, termasuk kesehatan wanita, status nutrisi, dan berat tubuh relatif terhadap tinggi tubuh.

2.3.2 Fisiologi Menstruasi

Menstruasi merupakan bagian dari proses reguler yang mempersiapkan tubuh wanita setiap bulannya untuk kehamilan. Daur ini melibatkan beberapa tahap yang dikendalikan oleh interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus,hipopise dan ovarium, pada permulaan daur lapisan sel rahim mulai berkembang dan menebal, lapisan ini berperan sebagai penyokong bagi janin yang sedang tumbuh bila wanita tersebut hamil, hormon memberi sinyal pada telur di dalam indung telur untuk mulai berkembang, tak lama kemudian sebuah telur dilepaskan dari indung telur wanita dan mulai bergerak menuju tuba falopii terus ke rahim, bila telur tidak dibuahi oleh sperma pada saat berhubungan intim (atau saat inseminasi buatan), lapisan rahim akan terpisah dari dinding uterus dan mulai luruh serta akan dikeluarkan melalui vagina, bila seorang wanita menjadi hamil menstruasi bulanannya menjadi berhenti, oleh karena itu menghilangnya menstruasi bulanan merupakan tanda (walaupun tidak selalu) bahwa seorang wanita sedang hamil. (Uci A, 2005)

2.3.3 Siklus Menstruasi

Pada awalnya pada sebagian besar pre adolesen, menstruasi tidak reguler, tidak dapat diprediksi, tidak nyeri dan tidak mengandung telur, setelah satu tahun atau lebih, berkembang suatu irama hipofisis-hipotalamus, ovarium memproduksi estrogen siklik yang adekuat untuk mematangkan ovum, hari pertama keluarnya rabas menstruasi ditetapkan sebagai hari pertama siklus menstruasi, lama rata-rata aliran menstruasi adalah lima hari (dengan rentang tiga sampai enam hari), dan jumlah darah rata-rata yang hilang adalah 50 ml (rentang 20 sampai 80 ml), namun hal ini sangat bervariasi ( Bobak, 2005).

Siklus menstruasi endometrium terdiri dari empat fase, yakni: Fase menstruasi, fase proliferasi, fase sekresi, fase iskemik.

Fase Proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak sekitar hari kelima hingga ovulasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-14 siklus 28 hari, atau hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal dalam sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti, sejak saat ini terjadi penebalan 8 sampai 10 kali lipat yang berakhir saat ovulasi, fase proliferasi bergantung kapada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium (Graaf).

Fase Sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Setelah ovulasi diproduksi lebih bayak Progesteron, sekarang terlihat endometrium yang edematosa, vaskular dan fungsional. Pada akhir fase sekresi, endometrium selretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus, endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar, tempat yang sesuai untuk melindungi dan memberi nutrisi ovum yang dibuahi.

Implantasi (nidasi) ovum yang dibuahi terjadi sekitar tujuh sampai sepuluh hari setelah ovulasi, apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum (badan kuning) yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut, seiring penurunan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme. Selama fase iskemi, suplai darah ke endometrium fungsional berhenti dan terjadi nekrosis, lapisan fungsional berpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai, menandai hari pertama siklus berikutnya.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya, sehingga memberi gambaran yang jelas tentang situasi–situasi di lapangan apa adanya. (Widodo,2005). Melalui metode ini diharapkan dapat mengetahui gambaran pengetahuan murid kelas V dan VI SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung tentang menstruasi

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah objek yang akan menjadi perhatian suatu penelitian (Arikunto,1998) Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep penelitian tertentu (Notoatmodjo, 2002), pada penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah pengetahuan murid kelas V dan VI SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung tentang menstruasi.

3.3 Populasi dan sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2002). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruhan murid perempuan kelas V dan VI SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung yang berjumlah 43 orang.

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, dimana semua objek dalam populasi diambil seluruhnya untuk dijadikan sampel (Arikunto, 2002). Metode ini digunakan dengan pertimbangan bahwa objek penelitian berada pada bagian yang sama yaitu di Kelas V dan VI SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung. Selain itu karena jumlah populasi yang sedikit sehingga karakteristik yang dimiliki dapat diasumsikan sama.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket terstruktur untuk mengukur pengetahuan. Dan jenis pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan tertutup yang berbentuk pilihan ganda, dimana responden tinggal memilih jawaban yang tersedia. Jawaban yang benar diberi nilai 1 (satu) dan jawaban yang salah atau tidak diisi diberi nilai 0 (nol). Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti dengan cara membagikan kuesioner kepada responden yang terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang pengisian kuesioner yang benar.

3.6 Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan siap untuk mengukur yang hendak diukur (validitas) (Sugiyono, 2003) dan instrumen itu bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data/hasil yang sama (reliable).

3.5.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana relevansi pertanyaan terhadap apa yang ditanyakan atau apa yang ingin diukur dalam penelitian. Uji validitas dilakukan untuk menguji ketepatan suatu item dalam pengukuran instrumennya.

Dalam penelitian ini, karena kondisi data bersifat dikhotomus yang memiliki dua kondisi yaitu ”benar” dan ”salah”, maka validitas instrumen yang digunakan adalah teknik uji korelasi Point Biserial yang merupakan korelasi antara skor-skor dalam item dengan skor-skor dalam tes yang dikoreksi dengan dikurangkan dulu dari skor totalnya (Azwar, 2001), sehingga rumus koefisien validitasnya adalah sebagai berikut:

rpb = Koefisien validitas (korelasi point biserial)

Mi = Rata-rata skor dari subjek-subjek yang menjawab “benar” untuk item yang dicari korelasinya dengan tes

Mx = Rata-rata skor total

Sx = Standar deviasi skor total

p = Proporsi subjek yang menjawab “benar” item tersebut

Suatu pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,300 (Kaplan dan Saccuzo, 1993). Dengan demikian, dasar pengambilan keputusan uji validitas ini adalah sebagai berikut :

· Jika r positif, serta r 0,300, maka item pernyataan tersebut valid.

Jika r tidak positif, atau r < 0,300, maka item pernyataan tersebut tidak valid.

Dari hasil pengujian validitas 31 item pertanyaan diperoleh 27 item pernyataan yang valid dan 4 item pernyataan tidak valid, yaitu item 4, 8, 19 dan item 31, kemudian pertanyaan yang tidak valid tersebut diperbaiki kata-katanya. Setelah itu, dilakukan pengujian kembali sehingga diperoleh hasil uji validitas seperti yang terdapat pada lampiran. Dari lampiran tersebut terlihat bahwa semua item pertanyaan telah valid (koefisien validitas lebih dari atau sama dengan 0,300). Dengan demikian, jumlah item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel pengetahuan ada 31 item.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan sejauh mana tingkat kekonsistenan pengukuran dari suatu responden dengan responden lainnya. Dengan kata lain sejauh mana pertanyaan dapat di pahami sehingga tidak menyebabkan beda interpretasi terhadap pertanyaan itu, dan juga dapat diartikan bahwa apabila kita akan mengadakan penelitian dikemudian hari dengan kajian yang sama, maka akan menghasilkan suatu nilai yang sama.

Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien Kuder Richardson (KR)-20. Kuder Richardson (KR)-20 merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengukur tingkat reliabilitas dengan membelah suatu tes yang berisi item-item menjadi sebanyak jumlah itemnya dan mengestimasi reliabilitasnya melalui formula alpha yang disesuaikan (Kuder & Richardson, 1937 ). Koefisien Kuder Richardson (KR)-20 adalah rata-rata estimasi reliabilitas dari semua cara belah dua yang dilakukan. Koefisien ini juga mencerminkan sejauhmana kesetaraan isi item-item dalam tes (Azwar, 2001). Rumus koefisien Kuder Richardson (KR)-20 adalah sebagai berikut :

KR-20 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan

Vt = varians skor total

p = proporsi subjek yang menjawab betul (skor 1)

q = proporsi subjek yang menjawab salah (skor 0)

Sekumpulan pertanyaan dikatakan reliabel jika koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,700. (Kaplan dan Saccuzo, 1993). Dengan demikian, dasar pengambilan keputusan uji reliabilitas ini adalah sebagai berikut :

Jika (KR)-20 positif, serta r 0,700, maka variabel tersebut reliabel.

Jika (KR)-20 tidak positif, atau r < 0,700, maka variabel tersebut tidak reliabel.

Dari hasil pengujian reliabilitas 31 item pertanyaan diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,9. Ini berarti bahwa pertanyaan – pertanyaan tersebut sudah reliabel. Dengan demikian, instrumen penelitian yang telah dibuat dapat dipercaya dan diakui kebenarannya.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Untuk mengidentifikasi pengetahuan murid kelas V dan kelas VI tentang menarche di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung, dilakukan teknik prosentase dengan rumus :

P =

(Sugiyono, 2003)

Keterangan :

P : Prosentase

X : Jumlah jawaban benar

N : Skor maksimal

Untuk prosentase pengetahuan murid kelas V dan kelas VI tentang menarche, hasilnya diinterpretasikan dengan menggunakan standar kriteria kualitatif :

- Baik bila didapatkan hasil 75% - 100%

- Cukup bila didapatkan hasil 56% - 75%

- Kurang bila didapatkan hasil < 56%

Selanjutnya, untuk kategori dari pengetahuan tersebut dihitung frekuensi dan persentasinya sebagai berikut :

P = (F/N) x 100 %

Keterangan :

P : persentase yang dicari

F : frekuensi atau jumlah responden yang termasuk pada kategori

variabel

N: jumlah responden keseluruhan

Kemudian kategori persentase diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :

0 % : tidak seorangpun dari responden

1 – 19 % : sangat sedikit responden

20 – 39 % : sebagian kecil responden

40 – 59 % : sebagian dari responden

60 – 79 % : sebagian besar responden

80 – 99 % : hampir seluruh responden

100 % : seluruh responden

3.7 Prosedur Pengumpulan Data

Langkah-langkah penelitian berguna untuk mempermudah dalam menyelesaikan penelitian, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut

3.7.1 Tahap Persiapan Penelitian

Menentukan topik penelitian, studi kepustakaan, studi pendahuluan, penyusunan proposal dan instrumen, seminar proposal, permohonan izin penelitian, melakukan uji validitas dan reliabilitas instrument, serta melakukan perbaikan instrument penelitian.

3.7.2 Tahap pelaksanaan penelitian

Mendapatkan persetujuan dari responden, penyebaran kuesioner, pengumpulan hasil kuesioner, melakukan pengolahan data dan analisa data, menarik kesimpulan.

3.7.2 Tahap akhir

Menyusun laporan akhir, penyajian hasil penelitian, sidang, perbaikan sidang.

3.8 Etika Penelitian

Peneliti menjamin hak-hak responden dengan terlebih dahulu melakukan Informed consent sebelum melakukan penelitian, responden berhak menolak atau tidak bersedia menjadi subyek penelitian dan selama penelitian data-data responden dijamin kerahasiaannya begitu juga dengan identitas responden dengan menggunakan nama samaran (Pseudoname), hasil penelitian ini hanya akan digunakan untuk perkembangan Ilmu Pengetahuan.

3.9 Waktu dan tempat penelitian

3.9.1 Waktu penelitian

Waktu penelitian ditentukan setelah peneliti mengadakan seminar proposal penelitian

3.9.2 Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di SDN Panorama 2 Jln Hegarmanah Kec Cidadap Bandung


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan data hasil penelitian terhadap 43 responden yang merupakan murid perempuan kelas V dan VI di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung yang diperoleh untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan murid kelas V dan VI tentang menstruasi di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuesioner tertutup dimana jawaban telah disediakan dan responden tinggal memilih alternatif jawaban, kuesioner ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk menggali pengetahuan responden mengenai hal tersebut, data penelitian yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif, dari hasil penelitian tersebut dilakukan pengkategorian terhadap pengetahuan tentang menstruasi yang termasuk baik, cukup, atau kurang pada murid kelas V dan VI di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung yang akan diperlihatkan melalui tabel distribusi frekwensi yang disertai dengan pembahasannya. Adapun hasil pengolahan data secara statistik disertakan pada bagian lampiran skripsi ini.

4.1 . Hasil Penelitian

4.1.1 Variabel pengetahuan murid kelas V dan VI tentang menstruasi.

Berdasarkan hasil penelitian variabel pengetahuan murid kelas V dan V tentang menstruasi di SDN Panorama 2 Kec Cidadap dapat diketahui bahwa dari 43 responden, sebagian besar responden yaitu 23 orang atau (53,49%) pengetahuannya tentang menstruasi tergolong kurang, sedangkan sebanyak 18 orang responden atau (41,86%) mempunyai pengetahuan yang cukup tentang menstruasi dan sebanyak 2 orang atau (4,65%) mempunyai pengetahuan yang baik mengenai menstruasi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk tabel distribusi frekwensi di bawah ini.

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Variabel Pengetahuan Murid Kelas V dan VI tentang Menstruasi

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 43 orang murid kelas V dan VI tentang menstruasi diatas terlihat bahwa persentase terbesar pada murid kelas V dan VI adalah yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang menstruasi yaitu sebesar 53% dimana kebanyakan terdapat pada kelompok murid kelas V, yang kedua adalah kategori cukup yaitu sebesar 42%, dan yang paling kecil adalah untuk kategori baik yaitu sebesar 5% yang terdapat pada kelompok murid kelas VI. Hal ini membuktikan bahwa ternyata pengetahuan murid kelas V dan VI tentang menstruasi masih sangat kurang, sebab jumlah murid yang pengetahuannya baik tentang menstruasi hanya sebagian kecil saja, hal ini bisa disebabkan oleh masih kurangnya mereka mendapat pendidikan tentang menstruasi khususnya dari sekolah karena belum adanya kurikulum yang jelas mengenai pendidikan tentang menstruasi, maupun dari lingkungan sekitarnya berupa informasi yang mereka dapatkan dari berbagai sumber yang belum menjelaskan secara spesifik mengenai menstruasi, ataupun dari lembaga yang bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan tentang menstruasi bagi murid Sekolah Dasar yang dalam hal ini adalah petugas kesehatan, disamping itu orang tua biasanya mulai memberikan pendidikan tentang menstruasi apabila si anak sudah mengalami menstruasi saja

Hasil penelitian juga menggambarkan mereka belum memiliki pemahaman yang benar tentang menstruasi walaupun materi tentang menstruasi telah diberikan oleh guru mereka, tapi dalam pelaksanaannya belum optimal, materi hanya diberikan dalam satu kali pertemuan dan hanya terbatas pada murid kelas VI saja, disamping itu belum ada standar yang baku tentang hal spesifik apa saja yang perlu diketahui oleh murid tersebut, dari pihak puskesmas juga pelaksanaan penyuluhan kesehatan reproduksi untuk murid Sekolah Dasar hanya dilaksanakan setiap 6 bulan sekali yang mencakup seluruh aspek tentang kesehatan reproduksi tanpa membahas secara khusus mengenai menstruasi. Orang tua biasanya mulai memberikan pendidikan tentang menstruasi apabila si anak sudah mengalami menstruasi saja, Karena adanya anggapan murid kelas V dan VI masih dikategorikan sebagai “anak kecil” yang belum saatnya mendapat pengetahuan tentang menstruasi, sehingga dengan minimnya pelajaran yang mereka dapatkan, pengetahuan mereka tentang menstruasi jadi sangat kurang sekali.

Bila melihat fenomena yang terjadi diatas, maka hal ini merupakan suatu masalah yang cukup serius dimana pada kenyataannya pengetahuan murid kelas V dan VI tentang menstruasi adalah tidak adekuat sedangkan pada masa sekarang terdapat kecenderungan bahwa menarche (Menstruasi yang pertama) datang lebih cepat dari segi umur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, seharusnya hal ini menjadi perencanaan tersendiri bagi pihak terkait untuk mempertimbangkan pendidikan tentang menstruasi sebagai hal yang harus diberikan kepada murid kelas V dan VI secara dini agar apabila mereka mengalami menstruasi secara fisik dan psikologis mereka siap menerima hal tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Notoatmodjo (2003), bahwa terbentuknya suatu perilaku baru dimulai oleh domain kognitif, dalam arti si subyek harus tahu terlebih dahulu stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada obyek tersebut dan selanjutnya diharapkan menimbulkan respon positif terhadap obyek yang diketahui tersebut.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilku yang tidak didasari oleh pengetahuan, karena pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( Notoatmodjo, 2003).

4.2.2 Sub Variabel Pengetahuan Murid Kelas V dan VI Tentang Pengertian Menstruasi

Dari hasil penelitian sub variabel pengetahuan murid kelas V dan VI tentang pengertian Menstruasi seperti yang terdapat dalam tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar 69,77% responden yang didominasi oleh kelompok murid kelas V memiliki pengetahuan yang kurang tentang pengertian menstruasi dan sebanyak 30,23% responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang pengertian menstruasi sedangkan responden yang memiliki pengetahuan baik tentang pengertian menstruasi tidak ada seorangpun 0,00%.

Berdasarkan hasil jawaban, kebanyakan responden belum mengetahui lama menstruasi yang normal (74,42%), terkait dengan siklus menstruasi seorang wanita yang berkisar antara 5-7 hari, yang disebabkan oleh pematangan alat kandungan, dimana dalam masa kanak-kanak indung telur masih istirahat, belum melakukan fungsinya dengan baik, memasuki masa remaja terjadilah perubahan-perubahan besar pada tubuh wanita, ciri khas memasuki masa remaja adalah ditandai dengan adanya perubahan-perubahan siklik pada alat kandungan sebagai persiapan untuk suatu kehamilan, peristiwa penting tersebut ditandai dengan datangnya menstruasi (Rustam M, 1998).

Menstruasi terjadi pada fase iskemik dimana apabila ovum tidak dibuahi kadar progesteron dan estrogen menurun dan juga korpus luteum mengalami penurunan, sehingga arteri pada endometrium berkonstriksi, dan dinding uterus menjadi menyusut dan mati karena iskemik, bagian-bagian yang mati inilah yang keluar melalui vagina yang kita sebut dengan menstruasi, proses ini berlangsung sekitar 3 sampai 5 hari bahkan sampai 7 hari.(Hamilton, 1995), menstruasi yang lebih dari 7-10 hari menandakan adanya masalah dalam alat kandungan, ada berbagai faktor yang bisa menjadi penyebab terjadinya menstruasi yang memanjang tersebut seperti adanya infeksi atau kemungkinan adanya keganasan, hal ini seharusnya sudah diketahui oleh pre adolesen agar apabila hal ini terjadi bisa menjadi perhatian bagi pre adolesen dan dapat ditindak lanjuti dengan segera.

Berikutnya sebanyak 60,47% pre adolesen belum mengetahui tanda-tanda yang sering menyertai seseorang yang akan mengalami menstruasi (PMS), Pre Menstrual sindrom disebabkan oleh karena tingginya kadar progesteron selama fase siklus menstruasi mengakibatkan banyak keluhan dan ketidaknyamanan fisik selama beberapa hari sebelum periode menstruasi datang, hal ini khususnya sering terjadi awal-awal masa remaja, gejala-gejala tersebut berupa puting susu yang nyeri dan bengkak, mudah tersinggung, nyeri pada perut yang disebabkan oleh kontraksi otot-otot halus rahim, sakit kepala, gelisah, letih dan lain-lain (Hamilton, 1995). Bagi kebanyakan pre adolesen rasa tidak nyaman sebelum mengalami menstruasi sering diartikan salah, mereka bisa berfikir akan mengalami suatu penyakit dan mempunyai anggapan “ada yang salah pada diri saya”, sehingga secara psikologis mengganggu fikiran mereka dalam pergaulan sehari-hari, dengan beberapa perubahan yang dialami menyebabkan pre adolesen menganggap betapa tidak enak dan tidak nyamannya ketika menstruasi itu datang sehingga bagi yang sudah mengalami menstruasi merasa kenapa diusia sekolah dasar mereka sudah mendapatkan menstruasi sedangkan teman-teman yang lain belum mendapatkannya.

4.2.3 Sub Variabel Pengetahuan Murid Kelas V dan VI tentang Penyebab Menstruasi.

Dari hasil penelitian sub variabel pengetahuan murid kelas V dan VI tentang Penyebab Menstruasi seperti yang terdapat dalam tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa terdapat 44,19% murid yang lebih didominasi oleh kelompok murid kelas VI memiliki pengetahuan baik tentang penyebab menstruasi dan 37,21% murid yang memiliki pengetahuan cukup tentang penyebab menstruasi, sedangkan murid yang memiliki pengetahuan kurang tentang penyebab menstruasi ada 18,60%.

Menurut DepKes RI (2003), bahwa pada masa remaja terjadi perkembangan dan pematangan alat dan fungsi reproduksi secara berangsur-angsur sampai memasuki masa dewasa, yang spesifik pada pertumbuhan fisik remaja adalah kecepatan tumbuhnya (growth spurt), pada wanita hal yang paling menonjol adalah kematangan organ reproduksi dimana akan diproduksi hormon yang berbeda, penampilan yang berbeda dan serta bentuk tubuh akibat berkembangnya organ seks sekunder. Pada masa pre adolesen ini terjadi perubahan fisik yang bermakna sampai pubertas berakhir dan berhenti pada masa dewasa, keadaan ini terjadi pada semua pre adolesen yang normal, yang berbeda adalah awal mulainya, ada yang mengalami perubahan yang lebih awal dibandingkan dengan yang lainnya, memasuki masa remaja yang diawali dengan kematangan seksual, maka remaja akan dihadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi, kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja, datangnya menarche dapat menimbulkan reaksi yang positif maupun yang negatif bagi pre adolesen, bila mereka kurang memperoleh informasi maka akan merasakan pengalaman yang negatif tetapi apabila mereka sudah dipersiapkan dan mendapat informasi tentang akan datangnya menstruasi maka pre adolesen tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi negatif lainnya, sehingga secara dini anak diharapkan siap menghadapi perubahan tersebut dan siap melangkah ketahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2004).

Dari penelitian ini menggambarkan murid kelas V dan VI di SDN Panorama 2 Kec Cidadap sebagian besar sudah mengetahui tanda-tanda memasuki masa pubertas yaitu datangnya menstruasi pada anak perempuan dan disertai tumbuhnya bulu-bulu di daerah kemaluan dan area bawah ketiak kemudian perubahan fisik yang dialami memasuki masa pubertas yang meliputi pembesaran payudara dan perubahan pada bau badan, tapi sebagian murid belum mengetahui kenapa menstruasi ada yang datangnya lebih cepat dan ada yang lebih lambat, mereka hanya mengetahui teman-temannya yang rata-rata berbadan besar pasti lebih dahulu mendapatkan menstruasi, dari satu segi penilaian tersebut benar adanya tapi ada beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi kondisi ini seperti faktor keturunan, buku-buku bacaan dan semakin terbukanya informasi mengenai masalah seksual, banyak faktor yang menyebabkan keragaman pengetahuan murid ini antara lain dari segi psikologis anak merasa belum saatnya mengetahui hal tersebut, kedua kurangnya perhatian murid pada saat materi diajarkan, bisa juga pemberian materi yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak.

4.2.4 Sub Variabel Pengetahuan Murid Kelas V dan VI tentang Pengelolaan ketika Menstruasi.

Dari hasil penelitian sub variabel pengelolaan ketika menstruasi seperti yang terdapat pada Tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa dari 43 murid kelas V dan VI secara keseluruhan, terdapat 18 orang murid atau (41,86%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang pengelolaan ketika menstruasi dan 16 orang murid (37,21%) yang memiliki pengetahuan cukup tentang pengelolaan ketika menstruasi, sedangkan murid yang memiliki pengetahuan baik tentang pengelolaan ketika menstruasi hanya ada 9 orang atau (20,93%).

Perubahan bau badan disebabkan oleh peningkatan sekresi kelenjar apokrin aksila yang menyebabkan body odor atau bau badan, pre adolesen dengan aktifitas yang tinggi mengeluarkan keringat yang lebih banyak pada saat melakukan aktifitas fisik (Nancy P, dalam Moersintowan dkk 2002), Pre Adolesen yang sehari-hari biasa beraktifitas menjadi terbatas karena takut bila terlalu banyak berkeringat akan menimbulkan bau badan yang kurang enak, sehingga pre adolesen dalam pergaualan cenderung menarik diri, hal ini seharusnya tidak terjadi bila hal kecil seperti pemakaian talk dan deodorant yang sesuai dengan pre adolesen bisa diajarkan kepada murid lebih dini.

Dari jawaban responden juga didapatkan sebagian murid belum mengetahui cara menjaga kebersihan pada saat menstruasi, cara cebok yang baik seperti apa dan akibat yang ditimbulkan bila kurang menjaga kebersihan pada saat menstruasi, disamping itu darah menstruasi itu sendiri yang merupakan pengelupasan dari dinding uterus secara periodik perlu ”ditampung” dengan cara yang benar dengan menggunakan pembalut yang benar pula, perasaan takut tembus merupakan masalah yag sangat mengganggu bila sedang mengalami menstruasi, sehingga berdampak bila sedang mengalami menstruasi pre adolesen paling takut bila disuruh maju ke depan kelas.

Pada saat menstruasi kelembaban area vagina bertambah yang memungkinkan lebih mudah perkembangan bakteri pathogen (Bobak, 2005) apabila masalah personal Hygiene pada saat menstruasi belum dipahami secara benar oleh pre adolesen pada tahap selanjutnya infeksi pada alat kelamin akan lebih mudah terjangkiti, pada tahap awal ditandai dengan rasa gatal gangguan pada siklus menstruasi dan pada akhirnya akan mempengaruhi keseluruhan alat reproduksi yang berpengaruh besar pada tingkat fertilitas dimasa dewasa nantinya. Oleh karena itu pada saat menstruasi kebersihan area vagina merupakan salah satu hal yang harus menjadi perhatian utama bagi para pendidik untuk diajarkan kepada pre adolesen yang sedang mengalami mentruasi.

Hasil penelitian juga menunjukkan walaupun sebagian besar responden sudah mengetahui zat gizi yang dibutuhkan pada saat menstruasi (67,44%) tapi sebagian lagi belum mengetahui (32,56%), pre adolesen membutuhkan energi dan nutrien untuk deposisi jaringan, peristiwa ini merupakan suatu fenomena pertumbuhan tercepat yang terjadi kedua kali setelah yang pertama dialami setelah tahun pertama kehidupannya, kegagalan mengkonsumsi nutrisi yang adekuat pada waktu ini dapat menyebabkan kematangan seksual terlambat dan pertumbuhan mengalami perlambatan, salah satu kebutuhan nutrien tersebut adalah zat besi, kebutuhan zat besi meningkat pada pre adolesen karena peningkatan pertumbuhan dan ekspansi volume darah dan masa otot khususnya lagi pada saat menstruasi, kebutuhan zat besi rata-rata pada pre adolesen sekitar 10 mg/hari sedangkan pada saat menstruasi dianjurkan konsumsi zat besi sekitar 15 mg/hari (IKG Suandi, dalam soetjiningsih, 2004) oleh karena itu asupan zat besi yang lebih banyak sangat dianjurkan yang diantaranya terdapat dalam sayuran hijau seperti bayam, juga terdapat di hati, daging sapi, kacang kering dan sereal.




4.2.5 Sub Variabel Pengetahuan Murid Kelas V dan VI tentang mitos yang salah tentang Menstruasi.

Dari hasil penelitian sub variabel tentang mitos yang salah tentang menstruasi seperti yang terdapat pada Tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa dari 43 murid kelas V dan VI secara keseluruhan, terdapat 24 orang murid atau (55,81%) yang didominasi oleh murid kelas V, memiliki pengetahuan kurang mengenai mitos yang salah tentang menstruasi dan 12 orang murid atau (27,91%) yang memiliki pengetahuan cukup mengenai mitos yang salah tentang menstruasi, sedangkan murid yang memiliki pengetahuan baik mengenai mitos yang salah tentang menstruasi hanya ada 7 orang atau (16,28%).

Berdasarkan hasil jawaban, kebanyakan responden masih mempercayai bahwa adanya anggapan perempuan yang sedang mengalami menstruasi tidak boleh berdekatan dengan anak laki-laki karena bisa menyebabkan kehamilan, dan responden masih menganggap bahwa masalah menstruasi merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan dan hanya perlu diketahui oleh orang dewasa saja, ada lagi keyakinan yang mengatakan perempuan yang sedang menstruasi tidak boleh tidur siang karena sel darah putih bisa naik dan menimbulkan kebutaan, adanya anggapan atau mitos salah yang secara turun temurun berkembang dalam pergaulan sehari-hari yang belum bisa dibuktikan kebenarannya dapat menyebabkan kesalahan juga bagi pre adolesen dalam menyikapi saat-saat menstruasi, mereka membatasi diri dari dalam kegiatan apapun yang dilaksanakan pada saat menstruasi, pre adolesen cenderung menarik diri karena takut bersentuhan dengan lawan jenisnya.

Secara teoritis disebutkan bahwa kehamilan bisa terjadi apabila terjadi pertemuan antara sel sperma dengan ovum di dalam rahim tepatnya di ampula tuba (Bobak, 2005) jadi bukan disebabkan oleh adanya persentuhan kulit antara perempuan dan laki-laki.

Di dalam masyarakat terdapat apa yang dinamakan pola perilaku atau patterns of behavior yang mengatur cara masyarakat bertindak, dan berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat, selain terpengaruh oleh pola bersama tersebut, pola perilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang secara turun temurun diyakini, kebudayaan menetapkan peraturan-peraturan apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang.(Soerjono, S. 1990). Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah sebagai berikut : (1). Unsur yang menyangkut penilaian (valuational elements) misalnya apa yang baik dan buruk, apa yang menyenangkan dan apa yang tidak sesuai dengan keinginan. (2). Unsur yang berhubungan dengan apa yang seharusnya (prescriptive elements) seperti bagaimana orang harus berlaku. (3). Unsur yang menyangkut kepercayaan (cognitive element) misalnya tindakan yang tidak boleh dan yang boleh dilakukan (Soerjono, S. 1990).

Walaupun pada saat sekarang informasi mengenai segala hal sudah bisa diakses dengan mudah, tapi keyakinan atau mitos yang salah seputar menstruasi ini masih tetap diyakini oleh masyarakat, hal ini seharusnya menjadi acuan dan perhatian bagi tenaga kesehatan agar secara berkala dapat memberikan penyuluhan dan bimbingan yang sangat diperlukan demi perubahan sikap dan perilaku kearah yang lebih baik.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan bukan merupakan instrumen yang baku. Instrumen dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan konsep yang ada, dalam pelaksanaannya masih banyak item pertanyaaan yang belum mengena dan kurang sesuai dengan tujuan penelitian.

Walaupun keseluruhan data yang telah didapat dalam penelitian ini tersedia, tetapi penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini, diantaranya : (1) Kemungkinan ketika pengisian angket berlangsung, murid tidak tertalu serius membaca dengan seksama item-item pernyataan yang diberikan penulis. (2) Kemungkinan siswa tidak menjawab dengan jujur semua item-item pernyataan yang diberikan sehingga hasil penelitian ini tidak 100% dijamin kebenarannya.

SIMPULAN DAN SARAN




Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengetahuan Murid Kelas V dan VI tentang menstruasi, maka dapat diambil simpulan dan saran sebagai berikut :

5.1 Simpulan

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari penelitian terhadap 43 responden murid kelas V dan VI tentang menstruasi di SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, didapatkan hasil sebagian besar responden yaitu sebanyak 53,49% memiliki pengetahuan yang kurang tentang menstruasi, sedangkan sebagian lainnya yaitu sebanyak 41,86% memiliki pengetahuan yang cukup tentang menstruasi, sementara itu hanya sebanyak 4,65% responden memiliki pengetahuan yang baik tentang menstruasi.

Berdasarkan sub variabel penelitian didapatkan hasil, sebagian besar (69%) responden belum mengetahui pengertian dari menstruasi, responden belum mengetahui berapa lama menstruasi yang normal, serta tanda-tanda yang sering menyertai seseorang yang akan mengalami menstruasi, dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar (44,19%) responden sudah mengetahui penyebab terjadinya menstruasi, sedangkan sebanyak 41,86% responden mempunyai pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan ketika menstruasi, serta sebanyak 55,81% responden mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai mitos yang salah tentang menstruasi.

5.2 Saran

5.2.1 SDN Panorama 2 Kec Cidadap Bandung

Murid SDN Panorama 2 Kec Cidadap khususnya kelas V dan VI berada pada tahap pre adolesen yang banyak mengalami perubahan-perubahan menuju proses kematangan, dalam hal ini diharapkan pihak sekolah dapat mempertimbangkan penambahan materi pelajaran mengenai menstruasi yang sudah diajarkan secara dini kepada murid kelas V dan VI, agar bila anak mendapat menstruasi secara fisik dan psikologis mereka siap menghadapinya.

5.2.2 Perawat Komunitas

Perawat komunitas diharapkan mampu menjadi konselor dan edukator yang tepat bagi remaja. Perlu peningkatan kegiatan sosialisasi, KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) yang lebih intensif kepada remaja khususnya murid Sekolah Dasar kelas V dan VI sehingga remaja dapat mengetahui tentang aspek-aspek kesehatan reproduksi remaja khususnya pengetahuan tentang menstruasi seperti apa itu menstruasi, penyebab terjadinya menstruasi, pengelolaan ketika menstruasi dan meluruskan mitos yang salah mengenai menstruasi. Sebelum melakukan kegiatan diatas, perawat harus dapat melakukan pendekatan terhadap remaja agar bisa terjalin kepercayaan satu sama lain.

5.2.3 Pengembangan Ilmu Keperawatan

Kepada peneliti selanjutnya, dianjurkan untuk meneliti lebih lanjut tentang ”Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas pelaksanaan penyuluhan tentang menstruasi di Sekolah Dasar”.

DMC