SISTEM EKONOMI KOPERASI SEBAGAI SOLUSI MASALAH PEREKONOMIAN INDONESIA:

SISTEM EKONOMI KOPERASI SEBAGAI
SOLUSI MASALAH PEREKONOMIAN INDONESIA: MUNGKINKAH ?


           
Sampai saat ini, belum jelas sstem ekonomi apa yang dianut oleh bangsa Indonesia. Barangkali orang mengatakan sistem ekonomi Indone-sia adalah system ekonomi campuran antara Kapitalis-Liberal dan Sosialis-Komando. Apapun sistem ekonomi Indonesia yang dianut, yang jelas sampai saat ini perekonomian Indonesia makin tertinggal dibanding negara-negara ASEAN yang lain yang dulu justru di bawah Indonesia. Perekonomian Indonesia juga masih belum memihak pada kepentingan rakyat banyak. Rakyat kecil cenderung masih belum optimal dalam menikmati hasil pembangunan nasional, sehingga terjadi gap yang amat lebar antara golongan kaya dan golongan miskin. Pada dasarnya memang masih banyak permasalahan ekonomi yang mendera bangsa Indonesia, seperti kemiskinan, pengangguran, ketidak-merataan pendapatan, dan inflasi yang cukup tinggi. Permasalahan tersebut tentu harus segera ditangani agar pembangunan ekonomi nasional yang berjalan dapat benar-benar meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia secara menyeluruh.
            Semenjak Negara Indonesia merdeka, sebenarnya Bung Hatta telah mencanangkan sistem ekonomi koperasi bagi bangsa Indonesia. Bahkan system ekonomi koperasi ini telah dituangkan dalam UUD ‘1945, khususnya pasal 33. Namun dalam kenyataannya, pemerintah (bangsa) Indonesia tidak pernah konsekuen dengan pasal 33 tersebut dalam menjalankan roda perekonomian nasional. Barangkali inilah penyebabkan perekonomian Indonesia terus menghadapi permasalahan yang kronis seperti tersebut di atas.
            Apabila sistem ekonomi koperasi dikaji secara mendasar, sebenar-nya koperasi memiliki karakteristik yang amat sesuai dengan situasi dan budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu, bukan suatu hal yang tidak mungkin jika sistem ekonomi koperasi dijadikan sebagai solusi terhadap permasalahan perekonomian Indonesia. Persoalannya apakah pemerintah dan bangsa Indonesia sanggup mengaplikasikan sistem ekonomi koperasi ini secara konsekuen dan berlanjut.

A. Pendahuluan
            Banyak orang tidak ingin lagi membicarakan perihal koperasi, apalagi mengangkatnya dalam mengatasi masalah perekonomian. Masyarakat hampir melupakan koperasi yang diagkat oleh salah seorang proklamator Indonesia yaitu Bapak Mohammad Hatta (Bung Hatta). Semenjak koperasi diangkat oleh Bung Hatta, bahkan dicantumkan dalam UUD’45 pasal 33, sampai era reformasi, koperasi tidak pernah digarap secara sungguh-sungguh oleh pemerintah maupun masyarakat atau bangsa Indonesia.
Baru-baru ini bangsa kita sedang melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden. Di kala para capres dan cawapres berkampaye untuk mencapai kursi puncak kekua-saan pemerintahan, ekonomi kerakyatan banyak didengung-kan di mana-mana sebagai senjata kampanye mereka. Mereka mudah-mudahan ingat bahwa ekonomi kerakyatan erat hubungannya dengan keberadaan koperasi. Ketika kita bicara tentang ekonomi kerakyatan, kita tidak mungkin melupakan keberadaan koperasi. Koperasi harus tetap diperhitungkan. Mengapa demikian? Karena sampai saat ini, koperasi merupakan satu-satunya bentuk badan usaha yang bisa menampung kegiatan ekonomi rakyat kecil (Edy Swasono, 2002, ). Rakyat kecil yang cenderung miskin tidak mungkin tertampung dalam badan usaha seperti Firma, CV, apalagi PT. Selanjutnya marilah kita bicara tentang koperasi sebagai suatu sistem ekonomi. Namun sebelum kita bicara tentang koperasi, marilah kita tengok kembali permasalahan perekonomian nasional bangsa Indonesia.

B. Masalah Perekonomian Nasional Indonesia
Sebelum kita bicara tentang permasalahan ekonomi nasional Indonesia, kiranya perlu kita ingat kembali masalah pokok, masalah dasar, dan masalah umum ekonomi yang dihadapai oleh setiap bangsa. Pada hakikatnya, masalah ekonomi bersumber dari adanya ketidak-seimbangan antara kebutuhan manusia dan alat pemuas kebutuhan yang tersedia. Ketidak-seimbangan tersebut menyebabkan terjadinya kelangkaan alat pemuas kebutuhan, dan pada akhirnya menyebabkan munculnya masalah ekonomi. Masalah ini kemudian dikenal dengan masalah pokok ekonomi. Kita juga mengenal tiga masalah dasar ekonomi yang dihadapi oleh setiap bangsa. Ke-tiga masalah dasar itu adalah ”what” (Komoditi/alat pemuas apa yang harus dihasilkan?): ”How” (Bagaimana komoditi/alat pemuas harus dihasilkan?): serta ”For Whom” (Untuk siapa komoditi/alat pemuas dihasilkan?) (Samuelson dan Nordhaus, 2001: 8). Selain masalah pokok dan masalah dasar tersebut, kita juga mengenal masalah umum ekonomi yang dihadapai oleh hampir setiap negara. Masalah umum ekonomi itu meliputi masalah pengangguran, rendahnya produktivitas tenaga kerja, inflasi, ketidak-merataan hasil pembangunan,  rendahnya pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketergantungan terhadap pihak luar negeri (untuk negara-negara berkembang termasuk Indonesia).
Solusi untuk memecahkan permasalahan ekonomi tersebut berkaitan erat dengan sistem ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Lihat gambar berikut!

 



         
    Proses pemenuhan Kebutuhan

Perkembangan                                                                      Perkembangan                                                                    cenderung cepat                                                                    cenderung lamban

 









Bagaimana dengan permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia? Sistem ekonomi apa pula yang dianut oleh bangsa Indonesia ?
Dari pendapat para pakar ekonomi dapat dijelaskan bahwa permasalahan ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini antara lain adalah:


1.      Kemiskinan
Data BPS menunjukkan bahwa angka kemiskinan Indonesia pada tahun 2008 masih berada pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 15,42. Angka ini memang lebih rendah dibanding dengan angka kemiskinan tahun sebelumnya. Namun demiian apabila jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 sekitar 240 juta jiwa, berarti masih ada sekitar 36 juta jiwa penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan. Jumlah pen-duduk miskin ini merupakan masalah yang cukup berat bagi pemerintah Indonesia. Pemerintah harus menyediakan subsidi (BLT) yang semakin besar, sementara kemampuan keuangan pemerintah (dari dalam negeri) juga tidak lebih baik.
2.      Ketidakmerataan pendapatan masyarakat
Hasil pembangunan ekonomi nasional seharusnya dapat dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia secara merata. Namun kenyataannya, kelompok penduduk menengah ke atas cenderung lebih banyak menikmati hasil pembangunan tersebut. Data tahun 2004 yang pada tahun 2008/2009  mungkin juga tidak mengalami perubahan secara signifikan, menunjukkan bahwa 40% penduduk Indonesia yang berpendapatan rendah menikmati hasil pembangunan (pembagian pendapatan) sebesar 20,8%; 40% penduduk Indonesia yang berpendapatan menengah menikmati hasil pem-bangunan (pembagian pendapatan) sebesar 37,1%; dan 20% penduduk Indonesia yang berpendapatan tinggi menikmati hasil pembangunan (pembagian penda-patan) sebesar 42,1%. (Kuncoro, M., 2006: 140). Indeks Gini pun menunjukkan angka yang cukup besar yaitu 0,376 pada tahun 2007. Hal ini berarti bahwa hasil pembangunan ekonomi dalam bentuk pendapatan nasional masih lebih banyak dinikmati oleh penduduk yang berpendapatan menegah ke atas. Dengan kata lain masih terjadi ketidakmerataan pembagian pendapatan sebagai hasil pembangunan ekonomi nasional.
3.      Pengangguran
Data BPS menunjukkan bahwa angka pengangguran terbuka pada tahun 2009 dibanding dengan tahun sebelumnya menunjukkan kenaikan hingga menjadi 9%. Apabila jumlah penduduk Indonesia pada pertengahan 2009 naik menjadi sekitar 242,5 juta jiwa, ini berarti jumlah penganggur di Indonesia  pada tahun 2009 menjadi sekitar 21,82 juta jiwa. Jumlah penganggur ini merupakan masalah yang berat bagi pemerintah Indonesia, karena kemampuan pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja pada tahun 2009 masih jauh dari jumlah tersebut.
4.      Inflasi yang relatif masih cukup tinggi
Data Moneter Bank Indonesia 2009 menunjukkan bahwa tingkat inflasi pada bulan Januari 2009 adalah 9,17%. Tingkat inflasi ini lebih rendah dibanding tingkat inflasi pada bulan Desember 2008 yaitu 11,06%. Namun demikian, tingkat inflasi itu masih harus ditekan lebih rendah lagi agar daya beli masya-rakat bisa meningkat, sehingga kesejahteraannya juga meningkat.
5.      Ketergantungan terhadap luar negeri cukup tinggi
Dalam aspek produksi tertentu, pemerintah Indonesia masih bergantung pada (diatur) luar negeri, misalnya dalam hal pengelolaan SDA (sumber daya alam). Hal ini mengakibatkan hasil yang diperoleh bangsa  Indo-nesia dari pengelolaan SDA tersebut menjadi tidak optimal. Utang luar negeri pun semakin meningkat, (tahun 2009 mencapai Rp1.667 Tr). Akibatnya lebih dari 30% APBN digunakan untuk membayar agsuran utang luar negeri. Jumlah angsuran sebesar itu tentu akan menganggu pelaksanaan pembangunan nasional, yang pada akhirnya akan mengurangi kesejahteraan rakyat.
Solusi untuk memecahkan masalah perekonoian bangsa Indonesia tersebut sedikit banyak tentu dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang dianut oleh negara Indonesia. Sebelum kita berbicara tentang sistem ekonomi yang dianut Indonesia, ada baiknya kita tengok kembali berbagai sistem ekonomi yang pernah ada di dunia. Samuelson dan Nordhaus (2001: 9) menyebutkan tiga sistem ekonomi yang berpengaruh terhadap pemecahan masalah ekonomi. Ketiga sistem ekonomi tersebut adalah sistem ekonomi pasar (liberalis), sistem ekonomi terpimpin (sosialis), dan sistem ekonomi campuran.

C. Sistem Ekonomi

1. Sistem Ekonomi Pasar (Liberalis)
Di Amerika Serikat dan negara-negara barat pada umumnya, persoalan ekonomi diselesaikan melalui pasar. Oleh karena itu sistem ekonomi mereka disebut sistem ekonomi pasar. Adapun yang dimaksud sistem ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi di mana perusahaan individual dan swasta membuat keputusan mengenai  what, how, dan  for whome didasarkan pada pasar. Dengan kata lain, segala keputusan mengenai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat didasarkan pada pasar. Di sini pemerintah tidak ikut campur tangan dalam membuat keputusan yang terkait dengan kegiatan ekonomi.  

2. Sistem Ekonomi Terpimpin (Sosialis)
            Di Uni Sovyet (sebelum pecah) dan negara-negara Eropa Timur pada umumnya, keputusan yang terkait dengan what, how, dan  for whome diatur oleh pemerintah. Oleh karena itu, sistem ekonomi mereka dikenal dengan sistem ekonomi terpimpin. Di dalam sistem ekonomi ini pemerintah mengatur seluruh keputusan yang terkait dengan kegiatan ekonomi. Di sini pemerintah menguasai seluruh sarana produksi, dan masyarakat tinggal melaksanakan keputusan pemerintah yang terkait dengan kegiatan ekonomi.

3. Sistem Ekonomi Campuran
            Di dalam masyarakat kontemporer tidak ada yang melaksanakan 100% satu sistem ekonomi (ekonomi pasar atau ekonomi terpimpin). Semua masyarakat cenderung melaksanakan sistem ekonomi campuran. Di sini terjadi unsur –unsur pasar dan unsur-unsur terpimpin. Di Amerika Serikat sendiri saat ini, keputusan yang terkait dengan kegiatan ekonomi diserahkan pada pasar, sementara itu pemerintah berperan sebagai pengawas fungsi pasar. Ada pula negara yang sebagian besar keputusan ekonominya diatur oleh pemerintah, dan sebagian lagi diserahkan pada pasar. Dengan kata lain, saat ini ada negara-negara yang sistem ekonominya campuran, condong ke ekonomi pasar, dan ada pula negara-negara yang sistem ekonominya campuran, condong ke ekonomi terpimpin.
Bagaimana dengan sistem ekonominya Indonesia?. 
            Indonesia termasuk negara yang menggunakan sistem ekonomi campuran yang dikenal dengan sistem demokrasi ekonomi (Dawam Raharjo, 1997: xii). Sistem demokrasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu sistem ekonomi di mana kegiatan ekonomi diatur oleh rakyat, dilaksanakan oleh rakyat, dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Di dalam sistem demokrasi ekonomi ini, segala produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, sedangkan produksi yang lainnya diserahkan pada pasar. Terhadap produksi yang lain ini pemerintah hanya berperan sebagai pengawas pasar saja.
            Sistem demokrasi ekonomi yang merupakan penjabar-an dari pasal 33 UUD’45 secara jelas menyebutkan bahwa pengelolaan kegiatan ekonomi harus dilaksanakan secara kekeluargaan. Bentuk badan ekonomi yang paling cocok dengan sistem demokrasi ekonomi ini adalah koperasi. Secara eksplisit dalam penjelasan pasal 33 UUD’45, Bung Hatta telah memasukkan koperasi sebagai bentuk badan ekonomi yang harus diselenggarakan dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, koperasi harus menjadi soko guru pereko-nomian nasional. Sebelum memasukkan bentuk ekonomi koperasi dalam pasal 33 UUD’45, sebenarnya Bung Hatta bersama tiga tokoh ekonomi Indonesia pada saat itu telah mempelajari perekonomian di beberapa negara Eropa. Hasil dari belajar itu setelah disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia, lahirlah suatu bentuk ekonomi koperasi. Oleh karena itulah bentuk ekonomi koperasi dimasukkan dalam UUD’45 khususnya pasal 33. Dengan dimasukkannya bentuk ekonomi koperasi dalam UUD’45 ini diharapkan penyeleng-garaan perekonomian nasional Indonesia berbasis pada ekonomi koperasi.
Dalam kenyataannya, semenjak Indonesia merdeka dan pemerintah mulai memberlakukan UUD’45, pemerintah tidak memberlakukan pasal 33 UUD’45 secara konsekuen. Barangkali inilah salah satu faktor penyebab mengapa perekonomian Indonesia sampai saat ini tertinggal dibanding dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Philipina, dan apalagi Singapura, padahal SDA Indonesia terkaya dibanding negara-negara ASEAN tersebut.
            Berdasarkan pengalaman yang lalu, apakah koperasi sebagai suatu sistem ekonomi dapat menjadi solusi terhadap permasalahan perekonomian Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan ini kiranya perlu kita pahami terlebih dahulu jiwa/  ideologi dan nilai-nilai dasar koperasi Indonesia sebagai suatu sistem ekonomi.

4. Sistem Ekonomi Koperasi
            Sebagai suatu sistem ekonomi, koperasi tentu memi-liki jiwa/ideologi tertentu yang menjadi karakteristiknya. Untuk memahami karakteristik koperasi Indonesia, marilah kita tengok kembali konsep dasar koperasi Indonesia, khususnya yang menyangkut pengertian dan nilai-nilai dasar, serta prinsip-prinsip koperasi.

Pengertian dan Nilai-Nilai Dasar Koperasi Indonesia
Menurut UU Perkoperasian yang berlaku samapai saat ini, yaitu UU No. 25 Tahun 1992, ”Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasar-kan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan”. (Sugiharsono, 2001: 9). Dalam pengertian koperasi tersebut terkandung nilai-nilai dasar koperasi, antara lain:
1.  Koperasi sebagai Badan Usaha
Sebagai badan usaha, koperasi juga memberlakukan prinsip-prinsip yang berlaku pada badan usaha, seperti prinsip efisiensi dan mencari laba. Untuk mencapai laba, koperasi harus memiliki organisasi dan manajemen yang dikelola secara profesional dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip koperasi, serta tetap memperhatikan kepentingan anggotanya. Koperasi juga harus memiliki tempat usaha secara formal, dan strategis ditinjau dari segi bisnis.
2.  Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat
Ekonomi rakyat berarti ekonomi yang berorientasi pada keterlibatan rakyat banyak, sehingga aktivitas ekonomi (produksi dan distribusi) harus sebesar-besarnya dilaksa-nakan oleh rakyat atau melibatkan rakyat banyak. Oleh karena itu, sebagai gerakan ekonomi rakyat, koperasi akan menjadi wadah aktivitas ekonomi rakyat yang ada di sekitarnya.Dalam hal ini koperasi diharapkan dapat mem-bina dan mengembangkan aktivitas ekonomi rakyat, sehingga rakayat dapat meningkatkan kesejahteraannya.
3.  Asas Kekeluargaan
Pengelolaan koperasi harus berasas kekeluargaan. Asas kekeluargaan mengandung makna adanya prinsip kebersamaan (mutual help) dan kerja sama (group action).
Prinsip kebersamaan mengandung makna bahwa kepemi-likan bersama atas sumber produksi merupakan hal yang penting, dengan tetap memperhatikan unsur keadilan dalam bekerja-sama.
4.  Prinsip Koperasi
Dalam gerakan organisasi dan kiat usahanya, koperasi harus mendasarkan pada norma-norma tertentu yang disebut pripsip koperasi. Prinsip koperasi inilah yang akan memberikan warna dan arah gerakan badan usaha kopera-si, sehingga usaha koperasi berbeda dengan badan usaha yang lain. Selanjutnya akan kita bahas lebih jauh tentang prinsip koperasi ini.

Prinsip Koperasi
            Menurut pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992, prinsip koperasi Indonesia eliputi 5 aspek pokok ditambah 2 aspek prinsip pengembangan, sehinga prinsip koperasi meliputi 7 aspek, yaitu:
1.  Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka
Prinsip sukarela mengandung makna bahwa untuk menja-di anggota koperasi harus didasari atas kesadaran tanpa adanya unsur paksaan. Sementara itu, prinsip terbuka mengandung makna bahwa setiap warga Indonesia berhak untuk menjadi anggota koperasi selama mereka memiliki kepentingan yang sama dan memenuhi persyaratan kenaggotaan koperasi. Tidak dibenarkan keanggotaan koperasi didasarkan pada persamaan agama, politik, dan suku bangsa.
2.  Pengelolaan koperasi dilaksanakan secara demokratis
Prinsip ini mengandung makna bahwa penelolaan kopera-si harus didasarkan atas kehendak anggota, kemudian dilakukan oleh anggota, dan ditujukan untuk kepentingan (kesejahteraan) anggota. Pengejawantahan prinsip ini di-tandai dengan adanya penentuan kebijakan umum oleh anggota melalui Rapat Anggota, kemudian kebijakan tersebut dilaksanakan oleh anggota melalui Pengurus, dan dikendalikan (diawasi) oleh anggota melalui Badan Pengawas. Setiap pelaksanaan kebjakan selalu ditujuka untuk peningkatan kesejahteraan anggota.
3.  Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sesuai dengan jasa masing-masing anggota
Prinsip ini mengandung makna bahwa koperasi menjun-jung tinggi asas keadilan. Anggota yang memiliki banyak jasa terhadap koperasi akan mendapatkan bagian SHU yang besar, atau sebaliknya.
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
Prinsip ini mengandung makna bahwa koperasi tidak membenarkan adanya riba, sehingga terhadap modal (simpanan) anggota diberikan jasa yang terbatas sesuai kemampuan koperasi.
5.  Kemandirian
Berdasarkan prinsip ini, koperasi harus mampu hidup mandiri, baik dalam hal permodalan, organisasi, manaje-men, maupun SDMnya. Kelangsungan hidup koperasi harus tidak bergantung pada pihak-pihak lain.
6.  Pendidikan Perkoperasian
Dengan prinsip ini koperasi harus melaksanakan kegiatan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan SDMnya. Perlu disadari bahwa kemampuan SDM koperasi meru-pakan kunci sukses organisasi dan usaha koperasi. Leh karena itulah pendidikan harus terus dilaksanakan sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan koperasi.
7.  Kerja sama antarkoperasi
Prinsip ini dimaksudkan untuk memperkokoh kedudukan koperasi dalam menghadapi persaingan dunia usaha. Di samping dengan koperasi, kerja sama juga bisa dilaksa-nakan dengan pihak-pihak non koperasi. Hubungan kerja samanya yang dijalin harus merupakan hubungan mitra kerja yang sejajar/setara dan saling menguntungkan. Harus dihindari kerja sama dengan pihak lain yang menempatkan atau memposisikan koperasi menjadi ”sapi perahan” pihak lain tersebut.
Berdasarkan karakteristik koperasi seperti diuraikan di atas, kita dapat memperoleh gambaran tentang koperasi sebagai suatu sistem ekonomi. Sebagai suatu sistem ekonomi, koperasi dapat dikatakan merupakan salah satu sistem ekonomi campuran. Unsur sosialis nampak dominan dalam koperasi dengan dijunjung-tingginya prinsip kebersamaan serta kesamaan hak dan kewajiban bagi anggota koperasi. Di samping itu, prinsip kekuasaan tertinggi di tangan anggota juga merupakan prinsip sentralisasi kekuasaan yang demokratis. Di sisi lain, unsur liberal juga nampak dalam koperasi dengan diakuinya prinsip keadilan (bagi anggota yang memiliki partisipasi/prestasi tinggi dalam koperasi akan memperoleh bagian pendapatan yang tinggi pula). Di samping itu, prinsip sukarela juga dapat diartikan sebagai suatu kebebasan dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam koperasi. Dengan demikian sistem ekonomi koperasi merupakan suatu sistem ekonomi yang berbau sosialis dan liberalis, meski bau sosialisnya cenderung lebih dominan.

D. Koperasi sebagai Solusi Masalah Perekonomian Indonesia

            Sekarang marilah kita coba mengaitkan koperasi sebagai suatu sistem ekonomi dengan permasalahan perekonomian Indonesia seperti yang telah dipaparkan di muka.

Koperasi dan Kemiskinan
            Makna yang terkandung dalam pengertian koperasi telah menjelaskan bahwa koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat. Dalam hal ini, koperasi akan menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat yang pada umumnya merupakan kelompok menengah ke bawah (miskin). Mereka ini pada umumnya tidak mungkin tertampung pada badan usaha lain seperti Firma, CV, maupun PT. Dengan wadah koperasi, mereka akan dapat mengembangkan kegiatan ekonominya, sehingga dapat meningkatkan pendapatannya. Hal ini tentu dengan catatan: koperasi tersebut harus memiliki kemampuan untuk membina dan mengembangkan kegiatan ekonomi mereka. Oleh karena itu koperasi harus benar-benar dikelola secara profesional agar mampu menjadi wadah kegiatan ekonomi rakyat yang kondusif. Apabila hal ini dapat dilaksanakan pada setiap wilayah kecamatan, niscaya kemis-kinan rakyat di seluruh penjuru Indonesia secara bertahap akan apat diperbaiki kehidupan ekonominya.
Koperasi dan Ketidakmerataan Pendapatan
            Apabila manajemen koperasi dilaksanakan secara benar dan profesional, maka rakyat yang menjadi anggota koperasi akan meningkat taraf hidupnya sesuai dengan tujuan koperasi. Dalam peningkatan taraf hidup ini berarti terjadi peningkatan kemampuan ekonomi (pendapatan/daya beli) dan peningkatan kemampuan non ekonomi (misalnya: pendidikan dan sosial). Dengan peningkatan kemampuan pendidikan dan sosial, mereka tentu akan lebih mampu meningkatkan lagi kemampuan ekonominya. Dengan demikian kemampuan ekonomi (pendapatan) mereka akan bertambah semakin besar. Dengan pertambahan kemampuan ekonomi (pendapatan) tersebut diharapkan ketidakmerataan pendapatan antara masyarakat kecil dengan masyarakat menengah ke atas akan semakin diperkecil. Hal ini berarti bahwa ketidak-merataan pendapatan akan diperkecil dengan adanya peningkatan pendapatan rakyat kecil yang dibina melalui koperasi.

Koperasi dan Pengangguran
            Apabila koperasi dapat berkembang di setiap wilayah kecamatan di seluruh Indonesia, dan benar-benar mampu membina kegiatan ekonomi rakyat di sekitarnya, tentu kope-rasi akan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya. Apalagi jika kegiatan ekonomi (produksi dan distribusi) anggotanya dapat berkembang dengan adanya pembinaan koperasi, niscaya kegiatan ekonomi anggota tersebut juga akan menciptakan lapangan kerja tersendiri. Dengan demikian melalui koperasi yang dikelola secara benar dan profesional diharapkan akan diikuti dengan penciptaan-penciptaan lapangan kerja, dan pada akhirnya akan me-ngurangi pengangguran.

Koperasi dan Inflasi
            Sebelumnya perlu kita ketahui terlebih dahulu penyebab terjadinya inflasi. Pada umunya inflasi terjadi sebagai akibat adanya ketidak-seimbangan antara permintaan dan penawaran komoditi. Permintaan komoditi terus meningkat, sedangkan penawarannya tetap atau malah berkurang. Permintaan komiditi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Sementara itu penawaran komoditi dipengaruhi oleh produksi yang diselenggarakan oleh masyarakat. Dalam keadaan inflasi penawaran komoditi harus terus ditingkatkan agar harga komoditi tidak menaik. Untuk meningktkan penawaran komoditi diperlukan perluas-an produksi. Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang sangat potensial untuk melakukan perluasan produksi, karena jumlah koperasi yang sangat banyak dan variasi komoditinya pun sangat banyak. Apbila koperasi dikelola secara benar dan profesional, dengan memperhatikan prinsip-prinsip koperasi (keadilan, kemandirian, pendidikan, dan kerja sama), maka tidak mustahil bahwa koperasi akan dapat mempercepat perluasan produksi. Dengan perluas produksi yang dibantu oleh koperasi ini diharapkan penawaran komo-diti akan terus meningkat, dan pada akhirnya akan dapat mengendalikan kenaikan harga komoditi (inflasi).


Koperasi dan ketergantungan terhadap luar negeri
            Dalam kasus ini, nampaknya koperasi tidak mampu berbuat lebih banyak. Ketergantungan ekonomi terhadap luar negeri cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor politik luar negeri pemerintah kita. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dengan luar negeri, khususnya yang menyangkut utang luar negeri cenderung dipengaruhi oleh faktor kekurang-mampuan pemerintah dalam mengelola politik luar negeri.  Oleh karena itu  terhadap permasalahan ini, koperasi cenderung tidak mungkin diikutsertakan untuk memecahkan permasalahan  tersebut. Namun demikian terhadap keempat permasalahan perekonomian nasional seperti dipaparkan di atas, koperasi masih bisa diharapkan untuk berperan-serta mengatasinya.

E. Kesimpulan
            Sebagai suatu sistem ekonomi, koperasi memiliki karakteristik sosialis dan liberalis, dimana karakter sosialis cenderung lebih dominan. Karakter koperasi ini nampaknya tidak berbeda dengan karakter budaya bangsa Indonesia, karena koperasi pada dasarnya memang merupakan kristalisasi dari budaya sosial-ekonomi bangsa Indonesia. Dengan karakternya tersebut, koperasi memiliki keunggulan untuk menjadi solusi permasalahan perekonomian bangsa Indonesia. Oleh karena itu, apabila sistem ekonomi koperasi diterapkan secara konsekuen dan berkelanjutan, insyaAllah permasalahan ekonomi yang sampai saat ini masih membelenggu bangsa Indonesia, secara perlahan-lahan akan dapat teratasi.     
            Demikian sekelumit paparan tulisan yang mencoba mengaitkan koperasi dengan permasalahan ekonomi di Indonesia. Mudah-mudah tulisan ini dapat menjadikan wacana bagi kita semua untuk mengingat dan menengok kembali koperasi sebagai suatu kekuatan ekonomi yang berada di negeri ini. Kekuatan ekonomi yang diharapkan mampu memecahkan permasalahan ekonomi bangsa Indonesia.

----------sgs----------




DAFTAR REFERENSI

Dawam Raharjo, 1997, Koperasi Indonesia Menghadapi Abad ke-21, Jakarta, DEKOPIN.

Hudiyanto, 2002, Sistem Koperasi (ideologi &  pengelolaan),Yogyakarta, UII Press.

Kartasapoetra, dkk., (2001), Koperasi Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta.

Mudrajad Kuncoro, 2006, Ekonomika Pembangunan (Teori, Masalah, dan Kebijakan), Yogyakarta, UPP STIM YKPN.

Samuelson, P.A. dan W.D.Nordhaus, 2001, Ilmu Makro Ekonomi, Jakarta, PT. Media Global Edukasi.

Sugiharsono, 2001, Koperasi Indonesia, Jakarta, Direktorat PSMP DEPDIKNAS.

Undang-Undang RI No. 25 th 1992 Tentang Perkoperasian.


           


           
           


e-heigh �0o m �� Ȃ� ns: auto; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: auto; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; text-align: center;"> 


A.   Kesimpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa :
1.    Pada masa Orde Lama Kekuasaan penuh di tangan Presiden (Presidensil)
2.    Pada masa Orde Baru Kedaulatan Rakyat sangatlah terkekang, terpenjara atau tereksploitasi karena sistem negara pada saat Orde Baru adalah Negara Otoriter Birokrasi (N. O. B).
3.    Pada masa Reformasi kedaulatan rakyat dan peran demokrasi terbuka lebar untuk masyarakat tetapi ada hal-hal yang substansial tidak berubah. Artinya sistem negara belum berubah, aparaturnya saja yang berubah. (Sistem negara yang dimaksud adalah sosial, ekonomi, dan politik).
4.    “Kebebasan” pada masa reformasi sering disalah-artikan sehingga menimbulkan konflik yang tidak berujung.
5.    Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan. Pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
6.    Negara dan Demokrasi bisa berjalan kalau negara dan masyarakat sipil harus sama-sama kuat, jika negara dan masyarakat tidak sama-sama kuat maka itu disebut dengan demokrasi beku.

B.   Saran
“kebudayaan politik”  yang lahir dari “politik kebudayaan”, atau dalam arti tertentu katakanlah “kebudayaan kekuasaan” dan yang pada gilirannya hingga ke tingkat  paling subtil tapi substansial melahirkan “kekuasaan kebudayaan”. Baik dalam pengertian kekuasaan sebagai kebudayaan maupun kebudayan sebagai kekuasaan.
Untuk itu, tentu kita harus terus berharap akan ada perubahan. Melihat realitas politik yang ada, tidak ada lain selain berharap kepada kekuatan-kekuatan yang dulu penyangga Orde Baru tidak akan mengulangi kesalahan-kesalahan di masa lalu. Semoga orde yang akan datang adalah orde baru dalam pengertian yang sebenarnya, orde yang akan membawa pembaharuan.


DMC