MAKALAH KEPERAWATAN
STRATEGI PENCAPAIAN KESEHATAN MENTAL UNTUK MASA TUA YANG
SUKSES
I. Pendahuluan
Beberapa
tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam mendorong para ahli Ilmu Psikologi
untuk menyelidiki apa penyebab perbedaan tingkah laku orang-orang dalam
kehidupan bermasyarakat. Selain itu, juga menyelidiki penyebab seseorang tidak
mampu memperoleh ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupannya. Usaha ini
kemudian melahirkan satu cabang termuda dari ilmu Psikologi, yaitu Kesehatan
mental (Mental Hygiene) (Yusak Burhanuddin, 1999: 10).
Kesehatan
mental, sebagai disiplin ilmu yang merupakan bagian dari psikologi agama, terus
berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari masyarakat yang selalu
membutuhkan solusi-solusi dari berbagai problema kehidupan. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi belum mampu memenuhi kebutuhan ruhani, bahkan
menambah permasalahan-permasalahan baru, seperti kecemasan dengan kemewahan
hidup. Akibat lain adalah rasionalitas teknologi lebih diutamakan sehingga
nilai kemanusiaan diabaikan. Demikian ungkap Sayyid Husain Nasr.
Pada bagian
lain, berbagai persoalan hidup yang melanda bangsa Indonesia, khususnya yang
berkaitan dengan krisis multi dimensi di berbagai pelosok nusantara. Belum
tuntas permasalahan ekonomi, muncul konflik berbau Sara, baru saja meredam
pertikaian tersebut, bangsa kita dilanda berbagai bencana, semakin memperbukuk
kondisi mental bangsa ini. Menurut Sururin persoalan kesehatan mental perlu
perhatian serius semenjak adanya asumsi bahwa 2% bangsa Indonesia terganggu
jiwanya.
Di samping
itu, adanya perhatian manusia yang besar terhadap kesejahteraan hidupnya, serta
adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya dilakukan pembinaan kesejahteraan
hidup bersama ikut mempercepat perkembangan ilmu kesehatan mental.
II. Kesehatan Mental
A. Pengertian Secara Etimologis dan Terminologis
Secara
etimologis, kata “mental” berasal dari kata latin, yaitu “mens” atau “mentis”
artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa Yunani, kesehatan
terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan. Maka kesehatan
mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu kesehatan mental) (Yusak
Burhanuddin, 1999: 9).
Menurut
Kartini Kartono dan Jenny Andary dalam Yusak (1999: 9-10), ilmu kesehatan
mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental/jiwa, yang
bertujuan mencegah timbulnya gangguan/penyakit mental dan gangguan emosi, dan
berusaha mengurangi atau menyembuhkan penyakit mental, serta memajukan
kesehatan jiwa rakyat.
Sebagaimana
seorang dokter harus mengetahui faktor-faktor penyebab dan gejala-gejala
penyakit yang diderita pasiennya. Sehingga memudahkan dokter untuk mendeteksi
penyakit dan menentukan obat yang tepat. Definisi mereka berdua menunjukan
bahwa kondisi mental yang sakit pada masyarakat dapat disembuhkan apabila
mengetahui terlebih dulu hal-hal yang mempengaruhi kesehatan mental tersebut
melalui pendekatan hygiene mental.
Dalam perjalanan sejarahnya,
pengertian kesehatan mental mengalami perkembangan sebagai berikut :
a. Kesehatan mental adalah
terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan psikosis).
Pengertian
ini terelihat sempit, karena yang dimaksud dengan orang yang sehat mentalnya
adalah mereka yang tidak terganggu dan berpenyakit jiwanya. Namun demikian,
pengertian ini banyak mendapat sambutan dari kalangan psikiatri (Sururin,2004:
142)
Kembali
pada istilah neorosis, pada awalnya kata tersebut berarti ketidakberesan dalam
susunan syaraf. Namun, setelah para ahli penyakit dan ahli psikologi menyadari
bahwa ketidakberesan tingkah laku tersebut tidak hanya disebabkan oleh
ketidakberesan susunan syaraf, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap seseorang
terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain, maka aspek mental (psikologi)
dimasukkan pula dalam istilah tersebut.
b. Kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat
serta lingkungan di mana ia hidup.
Pengertian ini lebih luas dan
umum, karena telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh.
Dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan
kebahagiaan hidup.
c. Terwujudnya keharmonisan
yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan
untuk mengatasi problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan
pertentangan batin (konflik).
d. Pengetahuan dan perbuatan
yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat dan
pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain,
terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan
penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan
kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa
bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan
potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin (Sururin,2004: 144).
Kesehatan mental (mental hygiens) adalah ilmu yang
meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta
prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan ruhani (M. Buchori dalam
Jalaluddin,2004: 154) Menurut H.C. Witherington, kesehatan mental meliputi
pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat lapangan Psikologi, kedokteran,
Psikiatri, Biologi, Sosiologi, dan Agama (M. Buchori dalam Jalaluddin,2004:
154)
Kesehatan Mental merupakan kondisi kejiwaan
manusia yang harmonis. Seseorang yang memiliki jiwa yang sehat apabila
perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat. Jiwa (mental) yang sehat
keselarasan kondisi fisik dan psikis seseorang akan terjaga. Ia tidak akan
mengalami kegoncangan, kekacauan jiwa (stres), frustasi, atau penyakit-penyakit
kejiwaan lainnya. Dengan kata lain orang yang memiliki kesehatan mental juga
memiliki kecerdasan baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.
B. Pengertian Jiwa (mental) Sebagai Objek Kajian
Kesehatan Mental
Di dalam
Ensiklopedia Indonesia, Hassan Shadily dkk. (1992: 2787) menulis bahwa kata
“Jiwa” berasal dari kata “Psyche” yang berarti jiwa, pikiran, hidup. Dalam
agama, jiwa merupakan sebagian dari kerohanian manusia, dalam arti kesanggupan
merasakan sesuatu. Suatu makhluk baru dikatakan berjiwa, jika sanggup
mengalami, merasa, berkemauan, dan sebagainya (Hassan Shadily dkk.,1991: 1597).
Jiwa adalah energi mental yang memiliki kekuatan untuk dapat memotivasi
terjadinya proses perilaku yang menjadi bentukan aktivitas yang dilakukan
sehari-hari. (http://id.wikipedia.org/wiki/Jiwa)
Demikianlah
pengertian jiwa (mental) secara umum. Di dalam memahami jiwa ini, penulis
teringat dengan unsur-unsur pada struktur jiwa manusia menurut Sigmund Freud,
yakni id, ego,dan super ego (Abdul Mujib,1999: 99). Dan yang menarik adalah
unsur ego dan super ego. Dikatakan demikian karena keduanya dapat dihubungkan
dengan jiwa (mental). Ego dikenal sebagai eksekutif kepribadian (pengontrol
tindakan) yang bersifat rasional-logis. Sedangkan Super ego berperan dalam
penentuan nilai moral suatu tindakan.
Lantas,
dimanakah letak hubungannya dengan jiwa?, penulis memahami bahwa jiwa (mental)
cukup rawan mengalami kegoncangan atau ketidakstabilan. Maka dari itu, jiwa
(mental) sangat memerlukan pondasi atau pegangan yang mampu mengokohkannya
bahkan menjadikannya sebagai jiwa yang sehat. Ego dan super ego sangat
berpotensi untuk menjadi penopang dan pendorong jiwa (mental) ke arah demikian.
Di dalam
mengkaji dan memahami Ilmu Kesehatan Mental, jiwa (mental) yang dijadikan objek
kajian ilmu ini tidaklah cukup diartikan sebagai kondisi kejiwaan manusia yang
dikaji dari kesehatan pada jaringan syaraf otak atau secara fisik saja.
Sehingga jika salah satu simpul saraf otak rusak seseorang akan menderita
kelainan jiwa (gila). Sedangkan tidak semua tingkatan gangguan kejiwaan manusia
berakibat gila. Sementara pengertian sakit jiwa adalah kondisi kejiwaan
seseorang yang tidak mampu mengaktualkan tiga potensi dalam dirinya yaitu
adaptasi, regulasi dan interaksi.(http://www.waspada.co.id)
Maka dari
itu, jiwa (mental) dalam hal ini adalah pusat kepribadian manusia yang memiliki
kepekaan dalam berinteraksi dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungan di
luar dirinya untuk menentukan sikap yang baik dan benar. Ary Ginanjar Agustian
(2002: 65), menggambarkan kondisi mental yang ideal didasari dari “penjernihan
emosi” sehingga memunculkan kecerdasan emosi dan spiritual (Emotional Spiritual
Quotient).
Hal
tersebut menunjukkan begitu penting penatatan potensi emosi spiritual pada
masing-masing individu yang berpusat pada sumber spiritual manusia, yaitu
Tuhan. Dengan demikian seseorang akan terbimbing dengan kesadaran pribadi
mengenali energi jiwanya guna meraih ketenangan atau keharmonisan diri.
Melalui
pengkajian jiwa (mental) dirinya sendiri, manusia mampu membimbing dirinya
untuk mencintai diri sendiri. Secara fitrah manusia tidak mau dirinya bobrok
dan kacau. Apalagi dirinya disakiti dan merasa ditindas. Semua orang yang
bermental sehat hidup di dunia menginginkan ketenangan dan kebahagiaan diri
bukan sebaliknya. Wajar jika manusia akan membela diri ketika ada hal-hal yang
dapat membahayakan dirinya.
C. Pengertian Jiwa (mental) yang Sehat
Seorang
ahli bijak pernah berkata: ''Kesehatan itu mahkota, tak bisa merasakannya
kecuali orang sakit." Nikmat sehat memang menjadi sangat mahal. Apalah
artinya bergelimang kekayaan, rumah mewah dengan jabatan dan kekuasaan yang
tinggi serta anak-anak yang tampan bila tidak disertai nikmat kesehatan. Karena
itulah, semua manusia berlomba untuk mendapatkan nikmat sehat
Di dalam
hadis-hadisnya, Rasulullah Saw. menjelaskan kesehatan dan kestabilan jiwa
(mental) seseorang memiliki beberapa indikasi antara lain adanya rasa aman. Ini
disebutkan dalam sabdanya: ''Siapa yang menyongsong pagi hari dengan perasaan
aman terhadap lingkungan sekitar, kondisi tubuh yang sehat, serta adanya
persediaan makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dia telah memperoleh
seluruh kenikmatan dunia.'' (HR Tirmidzi).
Pada
umumnya pribadi yang normal memiliki mental yang sehat. Demikian sebaliknya,
bagi yang pribadinya abnormal cenderung memiliki mental yang tidak sehat (Yusak
Baharuddin, 1999: 13). Orang yang bermental sehat adalah mereka yang memiliki
ketenangan batin dan kesegaran jasmani.
Untuk memahami jiwa yang
sehat, dapat diketahui dari beberapa ciri seseorang yang memiliki mental yang
sehat. Dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1959 memberikan batasan
mental yang sehat adalah sebagai berikut :
1. Dapat menyesuaikan diri
secara konstuktif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk banginya.
2. Memperoleh kepuasan dari
hasil jerih payah usahanya.
3. Merasa lebih puas memberi
dari pada menerima.
4. Secara relatif bebas dari
rasa tegang dan cemas.
5. Berhubungan dengan orang
lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.
6. Menerima kekecewaan untuk
dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari.
7. Menjuruskan rasa permusuhan
kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
8. Mempunyai rasa kasih sayang
yang besar.
Kriteria
tersebut disempurnakan dengan menambahkan satu elemen spiritual (agama).
Sehingga kesehatan mental ini bukan sehat dari segi fisik, psikologik, dan
sosial saja, melainkan juga sehat dalam art spiritual.
Dan tidak
kalah pentingnya adalah mengetahui sekaligus memahami prinsip-prinsip dari
kesehatan mental itu. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip kesehatan mental
adalah dasar yang harus ditegakkan orang dalam dirinya untuk mendapatkan
kesehatan mental yang baik serta terhindar dari gangguan kejiwaan.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Gambaran dan sikap yang
baik terhadap diri sendiri (self image)
Prinsip ini dapat dicapai
dengan penerimaan diri, keyakinan diri dan kepercayaan pada diri sendiri. Citra
diri positif akan mewarnai pola hidup, sikap, cara pikir dan corak penghayatan,
serta ragam perbuatan yang positif pula.
2. Keterpaduan antara
Integrasi Diri. Adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa dalam diri,
kesatuan pandangan (falsafah) dalam hidup dan kesanggupan mengatasi stres
(Sururin,2004: 146).
3. Perwujudan Diri
(aktualisasi diri)
Inilah proses pematangan diri.
Menurut Reiff, orang yang sehat mentalnya adalah orang yang mampu
mengaktualisasikan diri atau mampu mewujudkan potensi yang dimilikinya, serta
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan cara yang baik dan memuaskan.
4. Mau menerima orang lain,
mampu melakukan aktifitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat
tinggal.
5. Berminat dalam tugas dan
pekerjaan
Suka pada pekerjaan tertentu
walaupun berat maka akan mudah dilakukan dibandingkan dengan pekerjaan yang
kurang diminati.
6. Agama, cita-cita, dan
falsafah hidup. Demi menggapai ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan.
7. Pengawasan diri
Hal ini dapat dilakukan
terhadap keinginan-keinginan dari ego yang bersifat biologis murni. Sehingga
dapat dikendalikan secara sehat dan terarah.
8. Rasa benar dan tanggung
jawab. Ini penting bagi tingkah laku.Dengan demikian muncul rasa percaya diri
dan bertanggung jawab penuh atas segala tindakan sehingga tidak menutup
kemungkinan kesuksesan diri akan diraih.
Cara menjaga kesehatan fisik
supaya tetap sehat dan kuat, antara lain yaitu:
- Memilih
jenis makanan sehat (empat sehat lima sempurna), yaitu: tidak makan
sembarangan (teratur), makan yang mengandung kalori, karbohidrat, protein,
mineral, vitamin, susu dan sejenisnya.
- Menjaga
kebersihan tempat tidur. Tempat tidur merupakan tempat kita beristirahat
dari aktivitas. Dianjurkan apabila hendak tidur agar membersihkan anggota
tubuh seperti kaki, tangan, mulut, dan lain-lain. Tempat tidur yang tidak
bersih dapat menimbulkan penyakit, badan pegal-pegal dan lain-lain. Kalau
tidur dalam keadaan bersih anggota badan kita tentu akan terhindar dari
penyakit. Bangun tidur tubuh menjadi segar. Artinya organ-organ tubuh kita
siap bekerja dan melakukan aktivitas.
- Menjaga
kebersihan badan. Menjaga kebersihan badan merupakan hal penting yamg
harus di lakukan bila kita menginginkan tubuh tetap sehat. Hal penting
yang terkait dengan kesehatan badan meliputi seluruh anggota tubuh maupun
lingkungan di luar kita seperti lingkungan rumah, halaman, tempat belajar,
kantor dan lain-lain. Agama apapun menuntut kita untuk selalu bersih, karena
kebersihan sebagian dari iman.
- Pemeriksaan
badan ke Puskesmas atau dokter untuk menjaga kesehatan fisik antara lain:
pemeriksaan mata, gigi dan lain-lain. Gigi dan mata merupakan organ yang
sangat fundamental untuk kesehatan badan secara keseluruhan. Selain itu
gigi sebagai daya tarik pemikat senyum, harus di periksa dan di rawat
sebaik-baiknya. Hal ini juga dapat menambah percaya diri.
Cara memiliki dan menjaga
kesehatan mental yang tangguh.
Keberhasilan seseorang dalam
melakukan atau mencapai sesuatu sangat banyak dipengaruhi bagaimana ia mampu
menjaga kesehatan fisik dan mental sebaik-baiknya (seimbang). Kesehatan fisik
dan mental seseorang menjadi satu kesatuan penting dan tidak terpisahkan dalam
setiap aspek kehidupan untuk dapat melakukan dan mencapai sesuatu secara
optimal.
Untuk itu setiap orang agar
memilki kemampuan menghadapi persoalan atau masalah hendaknya;
- Menerima
dan mengakui dirinya sebagaimana adanya.
- Tekun
beribadah dan berakhlak mulia.
- Bersikap
sportif.
- Percaya
diri.
- Memiliki
semangat atau motivasi.
- Tidak
takut menghadapi tantangan dan berusaha terus untuk mengatasinya (hal
positif).
- Terbuka.
- Tenang,
tidak emosi bila menghadapi masalah
(pikirkan dengan kepala dingin).
- Banyak
bergaul dan bermasyarakat (bergaul yang positif).
- Bangun
komunikasi yang baik dengan orang tua, teman, guru, dosen, atasan, dan
lain-lain.
- Banyak
latihan mengendalikan diri, seperti tidak pemarah, tidak cemas, berpikir
positif, mudah memaafkan dan lain-lain.
- Membiasakan
diri untuk selalu peduli dengan lingkungan dan orang lain.
- Demikianlah
tips untuk bisa hidup sehat fisik dan mental. Sebaiknya kita mencobanya
kemudian membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Tubuh kita yang sehat
harus diimbangi dengan mental yang kuat. Mental yang kuat itupun harus
dilatih secara rutin.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Setelah
dipaparkan beberapa pengertian seputar kesehatan mental, dapat diketahui
bersama bahwa sebenarnya kesehatan mental selain sebagai salah satu cabang ilmu
Psikologi termuda, juga berfungsi sebagai alat solusi dari beragam permasalahan
kesehatan kejiwaan pada masyarakat. Melalui pendekatan Mental Hygiene inilah
penyakit jiwa (mental) dapat terdeteksi dan ada harapan untuk disembuhkan.
Sedangkan
menurut definisi umum, kesehatan mental adalah kondisi kejiwaan manusia yang
harmonis yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan intelektual yang
optimal dari seseorang serta perkembangan tersebut berjalan selaras dengan
orang lain.
Kesehatan
jiwa juga merupakan perasaan sehat dan berbahagia mampu mengatasi tantangan hidup,
dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positip
terhadp diri sendiri dan orang lain.
Ciri-ciri
sehat jiwa yakni menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi
stress kehidupan yang wajar, dapat berperan serta dalam lingkungan hidupnya,
menerima baik yang ada pada dirinya dan mampu bekerja produktif dan memenuhi
kebutuhan hidupnya serta merasa nyaman bersama orang lain.
REFERENSI
Abdul Aziz el Quussy, Ilmu Jiwa : Prinsip-prinsip dan Implementasinya dalam
Pendidikan, Jakarta: Bulan Bintang, 1976
Abdul Mujib, Fitrah & Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis,
Jakarta:
Darul Falah,1999.
Ary Ginanjar Agustian,. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan
Spiritual (ESQ: Emotional Spiritual Quotient). Jakarta: Arga Wijaya Persada,
2002
Hassan Shadily dkk., Ensiklopedia Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van
Hoeve,
1991
Jalaluddin, Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004
Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999
www.republika.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Jiwa