MAKALAHSOSOK ETNOLOG DI TANAH
Abstract
Jan van Baal was born in Scheveningen, Holland in Nvember
1909. He studied languages, culture history and law in Netherlands East Indies in Leiden
from 1927 to 1931 with specialization in Anthropology.
He argues that Marind-Anim life style is complex, full of
symbol and their way of life affected by apprehended intensionality and covered
by mystery of Dema. The people proud as Animha
with no disturbance from modernization.
Marind-Anim according to
van Baal have ascriptive way of thinking, centred on Dema, not like
modern man who have descriptive way of thinking.
A. PENDAHULUAN
Artikel ini ditulis
sebagai bahan kajian histori mengenai pandangan salah satu etnolog asal negeri
kicir angin, J. van Baal mengenai penilaiannya pada orang Marind-Anim dan
otobiografinya selama bekerja di Tanah Papua.
Pandangannya pada
masyarakat Marind-Anim, saya lebih fokuskan pada aspek Ilmu Antropologi dari
pada aspek penerapan ilmu antropologi seperti yang dilakukan negara jajahan
pada masyarakat jajahannya. Banyak teori dan konsep yang ia kembangkan setelah
30 tahun dia bekerja dengan orang Marind-Anim, yang berguna bagi pengembangan ilmu
antropologi.
Konsep dan teori
seperti gaya
hidup orang Marind-Anim yang rumit, penuh simbolisme, berpikir menurut asas apprehended intensionality, diliputi
oleh misteri dema ; Konsep general concepts
concerning man and his life; Konsep a system of recurring
oppositions and associations.
Merupakan konsep dan teori yang sangat penting untuk perkembangan Ilmu
Antropologi.
B. GUBERNUR
PENCARI DEMA
B.1. Dari Indologi ke Etnologi
Jan van Baal lahir di Scheveningen Holland Nopember 1909,
belajar bahasa-bahasa, sejarah kebudayaan, dan hukum Netherlands East Indies
di Leiden 1927-1932 dengan spesialisasi antropologi, mencapai gelar Doktor,
disertasinya tentang religi dan masyarakat Pantai Selatan Netherlands New
Guinea 1934, kemudian masuk pegawai negeri sipil. Dua tahun berdinas di Tanah
Jawa dan Madura, ke Pantai Selatan Netherlands New Guinea, pindah lagi ke Tanah
Jawa, pindah lagi ke Lombok, dipenjarakan oleh Bala Tentara Pendukukan Dai
Nippon di Sulawesi Selatan 1942-1945. Kemudian berturut-turut berdinas kembali
di Jakarta , Bali , Lombok , dan
Sumatra Timur. Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pindah lagi ke
Netherlands New Guinea menjadi Penasehat Urusan Pribumi dalam Pemerintahan
Netherlands New Guinea. Menjadi anggota Parlemen Belanda, kembali lagi ke
Netherlands New Guinea memangku jabatan Gubernur Netherlands New Guinea
1953-1958. Menjadi anggota Royal Tropical Institute di Amsterdam 1959, menjadi
direktur bidang antropologi pada Royal Tropical Institute itu 1962-1969,
asisten professor pada Universitas Utrecht, kemudian dikukuhkan menjadi
professor pada Universitas Utrecht. Pensiun September 1975, pemrakarsa CESO
(The Centre for the Study of Education in Changing Societies 1963. Pernah
menjabat ketua WOTRO) Netherlands Foundation for the Advancement of Tropical
Research, anggota Board of the Royal Institute of Language and Antropology di
Leiden, dan anggota Unesco hingga 1972 (P.E. de Josselin de Jong, Ed, Structural
Anthropology in the Netherlands, KITLV, Translation Series 17, Second Edition,
Foris Publications Holland/U.S.A, 1983, 320-321).
Van Baal seorang administratur yang oleh minat yang dalam
telah menempuh sebuah lorong Indiologie untuk berusaha memahami isi hati
bangsa-bangsa jajahan di Kepulauan Selatan yang di Negeri Kincir Angin lebih
dikenal sebagai Netherlandsh Indie. Satu pulau pada tepi timur Kepulauan
Selatan itu yang telah lama dieksplorasi yang oleh akumulasi pengetahuan
tentang pulau itu berusaha didefinisikan sebagai satuan administratif
Netherlandsche New Guinea. Kepulauan Selatan itu makin menarik perhatian
negara-negara Eropa Barat yang sedang berusaha himpun kepercayaan diri dari
kelumpuhan akibat dua Perang Dunia dan pelapukan administrasi kolonial yang
makin pasti. van Baal adalah anak zaman transisi kolonial yang diharapkan akan
selamatkan bangunan VOC yang harus ditransformasikan ke dalam sistem kenegaraan
jajahan modern dengan perekat etnologi.
Laporan-laporan berkala oleh karya missionaris Katholik di
Selatan Nederlandsch Nieuw Guinea terutama pengumpulan kosa kata pribumi oleh
Geurtjens dan Drabbe. Pencatatan tentang
kehidupan pribumi oleh J.C.Verschueren, Vertenten, Nevermann, dan Paul Wirz,
dan sejumlah arsip pemerintahan di Afdeling Zuid Nieuw Guinea telah mendorong
van Baal rampungkan disertasi doktoralnya yang berjudul Godsdienst en samenleving in Nederlandsch-Zuid-Nieuw Guinea, Amsterdam:
Noord-Hollandsche Uitgevermaatschappij, 1934. Disertasi doktoral itu yang
makin disempurnakan dengan fokus Marind-Anim sepanjang karir etnologisnya yang
hampir menyita seluruh masa berdinasnya sejak tahun 1934 hingga rampungnya
penelitian etnologi itu tahun 1966 berjudul: Dema, Description and Analysis of Marind-Anim (South New Guinea), The
Hague, Martinus-Nijhoff).
Nederlandsch Nieuw Guinea dan Lombok
adalah lapangan penelitian van Baal dengan minat yang kuat dalam antropologi
religi yang telah mempersembahkan beberapa karya tulisnya sebagai berikut:
1).
Dema, Description and Analysis of Marind-Anim (South New
Guinea ), The Hague ,
Martinus-Nijhoff, 1966);
2). Symbol for
Communication, Assen, Van Gorcum, 1971;
3). The message of the three illusions, 1972;
4). Reciprocity and the position of women, 1975;
5). Aggression among
equals, Assen, Van Gorcum, 1974; dan
6). Mensen in
verandering, Arbeiderspers, Amsterdam ,
1967.
7). Jan Verschueren’s Descriptions of Yeinan-Culture,
Extracted from the Posthumous Papers, KITLV, The Hague-Martinus Nijhoff, 1982.
B.2. Rumah Belum Selesai Dibangun
Rumah belum selesai dibangun adalah ungkapan van Baal yang berhasil masih
diingat oleh Bapak Guru Pensiun Mabad Gebze ketika penulis pada tahun 1999
menemuinya Mabad Gebze yang adalah kakek
sepupu dengan penulis. Ungkapan rumah
belum selesai dibangun itu adalah ungkapan khas Marind-Anim untuk
mengatakan sebuah perjuangan pembangunan yang menyangkut kehidupan
kemasyarakatan sebagai pembangunan Marind-Anim berbasis kebudayaan. Rumah itu
rumah Marind-Anim yang berusaha dibangun kembali oleh van Baal melalui rekonstruksi
penulisan etnologinya lewat analisis mitologi Marind-Anim telah membuatnya terpesona oleh gaya hidup Marind-Anim yang
rumit, penuh simbolisme, berpikir menurut asas apprehended intensionality, diliputi oleh misteri dema, mementaskan drama keagungan
ritus-ritus kehidupan, menampilkan kebanggaan diri Marind-Anim sebagai animha tanpa terusik oleh modernisasi,
pemujaan Marind-Anim atas negerinya. Untuk van Baal sendiri sebuah hutang budi
dari sebuah persahabatan bertahun-tahun lamanya untuk mengabadikan potret isi
rumah Marind-Anim yang adalah isi hati animha.
Aliran Leiden yang menempatkan mitologi sebagai kerangka
berpikir yang melandasi perilaku budaya seperti yang diyakini oleh J.P.B de
Josselin de Jong nampak pada seluruh wacana etnologi van Baal pada Marind-Anim
yang dikatakannya sistem kasifikatori (classicatory
system). Kehidupan Marind-Anim yang oleh penerjemaah diterjemahkan sebagai general concepts concerning man and his life
nampak pada sistematika penulisan etnologi Dema,
Description and Analysis of Marind-Anim (South New Guinea). Ia melukiskan
siklus hidup individu Marind-Anim/Anum tanpa memandang identitas klen dan
moiety. Bahwa Marind-Anim/Anum mengikuti perjalanan matahari yang adalah
perjalanan manusia seperti burung bangau (ndik)
dari matahari terbit ke matahari terbenam kembali ke matahari terbit. Diasosiasikan lagi seperti penanaman pohon
kelapa saat kelahiran anak, penebangan pohon kelapa saat akhir usia, dan
penamaan anak dengan nama kepala (paigiz).
Perjalanan manusia itu sebuah inisiasi panjang dari pesta perkawinan kedua
orang tua, kelahiran di rumah bersalin (oramaha),
pemberian nama, pengasuhan anak, aroi
patur (l), wokraved (l), ewati (l), miakim (l), kivasomiwag
(p), wahuku (p), iwag (p), pesta perkawinan, kehidupan perkawinan sebagai orang
dewasa, pengabadian kisah-kisah kepahlawanan budaya, dan perjalanan pulang ke
matahari terbit.
Sistem klasifikatori (classicatory
system) menurut van Baal adalah sebuah sistem oposisi-oposisi dan
asosiasi-asosiasi yang selalu berulang a
system of recurring oppositions and associations dari langit-bumi, matahari
(katane)-bulan (mandau), timur (sendawi)-barat
(muli), musim kemarau (pig)-musim penghujan (umbr), belakang (es)-depan (mahai),
moiety dominan-moiety dialektis, dan lain-lain. Marind-Anim dikatakannya
menganut cara berpikir ascriptive
bukan descriptive seperti manusia
modern, hidup dalam dunia appehended
intentionality berkarakteristik manusia, dan berpusat pada dema. van Baal artikan dema itu sebagai beings yang hidup pada jaman mitis, biasanya mengambil rupa
manusia, kadang-kadang juga dalam rupa satwa yang menjadi leluhur klen dan
subklen, diasosiasikan dengan totem, dan seringkali juga pencipta totem (van
Baal, Dema, 179). Sikap tremendum dan
fascinating terhadap penghayatan dema
kontras dengan penampilan Marind-Anim yang dikatakan oleh van Baal sendiri
sebagai “Marind-Anim yang bebas bepergian, humoris, menikmati apa yang ada,
dari luar hampir tidak terkesan oleh dunia tak nyata yang begitu banyak menguras
tenaganya, dan sikap realistik terhadap kehidupan sehari bersamaan dengan
ritual yang rumit, magis, dan seremoni” (van Baal, Dema, 929).
Bagian akhir dari buku Dema,
Description and Analysis of Marind-Anim (South New Guinea), meninggalkan
pertanyaan-pertanyaan spekulatif tentang sisi esoteris budaya Marind-Anim dari
misteri dema yang dalam, dramatisasi
gender yang dipahaminya dalam pengertian erotisme dari kultus phalus, dan semangat raiding terhadap para suku tetangga
untuk katarsis agresivitas yang sebenarnya
dapat dipahami sebagai bentuk permainan mendalam dari inisiasi keras sebagai
pengalaman puncak dari ciri-ciri homoludens.
Pandangan awalnya yang keliru tentang struktur sistematis
dari religi Marind-Anim yang disangkanya berasal dari sikap non-reflektif
Marind-Anim telah diakuinya pada bagian penutup dari buku Dema, Description and Analysis of Marind-Anim (South
New Guinea ) sebagai cara berpikir ascriptive dengan logika ketat berupa kecakapan dan perenungan
sadar Marind-Anim tentang simbol-simbol yang menyatukan the secret meaning and intention of the universe. Cara berpikir ascriptive itu berusaha dibandingkan
dengan para suku bangsa Trans-Fly di Teluk Papua, Selat Torres, dan Aborigin
Autralia yang termasuk satu wilayah budaya dengan Marind-Anim seperti Elema,
Kiwai, Mawata, dan Aranda.
Studi perbandingan yang bagus itu dimasukkan ke dalam tubuh
karangan Dema, Description and Analysis
of Marind-Anim (South New Guinea) pada orang Boadzi di Sungai Fly Atas
berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Verschuren yang dapat makin lengkap bila
kelompok Marind Yeinan dibandingkan juga bersama orang Boadzi. Sayang catatan
anumerta Verschurens tentang orang Yeinan diterbitkan tahun 1982 yang bukan
berbentuk studi perbandingan berjudul Jan
Verschueren’s Descriptions of Yeinan-Culture, Extracted from the Posthumous
Papers, KITLV, The Hague-Martinus Nijhoff, 1982.
B.3. Diversitas Tersamar
“Kemiskinan kebudayaan material, diversitas yang besar
dalam kehidupan beragama, kehidupan sosial, pengelompokan lokal kecil yang
tidak mencapai kelembagaan chieftainship
seperti para suku bangsa Melanesia, dan dapat mengambil pengaruh kepemimpinan
Melanesia dan juga Indonesia merupakan ciri-ciri peradaban Papua yang paling
menonjol. Ekualitas setiap warga suku barangkali berasal dari penolakan
terhadap tekanan yang tak terelakkan dari kelompok sosial yang lebih besar pada
para warganya. Sumberdaya sosial lemah dalam kehidupan orang Papua, kelompok
para warga selalu pecah dan menarik dari untuk waktu pendek atau juga lama ke
kebun yang jauh tempat memulai komunitas baru yang paling selaras dengan
pilihannya. Bahkan para pemenggal kepala
yang adalah musuh itu sering tidak membuat kelompok-kelompok kecil itu bersatu,
hampir lebih tidak takut terhadap para pemenggal kepala daripada terhadap
suanggi di kampung sendiri. Hal itu yang dapat menjelaskan diversitas kehidupan
kebudayaan dan kemiskinan materialnya mereka selalu mulai lagi dari awal dan
tidak pernah mencapai masyarakat yang cukup besar untuk mencapai tingkat
kemajuan material yang berarti.
Hampir tidak mungkin dilakukan klasifikasi
provinsi kebudayaan oleh karena diversitas kehidupan kultural yang besar itu
mengingat bahwa klasivikasi itu tidak dapat dilakukan tampa paling kurang
pengetahuan yang luas tentang sejumlah besar para masyarakat ini terutama Papua
bagian barat. Kebudayaan Papua dan kebudayaan Papua–Melanesia tidak dapat
bentuk membantu pembentukan klasifikasi sejumlah besar peradaban asli
Papua.Upaya-upaya ke arah itu terulangkali tergangu oleh perbedaan-perbedaan mendasar
dalam etos dan struktur bahkan di antara para suku bertetangga.
Bentuk klasifikasi paling nyata terlihat pada
perbedaan bentuk-bentuk kehidupan ekonomi, upacara-upacara dan kehidupan sosial
para suku bangsa. Kebun sagu biasanya lebih rumit dan sifatnya lebih emosional
daripada para suku bangsa kebun ubi-ubian. Kecuali para suku bangsa kebun sagu
Pantai Utara, terlihat beda antara para suku bangsa dataran rendah dengan
pegunungan tengah, para pedagang uang kulit kerang yang menjangkau luas.
Apapun upaya ke arah itu banyak pengecualian,
nampak cara satu-satunya untuk hantarkan kehidupan orang Papua ke khlayak
pembaca tanpa harus menyertakan sejumlah klasifikasi yang diperdebatkan ini.
Namun sebuah resume yang agak lebih rinci tentang kehidupan budaya beberapa
suku bangsa, dan lebih baik tidak dilakukan deskripsi tentang para suku bangsa
lainnya secara bersama” (Dr. J. van
Baal, Volken, Summary, Ethnology dalam Nieuw Guinea, DEEL III, 1954, 468).
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. J. van Baal, 1954. Volken, Summary,
Ethnology dalam Nieuw Guinea , DEEL
III.
--------------------,
1966. Dema, Description and Analysis of
Marind-Anim (South New Guinea ), The Hague ,
Martinus-Nijhoff
--------------------,
1971. Symbol for Communication,
Assen, Van Gorcum.
--------------------,
1972. The message of the three illusions.
--------------------, 1975. Reciprocity and the position of women.
---------------------.
1974 Aggression among equals, Assen,
Van Gorcum.
------------------,
1967. Mensen in verandering,
Arbeiderspers, Amsterdam.
------------------,
1982 Descriptions of Yeinan-Culture,
Extracted from the Posthumous Papers, KITLV, The Hague-Martinus Nijhoff.