BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Secara umum berkembang dan pertumbuhan yang dialami setiap individu,khususnya pada peride kanak-kanak,dapat disimpulkan karakteristik dan arahnya,namun secara khusus keadaan tsb tidak dapat dikatakan stabil atau tetap.Jikadiamati berdasarkan karakteristik individual,perkembangan beserta dimensi-dimensinya bersifat dinamis.perkembangan seseorang sulit diharapkan dapat bergerak terus secara positif dari awal perkembangan menuju ke perkembangan berikutnya,dan dari periode satu ke periode selanjutnya.Perkembngan bergerak dan sering sekali mengikuti stimulasi dari unsur-unsur yang menghampirinya,apalagi jika unsur perkembangan yang dimaksud bersifat sensitive,seperti perkembangan emosi dan social.
Jika dilihat dari kedudukan setiap unsure perkembangan padaindividu dan dihubungakandengan factor-faktor yang mempengaruhinya sebagaimana dijelaskan di ates, ampaknya bagi para guru maupun orang tua tidaklah bijaksana jika kondisi-kondisi yang sudah dipaparkan tadi dianggap sebagai beban semata yang dapat memicu permasalahan dalam perkembangan emosi social anak.
B. Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan,tujuan pembuatan makalah ini juga salah satunya untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi kami yang akan berkecimpung di dunia anak,khususnya anak usia dini(prasekolah).
Kami sebagai calon guru TK perlu mengetahui basic dari mengenal anakkarena untuk dapatmengembangkan potensi dari anak agar mencapai keunggulan-keunggulan sesuai dengan dimensi-dimensinya,yaitu sukses dalam mengantarkan anak-anak prasekolah atau taman kanak-kanak pada level kecerdasan khususnya emosi dan social sesuai dengan yang diharapkan.
BAB II
PEMBAHASAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK
Perkembangan emosi dan sosial anak tidak selamanya stabil.Seorang anak mampu menyesuaikan diri secara tepat dan baik dalam lingkungan yang dimasukinya,tetapi suatu saat mereka mengalami kesulitan bahkan kegagalan dalam berinteraksi dan berakyivitas dalam lingkungan social tertentu.Juga dalam perkembangan emosinya,suatu saat anak-anak berada dalam kondisi yang penuh dengan kegembiraan dan keceriaan,disaat lain mereka tampak kecewa,marah bahkan stress yang jelas terlihat pada ekspresi mereka saat berkomunikasi dan berinteraksi dalam lingkungannya.
Banyak factor yang mempengaruhi stabilitas emosi dan kesanggupan social anak,baik yang berasal dari anak itu sendiri maupun yang berasal dari luar dirinya.Ada factor-faktor yang mempengaruhi secara dominan,maupun secara terbatas baik pada aspek fisik dan psikologis maupun pada perilaku anak secara keseluruhan.Untuk dapat menyelami berbagai factor yang mempengaruhio perkembangan emosi maupun social anak, selanjutnya akan dibahas tentang factor-faktor yang dianggap potensial mempengaruhi kedua dimensi perkembangan tersebut.
A. BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN EMOSI ANAK
Banyak factor yang mempengaruhi stabilitas emosi dan kesanggupan social anak,baik yang berasal dari anak itu sendiri maupun yang berasal dari luar dirinya.Ada factor-faktor yang mempengaruhi secara dominan,maupun secara terbatas baik pada aspek fisik dan psikologis maupun pada perilaku anak secara keseluruhan.Untuk dapat menyelami berbagai factor yang mempengaruhio perkembangan emosi maupun social anak, selanjutnya akan dibahas tentang factor-faktor yang dianggap potensial mempengaruhi kedua dimensi perkembangan tersebut.
A. BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN EMOSI ANAK
Mengacu kepada Setiawan (1995),terdapat seumlah factor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak prasekolah atau TK,bahkan hingga mampu menimbulkan gangguan yang mencemaskan para pendidik dan orang tua.Faktor-faktor tersebut yaitu meliputi :
keadaan didalam diri individu ;
konflik-konflik dalam prises perkembangan ;
sebab-sebab yang bersumber dari lingkungan.
Untuk memahaminya ketiga faktor tersebut akan diuraikan satu persatu.
Pengaruh keadaan individu sendiri.
Keadaan diri individu,seperti usia,keadaan fisik,intelegensi,peran seks,dll (Hurlock,1980) dapat mempengaruhi perkembangan individu.Hal yang cukup menonjol terutama berupa cacat tubuh atau apapun yang dianggap oleh diri anak sebagai sesustu kekurangan pada dirinya dan akan sangat mempengaruhi perkembangan emosinya.Kadang-kadang juga berdampak lebih jauh pada kepribadian anak.Dalam kondisi ini perilaku-perilaku umum yang biasanya muncul adalah mudah tersinggung,merasa rendah diri atau menarik diri dari lingkungannya,dll.Dampak yang muncul pada anak akibat keadaan dirinya tersebut,pada tingkatan tertentu akan sangat membahayakan,terutama pada saat anak mengidentifikasi diri dan menemukan bahwa hal tersebut merupakan factor nyata yang dianggap dapat merendahkan dirinyadalam lingkungannya.Hal tersebut akan semakin mempengaruhi jika lingkungan secara nyata menghindari dirinya dan memberikan reaksi penolakan.Lebih jauh lagi,mungkin anak akan menjadi antisocial,bahkan ingin menghancurkan diri dan lingkungannya akibat frustrasi yang kuat.Perlu ada tindakan preventif untuk menghindari dampak serius dari pengaruh emosi yang timbuldari dalam diri anak.Kita perlu mempersiapkan tindakan kuratif untuk menjaga kemungkinan dampak buruk yang datang secara tiba-tiba.Tindakan preventif yang utama adalah membangun kesadaran bahwa kekurangan yang dimiliki oleh anak tersebut adalah suatu kewajaran,dan semua anak atau orang pasti memiliki kekurangan,hanya yang barbeda adalah letak dan dibagian mana kekurangan itu berada.Jika kesadaran telah terbangun maka upaya selanjutnya adalah menurunkan reaksi-reaksi negative yang sering kali muncul,dan jika mungkin menghilangkannya sama sekali.Jika tahap kedua tersebut berhasil,harus diikuti dengan membangkitkan semangat anak untuk berperan kembali didalam lingkungannya,bahkan diarahkan untuk dapat berprtestasi serta berkompetisi sesuai dengan kemampuan dan keberadaan dirinya.Tidak mudah memang untuk melakukan rangkaian tindakan tersebut.Tetapi dengan berbekal kesabaran dan tanggung jawab,seorang guru ataupun orang tua sebagai pihak yang harus membantu pertumbuhan dan perkembangan anak,haruslah menjalani treatment tersebut dengan penuh kesadaran.
Konflik-konflik dalam proses perkembangan.
Didalam menjalani fase-fase perkembangan,tiap anak harus melalui beberapa macam konflik yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses,tetapi ada juga anak yang mengalami gangguan atau hambatan dalam menghadapi konflik-konflik ini.Anak yang tidak dapat mengatasi konflik-konflik tersebut biasanya mengalami gangguan emosi.
c. Sebab-sebab Lingkungan
Anak-anak hidup dalam 3 macam lingkungan yang mempengaruhi perkembangan emosi dan kepribadiannya. Apabila pengaruh dari lingkungan ini tidak baik maka perkembangan kepribadiannya akan terpengaruh juga.Ketiga factor yang berpengaruh terhadap perkembangan tersebut adalah sebagai berikut.
Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan emosi anak-anak usia prasekolah.Disanalah pengalaman-pengalaman pertamadidapatkan oleh anak-anak.Keluarga sangat berpengaruh dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi.Keluarga adalah lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.Gaya pengasuhan yang diperoleh anak dari keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak.Gaya pengasuhan tidak peduli membuat anak impulsive,dan gaya pengasuhan otoriter menjadikan anak seorang pemarah (Fawzia Aswin Hadist 1995).Jadi,kesuksesan pertumbuhan dan belajar selanjutnya akan banyak pipengaruhi oleh pertumbuhan dan belajar sebelumnya.Jika emosi anak tumbuh dengan baik melalui pembelajaran yang baik dalam keluarganya maka dilingkungan berikutnya anak akan tumbuh dengan baik pula,anak dapat belajar dengan cara-cara yang dapat diterima oleh lingkungan barunya itu.Namun jika pertumbuhan dan belajar anak dalam keluarga tidak memadai maka penyesuaian emosi berikutnya juga akan terhambat bahkan mungkin mendapat beberapa gangguan.
Lingkungan Sekitarnya
Kondisi lingkungan di sekitar anak akan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku serta perkembangan emosi dan pribadi anak.Berbagai stimulus yang bersumber dari lingkungan sekitarnya akan dapat memicu anak dalam berekspresi.Frekuensi dan intensitas ekspresi anak akan sangat ditentukan oleh kadar stimulus yang diterimanya.Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi emosi pada anak bahkan mingkin mengganggunya,adalah sebagai berikut. a. Daerah yang terlalu padat.
Daerah yang terlalu padat dengan beragam ciri khas penduduk,akan banyak mengganggu perkembangan emosi anak.Apalagi jika pada lingkungan tersebut perbandingan antara anak-anak yang dapat dijadikan sebagai teman sebaya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kumpulan orang-orang dewasa.Hal ini akan mengakibatkan anak mendapatkan jauh lebih banyak tekanan dari orang-orang dewasa yang berada disekitarnya,hal ini tentu akan berbeda dengan anak yang hidup di lingkungan yang tidak terlalu padat,yang tekananya menjadi lebih sedikit.Anak tang hidup dilingkungan padat,apalagi terlalu banyak orang dewasanya,cenderung lebih banyak mendapat stimulasi negative dari lingkungan tsb.Sedikit saja kesalahan yang dilakukan anak akan menimbulkan kemaran dari orang dewasa.Anak dengan kondisinya yang masih lemahsering kali mendapat tekanan dalam bentuk cacian,pemaksaan perintah,ancaman,bahkan mungkin juga tontonan perilaku yang tidak selayaknya ditampilkan oleh orang dewasa .Segala stimulasi negative akan sering diterima anak.Dari hasil penelitian di beberapa Negara yang padat penduduknya,diketahui bahwa anak-anak setidaknya mendapat 6 stimulasi negative untuk 1 stimulasi positif (Nugraha,2000).Apa yang terjadi jika kondisi demikian selalu dihapi anak? Emosi anak menjadi sangat tertekan,anak menjadi merasa dirinya kurang berharga di mata lingkungannya.Akibatnya,ia akan menjadi anak yang kurang peduli,bahkan mungkin menjadi anak yang beringas karena selalu diperlakukan kasar.Atas ketidakberdayaan anak akan menjadi individu yang tidak memiliki inisiatif dalam menghadapi masalahnya,atau mungkin menjadi pendendam.Akan sangat berbeda dengan anak yang diam di lingkungan standar yang penduduknya seimbang.Di lingkungan ini anak menerima perlakuan yang lebih sesuai dengan taraf perkembangan emosinya.Walaupun demikian,pada lingkungan penduduk yang ideal pun tekana-tekanan pada anak dapat tetap saja terjadi.Tetapi secara umum,keseimbangan jimlah kepadatan panduduk baik tinggi maupun rendah akan mempengaruhi perkembangan emosi anak.
b. Daerah yang memiliki angka kejahatan tinggi.
Kejahatan perilaku orang dewasa baik langsung maupun tidak langsung yang menyangkut anak-anak prasekolah akan sangat berpengaruh pada mereka.Secara umum,dilingkungan anak yang rawan tindakan kejahatan akan mengakibatkan para keluarga yang tinggal disana selalu diliputi kekhawatiran,kecemasan,dan ketakutan.Ketakutan dari keluaraga tsb akan menjalar atau dirasakan juga oleh anak,apalagi jika keluarga tersebut kuat dalam mengekspresikan rasa takutnya.Akibatnya anak akan menjadi pribadi yang penakut ,tingkat kecemasannya selalu tinggi,tidak mandiri secara social maupun secara emosi,takut ditinggal atau berpergian sendiri.Jika berlangsung lama maka hal tersebut akan mengganggu pada kehidupan dewasanya kelak.Para orang tua termasuk guru,harus lebih waspada terhadap perilaku kejahatan orang dewasa.Karena berakibat selain bahaya fisik,bahaya yang lebih besar,yaitu gangguan emosi akan lebih menderitakan anak.Untuk itu,orang tua dan guru hendaklah sejak dini menyadari betapa memperkenalkan dasar-dasar berperilaku pada anak sehingga perilaku yang ditampilkannya tidak mengundang pihak lain untuk berbuat jahat pada dirinya.
c. Kurangnya fasilitas rekreasi.
Kegiatan rekreatif sangat berguna bagi pengembangan emosi anak.Anak yang sering diajak ke tempat rekreasi oleh orang tua maupun gurunya akan lebih banyak mendapatkan stimulus yang menyenangkan.Stimulus tersebut sangat berguna bagi pengembangan dan pematangan emosi anak.Anak yang dalam kehidupannya difasilitasi dengan rekreatif,cenderung memiliki emosi yang lebih seimbang dibandingkan dengan anak yang jarang atau bahkan tidak pernah mendapatkannya.Kesenangan-kesenangan yang didapatkan melalui rekreasi,bukan hanya membantu anak dalam mengatur dan mengendalikan emosinya,tetapi juga sangat positif dalam menunjang pembentukan kecerdasan pada otak anak.Kegiatan menyenangakan akan memperkuat daya tahan otak formal dan cara kerjanya.Jadi kepada orang tua atau guru dalam memfasilitasi sarana rekreasi untuk anak hendaklah tidak tergantung pada keformalannya,tetapi lebih pada pilihan akan keragaman,sifatnya yang menyenangkan,serta aspek keterjangkauannya.Yang terpenting adalah pilihan tempat sarana rekreasi dapat membantu perkembangan emosi anak secara positif.
d. Tidak adanya aktivitas-aktivitas yang diorganisasi dengan baik untuk anak.
Anak adalah sosok yang aktif,Lihatlah gerak mereka,bahkan jika ada anak yang tidak menunjukan keaktifan maka kita harus menyimpulkan bahwa anak tsb sedang memiliki masalah! Dinamika dan spontanitas untuk bergerak pada anak pra sekolah sangat tinggi sehingga banyak yang menyimpulkan bahwa periode prasekolah adalah periode bermain.Hampir setiap saatanak bermain dan aktif,baik pada kegiatan mandiri,kegiatan kolompok,maupun bersama dengan orang dewasa.Tetapi oatut disayangkan,potensi anak untuk bergerak aktif masih kurang mendapatkan sentuhan-sentuhan bermakna dari orang dewasa sehingga sering sekali aktivitas anak yang berada di sekitar kita cendrung liar,tidak terkendali dan berkembang apa adanya.Bagi pengembangan emosi,termasuk juga pengembangan bidang lainnya,kondisi tersebut kurang menguntungkan,Nilai konkontribusinya bagi belajar dan pengendalian emosi anak bisa sangat rendah.Untuk itu sangat dianjurkan,aktivitas anak hendaklah pada kondisi yang terorganisasi,minimum pada kondisi dibawah control dan kendali yang bersifat pedagogis maupun psikologis.Dengan aktivitas yang terorganisasi,lingkungan dapat di-setting sesuai tuntutan perkembangan emosi yang diharapkan.Begiyu pula sarana/alat/bahan sebagai bagian dari aktivitas anak dapat disediakan dan dikemas sesuai kebutuhan perilaku.Hal terpenting adalah meminimalisai berbagai kemungkinan yang dapat merusak perkembangan emosi anak.
3. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas membantu anak-anak dalam perkembangan emosi dan kepribadiannya dalam suatu kesatuan,tetapi sekolah sering juga menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi pada anak.Kegagalan di sekolah sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan emosi anak.Problema di sekolah sering ditimbulkan oleh program yang tidak memperhatikan kemampuan anak. Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan gangguan emosi yang menyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada anak,yaitu :
a. Hubungan yang kurang harmonis antara guru dan anak
Guru merupakan sumber idola dan keteladanan bagi anak,khususnya anak prasekolah.Banyak anak yang mengidentifikasikan dirinya untuk berbuat sesuai dengan perilaku guru atau bahkan mengikuti sepenuhnya segala yang disarankan gurunya.Dalam beberapa kasus,banyak anak lebih menurut dan mau melaksanakan tugas yang diberikan gurunya dibandingkan jika harus mengikuti hal-hal yang dianjurkan orang tuanya. Guru berhasil menjadi panutan anak.Semua yang guru ajarkan,perintahkan dapat ditaati anak,bahkan mengakar kuat. Apa yg akan terjadi pada diri anak jika guru yg diidolakannya atau dikagumi itu tiba-tiba bertindak mengecewakannya. Misalkan saja anak dimarahi habis-habisan oleh guru tsb? Emosi anak yg tadinya sudah dekat akan terganggu. Mungkin ia akan sangat kecewa kepada gurunya. Ia akan menghindari bertemu dengan gurunya, lebih jauh lagi ia akan memusuhinya. Yang berkecambuk pada diri anak ialah perasaan benci dan tidak percaya lagi kepada guru tersebut. Untuk itu,jagalah keharmonisan dan hubungan baik antara guru dengan anak agar perkembangan emosi anak terpelihara baik hingga dewasa.
b. Hubungan yang kurang harmonis dengan teman-temannya
Hubungan dengan teman sebaya sangat meningkat pada usia prasekolah. Frekuensi interaksi dengan teman-temannya baik positif maupun negative terus berlanjut dan makin meningkat pada usia tersebut. Teman, bagi anak adalah bagian beraktivitas yang sangat berharga.Aktivitas bersama teman dalam berkelompok, bagi mereka sangat mengasikkan. Mereka dapat saling berbagi tugas,saling berbagi peran, dan saling berbagi kesibukan. Bahkan pada usia prasekolah, teman sering kali menjadi bahan identifikasi diri dan kebutuhannya yang cukup kuat.
Betapa hebat pengaruh teman pada emosi dan perilaku anak.Untuk itu sebaiknya orang tua atau guru dapat memelihara hubungan keharmonisan pertemanan di antara anak, sebab jika terjadi pertengkaran, permusuhan atau percekcokan akan berdampak pada perkembangan emosi anak tersebut. Mungkin semula berkembang emosi senang akan persahabatan,tetapi berubah menjadi emosi kebencian dan permusuhan. Yang paling dikhawatirkan adalah perilaku yang menjurus pada keinginan menyakiti teman.Meskipun kecil sifatnya,tetapi hal itu akan berdampak serius, misalkan saja perilaku mencubit,mendorong,atau memukul temannya akan berdampak pada perubahan emosi lanjutan yang negative. Pelaku akan menjadi anak yg sok jagoan,sedangkan penderita akan menjadi anak penakut dan cemas.
B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan sosial anak? Dengan kata lain faktor-faktor apa yang dapat mengganggu proses sosialisasi anak prasekolah atau TK? Soetarno (1989) berpendapat bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor lingkungan keluarga dan faktor dari luar rumah atau luar keluarga. Kedua faktor tersebut dilengkapi oleh Hurlock (1978) dengan faktor ketiga, yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak. Penjelasan dari kedua faktor tersebut dapat dicermati pada uraian berikut ini.
Faktor lingkungan keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Didalam keluarga yang interaksi sosialnya berdasarkan simpati inilah manusia pertama kali belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama, belajar membantu orang lain. Pengalaman-pengalaman berinteraksi sosial dalam keluarga turut menentukan tingkah lakunya terhadap orang-orang lain dalam kehidupan sosial di luar keluarga. Apabila interaksi sosialnya di dalam keluarga tidak lancar atau tidak wajar maka interaksinya dengan masyarakat juga berlangsung tidak wajar atau akan mengalami gangguan.
Di antara faktor yang terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan:
1) status sosial ekonomi keluarga;
2) keutuhan keluarga;
3) sikap dan kebiasaan orang tua.
Ketiga faktor kunci tersebut akan dijelaskan satu per satu pada pembahasan berikut.
1) Status sosial ekonomi keluarga
Keadaan sosial ekonomi keluarga ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak. Apabila perekonomian keluarga cukup maka lingkungan material anak di dalam keluarga tersebut menjadi lebih luas, Anak mendapat kesempatan yang lebih banyak mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang mungkin tidak akan ia dapatkan jika keadaan ekonomi keluarga tidak memadai. Interaksi mendidik antara anak dengan orang tua akan lebih banyak dan lebih mendalam karena orang tua tidak disibukkan oleh urusan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun demikian, status sosial ekonomi keluarga bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak. Perkembangan sosial anak juga tergantung pada sikap orang tua dan corak interaksi di dalam keluarga itu. Walaupun keadaan sosial ekonomi orang tua memuaskan jika mereka tidak memperhatikan pendidikan anak atau sering kali bertengkar, perkembangan sosial anak akan terganggu. Akan tetapi, perkembangan sosial anak ditentukan pula oleh sikap anak sendiri terhadap keadaan keluarga
2) Keutuhan keluarga
Yang dimaksud keluarga ialah hadirnya ayah, ibu, dan anak-anak dalam satu keluarga. Apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya tidak ada maka struktur keluarga dianggap sudah tidak utuh lagi. Tetapi apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya jarang pulang ke rumah karena tugas atau hal-hal lain dan hal ini terjadi berulang-ulang, atau apabila orang tua bercerai maka dapat dikatakan juga sebagai keluarga yang tidak utuh. Semuanya itu akan mempengaruhi perkembangan sosial anak prasekolah, bahkan hingga tingkatan tertentu dapat mengganggunya. Misalkan saja jika anak hidup dalam pengasuhan keluarga yang bercerai (broken home) maka cara anak menilai hubungan sosial menjadi berbeda dibandingkan dengan anak-anak yang hidup dalam lingkungan keluarga yang normal. Anak dari keluarga broken home secara sosial merasa malu dan akhirnya mempengaruhi kemampuan dan kemauan berinteraksi dengan teman-temannya. Sebaliknya anak dengan kondisi keluarga yang utuh akan mgmiliki keterampilan sosial lebih standar karena tidak dihinggapi beban psikologis.
3) Sikap dan kebiasaan orang tua
Tingkah laku orang tua sebagai pemimpin kelompok dalam keluarga sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pada pribadi anak. Orang tua yang otoriter dapat mengakibatkan anak tidak taat, takut, pasif, tidak memiliki inisiatif, tak dapat merencanakan sesuatu, serta mudah menyerah. Orang tua yang terlalu melindungi anak dan menjaga anak secara berlebihan akan membuat anak sangat tergantung pada orang tua. Orang tua yang menunjukkan sikap menolak, yang menyesali kehadiran anak akan menyebabkan anak menjadi agresif dan memusuhi, suka berdusta, dan suka mencuri.
Semua pengaruh di atas akan berdampak pada perilaku sosial selanjutnya sehingga anak menjadi terhambat dalam merefleksikan hubungan sosial dengan pihak lainnya karena pengaruh suasana interaksi keluarga. Untuk itu sangat penting bagi orang tua untuk mampu mengukur perilakunya agar tidak berdampak negatif pada perilaku sosial anaknya.
Faktor dari luar rumah
Pengalaman sosial awal di luar rumah melengkapi pengalaman di dalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. Jika hubungan mereka dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar rumah menyenangkan, mereka akan menikmati hubungan sosial tersebut dan ingin mengulanginya. Sebaliknya, jika hubungan itu tidak menyenangkan atau menakutkan, anak-anak akan menghindarinya dan kembali kepada anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka.
Jika anak senang berhubungan dengan orang luar, ia akan terdorong untuk berperilaku dengan cara yang dapat diterima orang luar tersebut. Karena hasrat terhadap pengakuan dan penerimaan sosial sangat kuat pada akhir masa kanak-kanak, pengaruh kelompok teman sebaya lebih kuat dibandingkan dengan sewaktu masa prasekolah, yaitu ketika anak masih kecil dan kurang berminat bermain dengan teman sebaya. Jika anak mempunyai teman bermain yang lebih tua, ia akan berusaha untuk tidak ketinggalan dari temannya sehingga ia akan mengembangkan pola perilaku yang lebih matang dibandingkan dengan teman sebayanya. Akan tetapi, jika teman yang lebih tua suka memerintah sehingga si anak tidak dapat menikmati permainan, ia mungkin akan memilih bermain dengan anak-anak yang lebih muda dan memerintah temannya itu, seperti yang dilakukan anak yang lebih tua terhadapnya. Hal ini akan menimbulkan pola perilaku yang tidak sosial. Jika anak mempunyai teman bermain dan saudara-saudara yang sejenis, ia akan mengalami kesulitan melakukan penyesuaian sosial yang baik dengan teman bermain dari lawan jenis.
Faktor Pengaruh pengalaman sosial awal
Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya. Banyaknya pengalaman bahagia yang diperoleh sebelumnya akan mendorong anak mencari pengalaman semacam itu lagi pada perkembangan sosial selanjutnya. Sejumlah studi terhadap manusia dari semua tingkatan umur, membuktikan bahwa pengalaman awal tidak hanya penting bagi masa kanak-kanak, tetapi juga penting bagi perkembangan anak di kemudian hari. Dalam penelitian Waldrop dan Halyerson ditemukan bahwa sosiobilitas anak pada umur 2,5 tahun dapat digunakan untuk meramalkan sosiobilitas pada umur 7,5 tahun. Karena pola sikap dan perilaku cenderung menetap maka ada keharusan meletakkan dasar yang baik pada tahap awal perilaku sosial pada setiap anak. Yang jelas para guru atau orang tua jangan sampai menggelincirkan anak melalui pilihan sosial yang keliru yang akan mengakibatkan kerusakan pada penyesuaian diri dan perilaku dalam kehidupan anak selanjutnya.
Kekuatan perilaku sosial awal sebagai pola perilaku yang cenderung menetap mampu mempengaruhi perilaku anak pada situasi sosial selanjutnya. Oleh karena itu, pengalaman sosial awal anak harus difasilitasi dengan situasi sosial yang positif dan dapat diterima oleh lingkungan yang luas. Jika lingkungan tidak mampu menyediakan situasi sosial yang kondusif maka akan menimbulkan kerugian sosial bagi anak juga dapat mencemaskan orang tua dan guru. Situasi sosial yang dikemas oleh orang tua dan guru hendaklah mencerminkan kesinambungan dan konsistensi sehingga perilaku sosial anak terjaga secara terus-menerus. Artinya, jika telah diciptakan situasi sosial yang ideal bagi anak di .sekolah maka hendaklah diikuti dengan penciptaan lingkungan sosial yang senada di rumah maupun dalam kelompok bermainnya. Konsistensi dalam memfasilitasi perilaku sosial yang berkesinambungan akan membentuk pola perilaku positif yang menetap dan menjadi bekal berharga bagi anak untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan lain. Pola perilaku ini juga bermanfaat pada saat anak berinteraksi maupun berkomunikasi ataupun dalam melakukan aktivitas lainnya pada lingkungan sosial selanjutnya.
Pengalaman awal social juga menentukan dan berpengaruh terhadap partisipasi social anak. Jika pilihan dan variasi kegiatan social yang diikuti anak sebagaimana yang disajikan di atas menyenangkan maka selanjutnya anak akan menjadi lebih aktif untuk mengikuti aktivitas social karena dianggap memenuhi kepuasannya. Akan tetapi, apabila anak dihadapakan pada pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan, bahkan merasa tertekan maka pada perkembangan selanjutnya ia akan menghindari berpartisipasi, bahkan akan menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Kesimpulan dari uraian di atas, kalimat kuncinya adalah berilah anak prasekolah pengalaman awal sosial yang benar, bahkan paling benar dan menyenangkan maka selanjutnya mereka akan menjadi manusia sosial yang benar pula. Inilah maknanya usia prasekolah sebagai usia emas (golden ages) dan fundamental dalam fase perkembangan dan pengembangan individu. Semoga kita, para guru dan orang tua dapat memaknainya secara tepat dalam memfasilitasi anak-anak. Selain berbagai faktor di atas yang bersifat umum, faktor yang dianggap dapat menghambat perkembangan sosial anak prasekolah, menurut Sri Maryani Deliana (2000), yaitu sebagai berikut.
1) Tingkah laku agresif
Tingkah laku agresif biasanya mulai tampak sejak usia 2 tahun, tetapi sampai usia 4 tahun tingkah laku ini masih sering muncul, terlihat dari seringnya anak TK saling menyerang secara fisik, misalnya mendorong, memukul atau berkelahi. Penyerangan dapat pula mereka lakukan secara verbal, misalnya dengan mencaci, mengejek atau memperolok teman-teman lain. Tingkah laku agresif selain mengganggu hubungan sosial juga melanggar aturan yang diberlakukan di sekolah, misalnya suka berkelahi, merusak alat permainan milik teman atau mengganggu anak lain.
2) Daya suai kurang
Daya suai yang kurang biasanya disebabkan karena cakrawala sosial anak yang relatif masih kurang, masih terbatas pada situasi rumah dan sekolah. Di sekolah pun biasanya mereka belum bisa dengan cepat menyesuaikan diri, tetapi makin lama ia di sekolah makin bertambah daya suainya. Apabila ada anak yang tidak dapat menyesuaikan diri walaupun sudah relatif lama bersekolah, guru harus dapat mencari faktor penyebabnya. Bila hal itu tidak diperhatikan akan menyebabkan anak tersebut terasing dan selanjutnya tidak dapat mengikuti kegiatan (pembelajaran) yang bersifat kelompok.
3) Pemalu
Rasa malu biasanya sudah terlihat sejak anak sudah mengenal orang-orang di sekitarnya. Rasa malu sebenamya normal dan wajar, tetapi bila anak sering kali menunjukkan rasa malu maka hal inilah yang dianggap sebagai masalah. Anak biasanya tidak menunjukkan rasa malu pada orang yang sudah dikenalnya, tetapi pada orang yang belum dikenalnya anak bersikap pemalu. Pada umur 5 tahun perasaan malu yang berlebihan tidak hanya ditunjukkan pada orang yang tidak dikenal, tetapi juga pada orang yang sudah dikenal, yaitu orang yang akan memberikan penilaian terhadap tingkah lakunya. Anak selalu cemas dan takut pada reaksi orang lain terhadap perbuatan atau tingkah lakunya. Biasanya hal ini terjadi pada anak yang sering dipermalukan atau dicela di depan orang lain. Kejadian-kejadian semacam ini akan menyebabkan anak di masa mendatang tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
4) Anak manja
Memanjakan anak adalah suatu sikap orang tua yang selalu mengalah pada anaknya, membatalkan perintah atau larangan hanya karena anak menjerit, menentang atau membantah. Contohnya, seorang ayah melarang anaknya pergi. Larangan itu membuat anaknya menangis atau merengek dengan tujuan supaya diperbolehkan pergi. Untuk menghentikan tangis anaknya si ayah mengalah dan memperbolehkannya pergi. Tingkah laku anak seperti itu disebut manja, dan sikap orang tua yang tidak konsisten dengan perintahnya hanya karena anak menangis atau merengek termasuk memanjakan anak.
5) Perilaku berkuasa
Perilaku berkuasa ini mulai muncul sekitar usia 3 tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya kesempatan. Anak perempuan cenderung merasa lebih berkuasa dari pada anak laki-laki. Oleh karena itu, anak harus diberi pengertian bahwa ia mempunyai kedudukan yang sama dengan teman-temannya. Tidak ada yang mempunyai hak yang lebih dibandingkan dengan yang lain agar sikap ingin merajai ini sedikit demi sedikit berkurang.
6) Perilaku merusak
Ledakan amarah yang dilakukan oleh anak sering disertai tindakan merusak .benda-benda di sekitarnya, tidak peduli miliknya sendiri atau milik orang lain. Semakin hebat marahnya, semakin luas tindakan merusaknya. Contoh, seorang anak yang tidak diperbolehkan ikut pergi dengan orang tuanya tiba-tiba mengambil barang milik orang tuanya dan merusaknya.
Sulitnya seorang individu termasuk didalamnya adalah anak-anak prasekolah atau TK menghindari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosinya.Nampaknya tidak mungkin seorang pun dapat menghindarinya karena faktor-faktor tersebut jika direnungkan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Dikhawatirkan jika faktor-faktor tersebut dihindari akan menyebabkan konflik internal maupun eksternal pada anak menjadi lebih tinggi dan membawa kerusakan lebih besar.Orang tua atau pun guru hendaklah mampu meningkatkan sensitivitas dan kemampuan diri melalui berbagai kesempatan, terutama pada saat berinteraksi dengan anak-anak. Frekuensi(keseringan) dan durasi (lamanya) berinteraksi dengan anak merupakan pelajaran berharga untuk meningkatkan apresiasi dan pemahaman guru maupun orang tua dalam mengenali dan memahami ukuran-ukuran perilaku anak, serta membantu dalam memprediksi tindakan-tindakan lanjutannya.
keadaan didalam diri individu ;
konflik-konflik dalam prises perkembangan ;
sebab-sebab yang bersumber dari lingkungan.
Untuk memahaminya ketiga faktor tersebut akan diuraikan satu persatu.
Pengaruh keadaan individu sendiri.
Keadaan diri individu,seperti usia,keadaan fisik,intelegensi,peran seks,dll (Hurlock,1980) dapat mempengaruhi perkembangan individu.Hal yang cukup menonjol terutama berupa cacat tubuh atau apapun yang dianggap oleh diri anak sebagai sesustu kekurangan pada dirinya dan akan sangat mempengaruhi perkembangan emosinya.Kadang-kadang juga berdampak lebih jauh pada kepribadian anak.Dalam kondisi ini perilaku-perilaku umum yang biasanya muncul adalah mudah tersinggung,merasa rendah diri atau menarik diri dari lingkungannya,dll.Dampak yang muncul pada anak akibat keadaan dirinya tersebut,pada tingkatan tertentu akan sangat membahayakan,terutama pada saat anak mengidentifikasi diri dan menemukan bahwa hal tersebut merupakan factor nyata yang dianggap dapat merendahkan dirinyadalam lingkungannya.Hal tersebut akan semakin mempengaruhi jika lingkungan secara nyata menghindari dirinya dan memberikan reaksi penolakan.Lebih jauh lagi,mungkin anak akan menjadi antisocial,bahkan ingin menghancurkan diri dan lingkungannya akibat frustrasi yang kuat.Perlu ada tindakan preventif untuk menghindari dampak serius dari pengaruh emosi yang timbuldari dalam diri anak.Kita perlu mempersiapkan tindakan kuratif untuk menjaga kemungkinan dampak buruk yang datang secara tiba-tiba.Tindakan preventif yang utama adalah membangun kesadaran bahwa kekurangan yang dimiliki oleh anak tersebut adalah suatu kewajaran,dan semua anak atau orang pasti memiliki kekurangan,hanya yang barbeda adalah letak dan dibagian mana kekurangan itu berada.Jika kesadaran telah terbangun maka upaya selanjutnya adalah menurunkan reaksi-reaksi negative yang sering kali muncul,dan jika mungkin menghilangkannya sama sekali.Jika tahap kedua tersebut berhasil,harus diikuti dengan membangkitkan semangat anak untuk berperan kembali didalam lingkungannya,bahkan diarahkan untuk dapat berprtestasi serta berkompetisi sesuai dengan kemampuan dan keberadaan dirinya.Tidak mudah memang untuk melakukan rangkaian tindakan tersebut.Tetapi dengan berbekal kesabaran dan tanggung jawab,seorang guru ataupun orang tua sebagai pihak yang harus membantu pertumbuhan dan perkembangan anak,haruslah menjalani treatment tersebut dengan penuh kesadaran.
Konflik-konflik dalam proses perkembangan.
Didalam menjalani fase-fase perkembangan,tiap anak harus melalui beberapa macam konflik yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses,tetapi ada juga anak yang mengalami gangguan atau hambatan dalam menghadapi konflik-konflik ini.Anak yang tidak dapat mengatasi konflik-konflik tersebut biasanya mengalami gangguan emosi.
c. Sebab-sebab Lingkungan
Anak-anak hidup dalam 3 macam lingkungan yang mempengaruhi perkembangan emosi dan kepribadiannya. Apabila pengaruh dari lingkungan ini tidak baik maka perkembangan kepribadiannya akan terpengaruh juga.Ketiga factor yang berpengaruh terhadap perkembangan tersebut adalah sebagai berikut.
Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan emosi anak-anak usia prasekolah.Disanalah pengalaman-pengalaman pertamadidapatkan oleh anak-anak.Keluarga sangat berpengaruh dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi.Keluarga adalah lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.Gaya pengasuhan yang diperoleh anak dari keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak.Gaya pengasuhan tidak peduli membuat anak impulsive,dan gaya pengasuhan otoriter menjadikan anak seorang pemarah (Fawzia Aswin Hadist 1995).Jadi,kesuksesan pertumbuhan dan belajar selanjutnya akan banyak pipengaruhi oleh pertumbuhan dan belajar sebelumnya.Jika emosi anak tumbuh dengan baik melalui pembelajaran yang baik dalam keluarganya maka dilingkungan berikutnya anak akan tumbuh dengan baik pula,anak dapat belajar dengan cara-cara yang dapat diterima oleh lingkungan barunya itu.Namun jika pertumbuhan dan belajar anak dalam keluarga tidak memadai maka penyesuaian emosi berikutnya juga akan terhambat bahkan mungkin mendapat beberapa gangguan.
Lingkungan Sekitarnya
Kondisi lingkungan di sekitar anak akan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku serta perkembangan emosi dan pribadi anak.Berbagai stimulus yang bersumber dari lingkungan sekitarnya akan dapat memicu anak dalam berekspresi.Frekuensi dan intensitas ekspresi anak akan sangat ditentukan oleh kadar stimulus yang diterimanya.Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi emosi pada anak bahkan mingkin mengganggunya,adalah sebagai berikut. a. Daerah yang terlalu padat.
Daerah yang terlalu padat dengan beragam ciri khas penduduk,akan banyak mengganggu perkembangan emosi anak.Apalagi jika pada lingkungan tersebut perbandingan antara anak-anak yang dapat dijadikan sebagai teman sebaya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kumpulan orang-orang dewasa.Hal ini akan mengakibatkan anak mendapatkan jauh lebih banyak tekanan dari orang-orang dewasa yang berada disekitarnya,hal ini tentu akan berbeda dengan anak yang hidup di lingkungan yang tidak terlalu padat,yang tekananya menjadi lebih sedikit.Anak tang hidup dilingkungan padat,apalagi terlalu banyak orang dewasanya,cenderung lebih banyak mendapat stimulasi negative dari lingkungan tsb.Sedikit saja kesalahan yang dilakukan anak akan menimbulkan kemaran dari orang dewasa.Anak dengan kondisinya yang masih lemahsering kali mendapat tekanan dalam bentuk cacian,pemaksaan perintah,ancaman,bahkan mungkin juga tontonan perilaku yang tidak selayaknya ditampilkan oleh orang dewasa .Segala stimulasi negative akan sering diterima anak.Dari hasil penelitian di beberapa Negara yang padat penduduknya,diketahui bahwa anak-anak setidaknya mendapat 6 stimulasi negative untuk 1 stimulasi positif (Nugraha,2000).Apa yang terjadi jika kondisi demikian selalu dihapi anak? Emosi anak menjadi sangat tertekan,anak menjadi merasa dirinya kurang berharga di mata lingkungannya.Akibatnya,ia akan menjadi anak yang kurang peduli,bahkan mungkin menjadi anak yang beringas karena selalu diperlakukan kasar.Atas ketidakberdayaan anak akan menjadi individu yang tidak memiliki inisiatif dalam menghadapi masalahnya,atau mungkin menjadi pendendam.Akan sangat berbeda dengan anak yang diam di lingkungan standar yang penduduknya seimbang.Di lingkungan ini anak menerima perlakuan yang lebih sesuai dengan taraf perkembangan emosinya.Walaupun demikian,pada lingkungan penduduk yang ideal pun tekana-tekanan pada anak dapat tetap saja terjadi.Tetapi secara umum,keseimbangan jimlah kepadatan panduduk baik tinggi maupun rendah akan mempengaruhi perkembangan emosi anak.
b. Daerah yang memiliki angka kejahatan tinggi.
Kejahatan perilaku orang dewasa baik langsung maupun tidak langsung yang menyangkut anak-anak prasekolah akan sangat berpengaruh pada mereka.Secara umum,dilingkungan anak yang rawan tindakan kejahatan akan mengakibatkan para keluarga yang tinggal disana selalu diliputi kekhawatiran,kecemasan,dan ketakutan.Ketakutan dari keluaraga tsb akan menjalar atau dirasakan juga oleh anak,apalagi jika keluarga tersebut kuat dalam mengekspresikan rasa takutnya.Akibatnya anak akan menjadi pribadi yang penakut ,tingkat kecemasannya selalu tinggi,tidak mandiri secara social maupun secara emosi,takut ditinggal atau berpergian sendiri.Jika berlangsung lama maka hal tersebut akan mengganggu pada kehidupan dewasanya kelak.Para orang tua termasuk guru,harus lebih waspada terhadap perilaku kejahatan orang dewasa.Karena berakibat selain bahaya fisik,bahaya yang lebih besar,yaitu gangguan emosi akan lebih menderitakan anak.Untuk itu,orang tua dan guru hendaklah sejak dini menyadari betapa memperkenalkan dasar-dasar berperilaku pada anak sehingga perilaku yang ditampilkannya tidak mengundang pihak lain untuk berbuat jahat pada dirinya.
c. Kurangnya fasilitas rekreasi.
Kegiatan rekreatif sangat berguna bagi pengembangan emosi anak.Anak yang sering diajak ke tempat rekreasi oleh orang tua maupun gurunya akan lebih banyak mendapatkan stimulus yang menyenangkan.Stimulus tersebut sangat berguna bagi pengembangan dan pematangan emosi anak.Anak yang dalam kehidupannya difasilitasi dengan rekreatif,cenderung memiliki emosi yang lebih seimbang dibandingkan dengan anak yang jarang atau bahkan tidak pernah mendapatkannya.Kesenangan-kesenangan yang didapatkan melalui rekreasi,bukan hanya membantu anak dalam mengatur dan mengendalikan emosinya,tetapi juga sangat positif dalam menunjang pembentukan kecerdasan pada otak anak.Kegiatan menyenangakan akan memperkuat daya tahan otak formal dan cara kerjanya.Jadi kepada orang tua atau guru dalam memfasilitasi sarana rekreasi untuk anak hendaklah tidak tergantung pada keformalannya,tetapi lebih pada pilihan akan keragaman,sifatnya yang menyenangkan,serta aspek keterjangkauannya.Yang terpenting adalah pilihan tempat sarana rekreasi dapat membantu perkembangan emosi anak secara positif.
d. Tidak adanya aktivitas-aktivitas yang diorganisasi dengan baik untuk anak.
Anak adalah sosok yang aktif,Lihatlah gerak mereka,bahkan jika ada anak yang tidak menunjukan keaktifan maka kita harus menyimpulkan bahwa anak tsb sedang memiliki masalah! Dinamika dan spontanitas untuk bergerak pada anak pra sekolah sangat tinggi sehingga banyak yang menyimpulkan bahwa periode prasekolah adalah periode bermain.Hampir setiap saatanak bermain dan aktif,baik pada kegiatan mandiri,kegiatan kolompok,maupun bersama dengan orang dewasa.Tetapi oatut disayangkan,potensi anak untuk bergerak aktif masih kurang mendapatkan sentuhan-sentuhan bermakna dari orang dewasa sehingga sering sekali aktivitas anak yang berada di sekitar kita cendrung liar,tidak terkendali dan berkembang apa adanya.Bagi pengembangan emosi,termasuk juga pengembangan bidang lainnya,kondisi tersebut kurang menguntungkan,Nilai konkontribusinya bagi belajar dan pengendalian emosi anak bisa sangat rendah.Untuk itu sangat dianjurkan,aktivitas anak hendaklah pada kondisi yang terorganisasi,minimum pada kondisi dibawah control dan kendali yang bersifat pedagogis maupun psikologis.Dengan aktivitas yang terorganisasi,lingkungan dapat di-setting sesuai tuntutan perkembangan emosi yang diharapkan.Begiyu pula sarana/alat/bahan sebagai bagian dari aktivitas anak dapat disediakan dan dikemas sesuai kebutuhan perilaku.Hal terpenting adalah meminimalisai berbagai kemungkinan yang dapat merusak perkembangan emosi anak.
3. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas membantu anak-anak dalam perkembangan emosi dan kepribadiannya dalam suatu kesatuan,tetapi sekolah sering juga menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi pada anak.Kegagalan di sekolah sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan emosi anak.Problema di sekolah sering ditimbulkan oleh program yang tidak memperhatikan kemampuan anak. Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan gangguan emosi yang menyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada anak,yaitu :
a. Hubungan yang kurang harmonis antara guru dan anak
Guru merupakan sumber idola dan keteladanan bagi anak,khususnya anak prasekolah.Banyak anak yang mengidentifikasikan dirinya untuk berbuat sesuai dengan perilaku guru atau bahkan mengikuti sepenuhnya segala yang disarankan gurunya.Dalam beberapa kasus,banyak anak lebih menurut dan mau melaksanakan tugas yang diberikan gurunya dibandingkan jika harus mengikuti hal-hal yang dianjurkan orang tuanya. Guru berhasil menjadi panutan anak.Semua yang guru ajarkan,perintahkan dapat ditaati anak,bahkan mengakar kuat. Apa yg akan terjadi pada diri anak jika guru yg diidolakannya atau dikagumi itu tiba-tiba bertindak mengecewakannya. Misalkan saja anak dimarahi habis-habisan oleh guru tsb? Emosi anak yg tadinya sudah dekat akan terganggu. Mungkin ia akan sangat kecewa kepada gurunya. Ia akan menghindari bertemu dengan gurunya, lebih jauh lagi ia akan memusuhinya. Yang berkecambuk pada diri anak ialah perasaan benci dan tidak percaya lagi kepada guru tersebut. Untuk itu,jagalah keharmonisan dan hubungan baik antara guru dengan anak agar perkembangan emosi anak terpelihara baik hingga dewasa.
b. Hubungan yang kurang harmonis dengan teman-temannya
Hubungan dengan teman sebaya sangat meningkat pada usia prasekolah. Frekuensi interaksi dengan teman-temannya baik positif maupun negative terus berlanjut dan makin meningkat pada usia tersebut. Teman, bagi anak adalah bagian beraktivitas yang sangat berharga.Aktivitas bersama teman dalam berkelompok, bagi mereka sangat mengasikkan. Mereka dapat saling berbagi tugas,saling berbagi peran, dan saling berbagi kesibukan. Bahkan pada usia prasekolah, teman sering kali menjadi bahan identifikasi diri dan kebutuhannya yang cukup kuat.
Betapa hebat pengaruh teman pada emosi dan perilaku anak.Untuk itu sebaiknya orang tua atau guru dapat memelihara hubungan keharmonisan pertemanan di antara anak, sebab jika terjadi pertengkaran, permusuhan atau percekcokan akan berdampak pada perkembangan emosi anak tersebut. Mungkin semula berkembang emosi senang akan persahabatan,tetapi berubah menjadi emosi kebencian dan permusuhan. Yang paling dikhawatirkan adalah perilaku yang menjurus pada keinginan menyakiti teman.Meskipun kecil sifatnya,tetapi hal itu akan berdampak serius, misalkan saja perilaku mencubit,mendorong,atau memukul temannya akan berdampak pada perubahan emosi lanjutan yang negative. Pelaku akan menjadi anak yg sok jagoan,sedangkan penderita akan menjadi anak penakut dan cemas.
B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan sosial anak? Dengan kata lain faktor-faktor apa yang dapat mengganggu proses sosialisasi anak prasekolah atau TK? Soetarno (1989) berpendapat bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor lingkungan keluarga dan faktor dari luar rumah atau luar keluarga. Kedua faktor tersebut dilengkapi oleh Hurlock (1978) dengan faktor ketiga, yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak. Penjelasan dari kedua faktor tersebut dapat dicermati pada uraian berikut ini.
Faktor lingkungan keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Didalam keluarga yang interaksi sosialnya berdasarkan simpati inilah manusia pertama kali belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama, belajar membantu orang lain. Pengalaman-pengalaman berinteraksi sosial dalam keluarga turut menentukan tingkah lakunya terhadap orang-orang lain dalam kehidupan sosial di luar keluarga. Apabila interaksi sosialnya di dalam keluarga tidak lancar atau tidak wajar maka interaksinya dengan masyarakat juga berlangsung tidak wajar atau akan mengalami gangguan.
Di antara faktor yang terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan:
1) status sosial ekonomi keluarga;
2) keutuhan keluarga;
3) sikap dan kebiasaan orang tua.
Ketiga faktor kunci tersebut akan dijelaskan satu per satu pada pembahasan berikut.
1) Status sosial ekonomi keluarga
Keadaan sosial ekonomi keluarga ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkembangan anak. Apabila perekonomian keluarga cukup maka lingkungan material anak di dalam keluarga tersebut menjadi lebih luas, Anak mendapat kesempatan yang lebih banyak mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang mungkin tidak akan ia dapatkan jika keadaan ekonomi keluarga tidak memadai. Interaksi mendidik antara anak dengan orang tua akan lebih banyak dan lebih mendalam karena orang tua tidak disibukkan oleh urusan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun demikian, status sosial ekonomi keluarga bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak. Perkembangan sosial anak juga tergantung pada sikap orang tua dan corak interaksi di dalam keluarga itu. Walaupun keadaan sosial ekonomi orang tua memuaskan jika mereka tidak memperhatikan pendidikan anak atau sering kali bertengkar, perkembangan sosial anak akan terganggu. Akan tetapi, perkembangan sosial anak ditentukan pula oleh sikap anak sendiri terhadap keadaan keluarga
2) Keutuhan keluarga
Yang dimaksud keluarga ialah hadirnya ayah, ibu, dan anak-anak dalam satu keluarga. Apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya tidak ada maka struktur keluarga dianggap sudah tidak utuh lagi. Tetapi apabila ayah atau ibu atau kedua-duanya jarang pulang ke rumah karena tugas atau hal-hal lain dan hal ini terjadi berulang-ulang, atau apabila orang tua bercerai maka dapat dikatakan juga sebagai keluarga yang tidak utuh. Semuanya itu akan mempengaruhi perkembangan sosial anak prasekolah, bahkan hingga tingkatan tertentu dapat mengganggunya. Misalkan saja jika anak hidup dalam pengasuhan keluarga yang bercerai (broken home) maka cara anak menilai hubungan sosial menjadi berbeda dibandingkan dengan anak-anak yang hidup dalam lingkungan keluarga yang normal. Anak dari keluarga broken home secara sosial merasa malu dan akhirnya mempengaruhi kemampuan dan kemauan berinteraksi dengan teman-temannya. Sebaliknya anak dengan kondisi keluarga yang utuh akan mgmiliki keterampilan sosial lebih standar karena tidak dihinggapi beban psikologis.
3) Sikap dan kebiasaan orang tua
Tingkah laku orang tua sebagai pemimpin kelompok dalam keluarga sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pada pribadi anak. Orang tua yang otoriter dapat mengakibatkan anak tidak taat, takut, pasif, tidak memiliki inisiatif, tak dapat merencanakan sesuatu, serta mudah menyerah. Orang tua yang terlalu melindungi anak dan menjaga anak secara berlebihan akan membuat anak sangat tergantung pada orang tua. Orang tua yang menunjukkan sikap menolak, yang menyesali kehadiran anak akan menyebabkan anak menjadi agresif dan memusuhi, suka berdusta, dan suka mencuri.
Semua pengaruh di atas akan berdampak pada perilaku sosial selanjutnya sehingga anak menjadi terhambat dalam merefleksikan hubungan sosial dengan pihak lainnya karena pengaruh suasana interaksi keluarga. Untuk itu sangat penting bagi orang tua untuk mampu mengukur perilakunya agar tidak berdampak negatif pada perilaku sosial anaknya.
Faktor dari luar rumah
Pengalaman sosial awal di luar rumah melengkapi pengalaman di dalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. Jika hubungan mereka dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar rumah menyenangkan, mereka akan menikmati hubungan sosial tersebut dan ingin mengulanginya. Sebaliknya, jika hubungan itu tidak menyenangkan atau menakutkan, anak-anak akan menghindarinya dan kembali kepada anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka.
Jika anak senang berhubungan dengan orang luar, ia akan terdorong untuk berperilaku dengan cara yang dapat diterima orang luar tersebut. Karena hasrat terhadap pengakuan dan penerimaan sosial sangat kuat pada akhir masa kanak-kanak, pengaruh kelompok teman sebaya lebih kuat dibandingkan dengan sewaktu masa prasekolah, yaitu ketika anak masih kecil dan kurang berminat bermain dengan teman sebaya. Jika anak mempunyai teman bermain yang lebih tua, ia akan berusaha untuk tidak ketinggalan dari temannya sehingga ia akan mengembangkan pola perilaku yang lebih matang dibandingkan dengan teman sebayanya. Akan tetapi, jika teman yang lebih tua suka memerintah sehingga si anak tidak dapat menikmati permainan, ia mungkin akan memilih bermain dengan anak-anak yang lebih muda dan memerintah temannya itu, seperti yang dilakukan anak yang lebih tua terhadapnya. Hal ini akan menimbulkan pola perilaku yang tidak sosial. Jika anak mempunyai teman bermain dan saudara-saudara yang sejenis, ia akan mengalami kesulitan melakukan penyesuaian sosial yang baik dengan teman bermain dari lawan jenis.
Faktor Pengaruh pengalaman sosial awal
Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya. Banyaknya pengalaman bahagia yang diperoleh sebelumnya akan mendorong anak mencari pengalaman semacam itu lagi pada perkembangan sosial selanjutnya. Sejumlah studi terhadap manusia dari semua tingkatan umur, membuktikan bahwa pengalaman awal tidak hanya penting bagi masa kanak-kanak, tetapi juga penting bagi perkembangan anak di kemudian hari. Dalam penelitian Waldrop dan Halyerson ditemukan bahwa sosiobilitas anak pada umur 2,5 tahun dapat digunakan untuk meramalkan sosiobilitas pada umur 7,5 tahun. Karena pola sikap dan perilaku cenderung menetap maka ada keharusan meletakkan dasar yang baik pada tahap awal perilaku sosial pada setiap anak. Yang jelas para guru atau orang tua jangan sampai menggelincirkan anak melalui pilihan sosial yang keliru yang akan mengakibatkan kerusakan pada penyesuaian diri dan perilaku dalam kehidupan anak selanjutnya.
Kekuatan perilaku sosial awal sebagai pola perilaku yang cenderung menetap mampu mempengaruhi perilaku anak pada situasi sosial selanjutnya. Oleh karena itu, pengalaman sosial awal anak harus difasilitasi dengan situasi sosial yang positif dan dapat diterima oleh lingkungan yang luas. Jika lingkungan tidak mampu menyediakan situasi sosial yang kondusif maka akan menimbulkan kerugian sosial bagi anak juga dapat mencemaskan orang tua dan guru. Situasi sosial yang dikemas oleh orang tua dan guru hendaklah mencerminkan kesinambungan dan konsistensi sehingga perilaku sosial anak terjaga secara terus-menerus. Artinya, jika telah diciptakan situasi sosial yang ideal bagi anak di .sekolah maka hendaklah diikuti dengan penciptaan lingkungan sosial yang senada di rumah maupun dalam kelompok bermainnya. Konsistensi dalam memfasilitasi perilaku sosial yang berkesinambungan akan membentuk pola perilaku positif yang menetap dan menjadi bekal berharga bagi anak untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan lain. Pola perilaku ini juga bermanfaat pada saat anak berinteraksi maupun berkomunikasi ataupun dalam melakukan aktivitas lainnya pada lingkungan sosial selanjutnya.
Pengalaman awal social juga menentukan dan berpengaruh terhadap partisipasi social anak. Jika pilihan dan variasi kegiatan social yang diikuti anak sebagaimana yang disajikan di atas menyenangkan maka selanjutnya anak akan menjadi lebih aktif untuk mengikuti aktivitas social karena dianggap memenuhi kepuasannya. Akan tetapi, apabila anak dihadapakan pada pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan, bahkan merasa tertekan maka pada perkembangan selanjutnya ia akan menghindari berpartisipasi, bahkan akan menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Kesimpulan dari uraian di atas, kalimat kuncinya adalah berilah anak prasekolah pengalaman awal sosial yang benar, bahkan paling benar dan menyenangkan maka selanjutnya mereka akan menjadi manusia sosial yang benar pula. Inilah maknanya usia prasekolah sebagai usia emas (golden ages) dan fundamental dalam fase perkembangan dan pengembangan individu. Semoga kita, para guru dan orang tua dapat memaknainya secara tepat dalam memfasilitasi anak-anak. Selain berbagai faktor di atas yang bersifat umum, faktor yang dianggap dapat menghambat perkembangan sosial anak prasekolah, menurut Sri Maryani Deliana (2000), yaitu sebagai berikut.
1) Tingkah laku agresif
Tingkah laku agresif biasanya mulai tampak sejak usia 2 tahun, tetapi sampai usia 4 tahun tingkah laku ini masih sering muncul, terlihat dari seringnya anak TK saling menyerang secara fisik, misalnya mendorong, memukul atau berkelahi. Penyerangan dapat pula mereka lakukan secara verbal, misalnya dengan mencaci, mengejek atau memperolok teman-teman lain. Tingkah laku agresif selain mengganggu hubungan sosial juga melanggar aturan yang diberlakukan di sekolah, misalnya suka berkelahi, merusak alat permainan milik teman atau mengganggu anak lain.
2) Daya suai kurang
Daya suai yang kurang biasanya disebabkan karena cakrawala sosial anak yang relatif masih kurang, masih terbatas pada situasi rumah dan sekolah. Di sekolah pun biasanya mereka belum bisa dengan cepat menyesuaikan diri, tetapi makin lama ia di sekolah makin bertambah daya suainya. Apabila ada anak yang tidak dapat menyesuaikan diri walaupun sudah relatif lama bersekolah, guru harus dapat mencari faktor penyebabnya. Bila hal itu tidak diperhatikan akan menyebabkan anak tersebut terasing dan selanjutnya tidak dapat mengikuti kegiatan (pembelajaran) yang bersifat kelompok.
3) Pemalu
Rasa malu biasanya sudah terlihat sejak anak sudah mengenal orang-orang di sekitarnya. Rasa malu sebenamya normal dan wajar, tetapi bila anak sering kali menunjukkan rasa malu maka hal inilah yang dianggap sebagai masalah. Anak biasanya tidak menunjukkan rasa malu pada orang yang sudah dikenalnya, tetapi pada orang yang belum dikenalnya anak bersikap pemalu. Pada umur 5 tahun perasaan malu yang berlebihan tidak hanya ditunjukkan pada orang yang tidak dikenal, tetapi juga pada orang yang sudah dikenal, yaitu orang yang akan memberikan penilaian terhadap tingkah lakunya. Anak selalu cemas dan takut pada reaksi orang lain terhadap perbuatan atau tingkah lakunya. Biasanya hal ini terjadi pada anak yang sering dipermalukan atau dicela di depan orang lain. Kejadian-kejadian semacam ini akan menyebabkan anak di masa mendatang tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
4) Anak manja
Memanjakan anak adalah suatu sikap orang tua yang selalu mengalah pada anaknya, membatalkan perintah atau larangan hanya karena anak menjerit, menentang atau membantah. Contohnya, seorang ayah melarang anaknya pergi. Larangan itu membuat anaknya menangis atau merengek dengan tujuan supaya diperbolehkan pergi. Untuk menghentikan tangis anaknya si ayah mengalah dan memperbolehkannya pergi. Tingkah laku anak seperti itu disebut manja, dan sikap orang tua yang tidak konsisten dengan perintahnya hanya karena anak menangis atau merengek termasuk memanjakan anak.
5) Perilaku berkuasa
Perilaku berkuasa ini mulai muncul sekitar usia 3 tahun dan semakin meningkat dengan bertambahnya kesempatan. Anak perempuan cenderung merasa lebih berkuasa dari pada anak laki-laki. Oleh karena itu, anak harus diberi pengertian bahwa ia mempunyai kedudukan yang sama dengan teman-temannya. Tidak ada yang mempunyai hak yang lebih dibandingkan dengan yang lain agar sikap ingin merajai ini sedikit demi sedikit berkurang.
6) Perilaku merusak
Ledakan amarah yang dilakukan oleh anak sering disertai tindakan merusak .benda-benda di sekitarnya, tidak peduli miliknya sendiri atau milik orang lain. Semakin hebat marahnya, semakin luas tindakan merusaknya. Contoh, seorang anak yang tidak diperbolehkan ikut pergi dengan orang tuanya tiba-tiba mengambil barang milik orang tuanya dan merusaknya.
BAB III
KESIMPULAN
Sulitnya seorang individu termasuk didalamnya adalah anak-anak prasekolah atau TK menghindari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosinya.Nampaknya tidak mungkin seorang pun dapat menghindarinya karena faktor-faktor tersebut jika direnungkan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Dikhawatirkan jika faktor-faktor tersebut dihindari akan menyebabkan konflik internal maupun eksternal pada anak menjadi lebih tinggi dan membawa kerusakan lebih besar.Orang tua atau pun guru hendaklah mampu meningkatkan sensitivitas dan kemampuan diri melalui berbagai kesempatan, terutama pada saat berinteraksi dengan anak-anak. Frekuensi(keseringan) dan durasi (lamanya) berinteraksi dengan anak merupakan pelajaran berharga untuk meningkatkan apresiasi dan pemahaman guru maupun orang tua dalam mengenali dan memahami ukuran-ukuran perilaku anak, serta membantu dalam memprediksi tindakan-tindakan lanjutannya.