KEPALA SEKOLAH SEBAGAI MOTIVATOR PENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan
Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
|
Indikator Pencapaiannya
|
Memahami
pengertian motivasi
|
Dapat
menjelaskan pengertian motivasi
|
Memahamai faktor-faktor dan cara-cara
memotivasi
|
Dapat menjelaskan faktor-faktor dan
cara-cara memotivasi
|
Memahamai
teori-teori motivasi
|
Dapat
menjelaskan teori-teori motivasi
|
Memahami kepala sekolah sebagai moti-vator
pendidikan.
|
Dapat menjelaskan kepala sekolah sebagai
motivator pendidikan.
|
B. Pengertian Motivasi
Pengertian motivasi dalam beberapa buku
sumber diberikan pengertian secara berbeda dan beragam sesuai dengan cara
pandang dari para penulis. Walaupun demikian kalau dilacak secara bahasa, maka istilah motivasi berasal dari bahasa
latin yakni movere yang berarti menggerakkan, dorongan atau
gejolak, motivasi berasal dari kata motif yang artinya sebagai daya penggerak,
pendorong seseorang untuk melakukan
aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan (Winardi. 2001). Motivasi adalah
kegiatan memberikan dorongan atau aktifitas kepada sesorang atau diri sendidri
untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai kepuasan atau tujuan (Depdikbud.
1994). Motivasi kerja adalah sesuatu atau kondisi yang menimbulkan dorongan atau
semangat kerja atau semangat bergerak (Martoyo. 2000). Kondisi yang dimaksudkan
tersebut dapat berhubungan dengan ling-kungan kerja, demikian juga yang
dimaksud dengan lingkungan kerja di sini adalah lingkungan sekolah. Sekolah
sebagai suatu organisasai di dalamnya terdapat sejumlah orang yang
berpartisipasi dan bekerjasama serta mempunyai peranan dan sangat penting untuk
dapat digerakkan atau diberikan motivasi dalam rangka mencapai tujuan sekolah.
Motivasi menjadi faktor penentu bagi perilaku orang-orang yang bekerja atau
dapat dikatakan perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari
motivasi.
Untuk
menambah wawasan dan khasanah yang lebih luas tentang pengertian dari motivasi
tersebut tampaknya perlu juga dikutifkan beberapa pengertian motivasi di
samping pengertian motivasi yang telah disebutkan dalam uraian sebelumnya,
seperti Mangkunegara (2003) menjelaskan
bahwa motivasi adalah kondisi yang menggerakkan dari dalam diri individu yang
terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Mcdonald yang dikutif Hamalik (1992)
menjelaskan motivasi adalah suatu perubahan energy di dalam pribadi seseorang
yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Kemudian Flippo (1984) yang memberikan pengertian motivasi sebagai suatu
keahlian dalam menggerakkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja, sehingga
keinginan para pegawai dan tujuan organisasi dapat tercapai. Gorton (1976)
menjelaskan bahwa motivasi adalah merupakan dorongan untuk melakukan suatu
pekerjaan, dan motivasi erat hubungannya dengan kinerja atau performansi
seseorang, motivasi kerja yang tinggi akan menyebabkan seseorang melakukan
pekerjaan dengan lebih bersemangat, karena dalam melakukan pekerjaan tersebut
ia melaksanakannya dengan senang hati dan dengan dorongan yang kuat untuk
melakukannya.
Berdasarkan pada beberapa pengertian motivasi
dalam uraian-uraian sebelumnya, tampaknya ada unsur persamaamnya yaitu bahwa
motivasi tersebut merupakan dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan
sesuatu dengan baik sehingga tercapai tujuan suatu organisasi dengan maksimal
juga. Kemudian kalau pengertian motivasi tersebut dikaitkan dengan tugas kepala
sekolah sebagai seorang motivator dalam bidang pendidikan di sekolah, ini
berarti bahwa seorang kepala sekolah tersebut harus mampu menciptakan kondisi
atau lingkungan sekolah agar semua orang yang berpartispasi atau semua
sumberdaya manusia terdorong dari dalam dirinya sendiri, memiliki harapan
maupun terangsang untuk dapat melaksanakan tugasnya secara maksimal sehingga
tujuan organisasi atau sekolah juga dapat tercapai dengan baik..
C. Faktor-faktor dan Cara-cara
Memotivasi
Ada banyak faktor yang mampu memotivasi para
pekerja, seperti situasi industrial kayawan yang bersangkutan dalam hal bisa
lingkungan rumah tangganya, lingkungan masyarakat, kebutuhan, aspirasi,
keinginan (Winardi. 2004). Faktor lainnya yang digunakan untuk memotivasi kerja
adalah uang, karena uang dapat digunakan atau ditukar dengan barang-barang atau
jasa yang bernilai ekonomis, yang dapat memuaskan kebutuhan fisiologikal dan
kebutuhan dasar. Kebutuhan fisilogikal dan uang dalam pandangan orang banyak, maka
uang merupakan simbol hasil yang dicapai, sukses, prestasi, atau kekuasaan
sebagai sarana memenuhi kebutuhan sosial yang lebih tinggi. Ada juga pendapat
yang menyatakan bahwa keterbatasan uang sebagai sebagai alat memotivasi orang
dalam melaksanakan pekerjaan dan menyatakan pentingnya kelompok kerja sebagai
kekuatan yang memotivasi (Winardi. 2004). Kemudian ada juga pendapat yang
menyatkan bahwa motivasi antara orang yang satu dengan orang yang lainnya
sangatlah berbeda, ada banyak paktor yang mempengaruhinya, diantarnya adalah
faktor kewibawaan, ambisi, pendidikan dan umur (Tery.dan Leslie W.Rue. 2001). Pendapat yang lainnya adalah
bahwa motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor individual dan
organisasi. Faktor individual tersebut mencakup kebutuhan-kebutuhan,
tujuan-tujuan, sikap, dan kemampuan-kemampuan. Kemudian faktor yang berasal
dari organisasi tersebut mencakup gaji, keamanan pekerjaan sesama kerja
pekerja, pengawasan, pujian, dan pekerjaan itu sendiri.
Berdasarkan pada uraian
fator-faktor motivasi tersebut, maka sebagai seorang kepala sekolah dalam
rangka memotivasi bawahnya atau semua sumberdaya manusia yang ada dalam
organisasi sekolahnya seharusnya mempertimbangkan faktor yang bersifat
individual maupun faktor organisasi sekolahnya. Seorang kepala sekolah agar
dapat berhasil memotivasi bawahnyanya haruslah memperhatikan, mengenal,
memahami, menghargai dan mencoba untuk memenuhi dengan segala peluang dan
keterbatasanya berbagai kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, sikap, dan
kemampuan-kemampuan sumber-daya manusia yang ada di sekolahnya sehingga semua
sumberdaya manusia tersebut terdorong, terangsang, dan memepunyai
harapan-harapan dalam melaksanakan tugasnya dan bertugas dengan baik dan
maksimal. Di sisi lain seorang kepala sekolah harus mampu mengelola semua
material dan fasilitas yang ada di sekolah apakah menyangkut persoalan keuangan
seperti gaji dan kesejahteraan yang lainnya, keamanan dan kenyamanan dalam
melaksanakan pekerjaan, kekompakan dan kerja sama sesama pekerja, melakukan pengawasan,
memberikan pujian dan penghargaan kepada bawahan, dan menumbuhkan kondisi agar
para bawahannya menjadi mencintai pekerjaan itu sendiri.
D. Teori-teori Motivasi
Dalam sumber kepustakaan disebutkan ada beberapa
teori tentang motivasi, dintaranya adalah: (1) teori motivasi berdasarkan
harapan, (2) teori motivasi berdasarkan kebutuhan, (3) teori motivasi
berdasarkan keadilan, dan (4) teori motivasi berdasarkan kepuasan.
1. Teori Motivasi Berdasarkan Harapan
Teori motivasi
berdasarkan harapan beranggapan bahwa yang menjadi pendorong utama seseorang untuk
dapat lebih giat bekerja karena adanya harapan yang disertai dengan penuh
keyakinan, bahwa apa yang diusahakan atau dikerjakan akan berhasil. Ada beberapa
variasi model teori, formulasi-formulasi teori yang lebih baru yang menyebut
ada tiga konsep esensial yang menentukan, tinggi rendahnya motivasi harapan (expectancy) disingkat E, Valensi (valence) disingkat V, dan peralatan (instrumental) disingkat dengan I (Hoy dan Miskel, 1987).
Harapan
merupakan keyakinan bahwa apa yang diusahakan oleh seseorang akan mengarah pada
keberhasilan dalam mencapai tujuan. Harapan merupakan keyakinan subyektif
seseorang dalam serangkaian kegiatan tertentu akan didapat suatu hasil atau
tujuan positif yang tinggi. Misalnya seorang guru merasa yakin dengan
usaha-usahanya sendiri dapat memperbaiki atau meningkatkan kecapakan hidup pada
masyarakat yang kurang mampu, maka orang itu mempunyai tingkat harapan tinggi.
Jadi tingkat harapan yang tinggi akan menyebabkan adanya motivasi yang tinggi.
Valensi merupakan suatu tingkat kemenarikan
atau keinginan seorang individu dikaitkan dengan suatu penghargaan.
Sebab seseorang diberikan tugas melaksanakan perkejaan, maka untuk itu mereka
diberi insentif, seperti, gaji, prestasi, kondisi kerja yang baik, kesempatan
untuk maju dan sebagainya. Valenci ditentukan apabila mereka mengindikasikan
apa yang mereka inginkan dari suatu pekerjaan. Valensi dikatakan tinggi bila
terdapat ketertiban di dalam meningkatkan suatu usaha. Selanjutnya peralatan
merupakan korelasi yang diperoleh antara melakukan suatu pekerjaan dengan
menerima penghargaan.
Teori
motivasi yang berdasarkan harapan dari Vroom ini dikembangkan oleh Porter dan Luwler, kemudian
Nadler (Handoko, 2003., Atkinson (1964). Berdasarkan teori motivasi yang sudah
ada, Atkinson mengembangkan teori Vroom dengan mengajukan teori motivasi
berdasarkan harapan. Teori tersebut mempunyai generalisasi secara umum tingkah
laku yang ditentukan oleh suatu relasi multiplikatif bukan aditif diantara harapan-harapan,
peralatan-perlatan, dan valensi-valensi seseorang. Hoy dan Miskel (1987) menyatakan
perbedaan konseptual yang mendasar dari teori Vroom dan Atkinson adalah bahwa
Atkinson hanya memfokuskan pada satu jenis motivasi intrinsik, yaitu prestasi,
sedangkan Vroom memfokuskan pada motivasi ektrinsik memandang kekuatan
motivation dalam tiga variabel pada persamaan berikut: M = f (M x E x I ), Motivation
= f (motive x expectancy x Incentive).
Ada
beberapa istilah yang merujuk pada persamaan arti: (a) motive merujuk disposisi secara umum tentang individu yang berusaha
untuk memuaskan kebutuhan. Hal ini menunjukan betapa pentingnya kebutuhan untuk
dipenuhi, (b) expectancy kebutuhan
subjektif tentang kemungkinan pemberian tindakan yang berhasil dalam memuaskan
kebutuhan, dan (c) incentive adalah
perhitungan subyektif tentang ganjaran yang diharapkan untuk mencapai suatu
tujuan.
Menurut
Atkinson terdapat tiga faktor motivasi yaitu motif, harapan dan insentif. Model
Atkinson ini telah dites dalam sejumlah situasi experimental. Model ini telah
diaplikasikan untuk mengukur kebutuhan-kebutuhan prestasi. Istilah-istilah persamaan
diekspresi secara positif dan negatif. Motivasi untuk mencapai keberhasilan dan
motivasi mengindari kegagalan (Hoy dan Miskel, 1987).
a. Motif
Para
ahli psikologi berpendapat bahwa dalam diri individu ada sesuatu yang
menentukan prilaku, bekerja dengan cara tertentu untuk mempengaruhi prilaku
tersebut. Ada yang menyebut penentu prilaku tersebut dengan istilah kebutuhan
atau need, ada yang menyebutnya
dengan istilah motif, ada pula yang menggunakan kedua istilah tersebut secara
bergantian, misalnya Miskel at. al (1967) dan Mc Clelland (1987) menggunakan
istilah motif dan motivasi dalam arti yang sama, dan motif didapat dari hasil belajar. Selanjutnya ia
mengatakan bahwa semua motif tentu didasari emosi akan tetapi motif itu sendiri
tidak sama dengan emosi, dan bahwa motif merupakan dorongan untuk berubah dalam
kondisi yang efektif. motif tidak dapat dilihat begitu saja dari prilaku,
karena motif tidak selalu seperti yang tampak, kadang-kadang malahan berlawanan
dengan yang tampak. Berdasarkan hal tersebut ia berpendapat bahwa untuk
menemukan motif yang mendasari suatu perbuatan, cara yang terbaik ialah dengan
menganalisis motif yang ada di dalam fantasi seseorang.
Atkinson
(1983) menganggap motif sebagai suatu disposisi laten yang berusaha dengan kuat
untuk menuju ke tujuan tertentu, tujuan itu dapat berupa prestasi, afiliasi, ataupun
kekuasaaan. Motivasi adalah keadaaan individu yang terangsang yang terjadi jika
suatu motif yang telah dihubungkan dengan suatu penghargaan yang sesuai
misalnya saja, jika sesuatu perbuatan akan dapat mencapai tujuan motif yang bersangkutan.
Heckhousen
(Martiniah. 1984) menyatakan apa yang disebut oleh Atkinson sebagai motif,
disebutnya sebagai motivasi potensial, sedangkan yang disebut oleh Atkinson
motivasi, dinamakannya dengan motivasi aktual. Lebih lanjut Heckhousen
menjelaskan bahwa motivasi potensial adalah suatu keadaan normal yang
menentukan bagaimana suatu katagori situasi
hidup tertentu supaya dapat memberikan pemuasan. Motivasi aktual terdiri
dari penghargaan yang menghubungkan keadaan sekarang dengan keadaan yang akan
datang. Heckhousen dalam tulisannya mengatakan bahwa motif merupakan kondisi
yang mengandung suatu katagori kejadian tertentu, yang isinya homogen yang
terjadinya atau adanya dapat mempengaruhi secara positif atau negatif
nilai-nilai atau kepercayaan seseorang. Jadi ia mengganggap motif sebagai
disposisi nilai seseorang yang kalau dibentuk secara relatif dapat bertahan,
meskipun masih ada kemungkinan untuk dimodifikasi. Adapun proses motivasi
adalah interaksi antara motif dengan aspek situasi yang diamati relevan dengan
motif yang bersangkutan.
Motif
merupakan dorongan yang datang dari dalam diri seorang untuk melakukan sesuatu
atau setidak-tidaknya menyebabkan tingkah laku tertentu, motif-motif yang
menggerakan tersebut menggambarkan tingkat untuk memenuhi suatu kepentingan. Dorongan
untuk melakukan tindakan atau tingkah laku tersebut dapat datang dari luar atau
dapat merupakan hasil dari proses pemikiran dari dalam diri seseorang.
Sedangkan Thoha (2003) mengartikan motif lebih sederhana yaitu suatu rangkaian
yang dapat menyebabkan individu untuk melakukan suatu kegiatan tertentu dan
untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Harapan
Harapan
merupakan kemungkinan dan keyakinan perbuatan akan mencapai tujuan. Hoy dan
Miskel (1987) mengemukakan bahwa setiap prilaku individu itu dipenuhi oleh dua
sumber yang besar yaitu sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan peranannya
antara lain tuntunan formal dari pihak pekerjaan yang dirinci dalam tugas yang
seharunya dilakukan. Serta tuntunan informal yang dituntut oleh
sekelompok-sekelompok individu dalam lingkungan kerjanya. Jadi ada harapan
secara formal dan informal yang kedua-duanya menuntut perlakuan tertenu dari
individu. Sebagai akibat dari tututan ini, individu berusaha untuk menyusun
suatu struktur dalam situasi sosial yang dihadapai dan untuk mendefinisikan
perannya dalam struktur tersebut.
c. Insentif
Insentif
merupakan keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis manusia, atau persiapan
dari pada keadaan-keadaan yang menghantarkan harapan yakni, dapat mempengaruhi
atau merubah sikap prilaku seseorang
(Mathis & Jacson. 2002). Dengan demikian insentif merupakan suatu
perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada pegawai dengan tujuan
untuk membangun, memelihara, dan memperkuat harapan-harapan tenaga kerja agar
dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi
organisasi. Namun demikian insentif tidaklah sama persis dengan ganjaran.
Ganjaran menunjukan bahwa sesuatu yang diinginkan dilakukan (Steer &
Porter. 1961). Insentif dapat bersifat positif dalam arti tenaga kerja mau
berbuat sesuatu untuk membantu melancarkan atau mengembangkan bentuk dan
tingkah laku, sedangkan insentif negatif adalah perasaan yang timbul karena
tidak sesuai dengan harapan dan dapat menghalang-halangi atau sejenisnya.
Jadi
teori Atkinson tetang motif, harapan, dan insentif berguna untuk memberi daya
motivasi bagi setiap tenaga kerja yang bekerja, sebab setiap orang yang
berkerja pastilah mempunyai motivasi tertentu, harapan tertentu, dan kebutuhan
insentif tertentu. Model teori harapan menurut Mitchell (Hoy dan Miskel. 1987) dikembangkan
dalam psikologi pada tiga puluh penelitian model harapan prediktif bagi
performansi pekerja serta usaha kerja. Konsekuensinya adanya dukungan ini sangat bersar bagi validitas model
tersebut. Namun dalam model ini, masih sedikit diselenggarakan riset dalam bidang
pendidikan. Mitchell dan Golstein (1987) menyatakan bahwa penelitian terhadap
teori harapan pada latar pendidiklan dewasa ini telah banyak dilakukan oleh
para ahli pendidikan formal diantaranya : (a) Mowday yang menemukan bahwa
kepala sekolah dengan harapan tinggi lebih aktif dalam usaha mempengaruhi
keputusan distrik dari pada mereka yang motivasi harapannya rendah, (b) Herrick
dalam studinya memuji hubungan antara struktur organisasi dan motivasi pegawai,
menemukan korelasi negatif yang kuat antara kekuatan motivational harapan dengan sentralisasi dan stratifikasi.
Selanjutnya organisasi yang sentraslisasi dan stratifikasi penstafannya tinggi
terhadap pegawai mempunyai kekuatan motivasi yang rendah, (c) Miskel, Delirain
dan Vicox dalam studinya terhadap pegawai kekuatan motivasi pada kepuasan kerja
dengan penerimaan performansi kerja, kekuatan motivasi secara signifikan
berkaitan dengan kinerja dalam penerimaan unjuk kerja diantara dua kelompok,
(d) Miskel, Mc Donald dan Bloom menemukan bahwa motivasi harapan para pegawai
secara konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja pegawai, sikap pegawai
terhadap organisasi, dan pemahaman terhadap keefektifan organisasi, dan (e)
Graham menggunakan teori harapan dengan sampel mahasiswa, menemukan dukungan
yang tinggi untuk kemampuan dari teori harapan guna memperediksi kepuasan,
partisipasi dalam kegiatan dan prestasi mahasiswa.
Beberapa
penulis telah meriviu laporan riset berdasarkan teori motivasi, harapan dan
menyimpulkan hasil yang sama, yaitu bahwa kekuatan motivasi model harapan telah
menunjukan korelasi positif dengan kepuasan kerja, usaha dan unjuk kerja sebagai
latar, termasuk latar pendidikan. Dengan kata lain motivasi harapan merupakan faktor penting dalam usaha dan
unjuk kerja dan merupakan faktor kontributor yang penting dalam lingkungan.
Selanjutnya, Steer dan Porter (1991) menjamin bahwa teori harapan memberi frame
work yang komperhenship berkaitan
dengan prilaku karyawan. Miner (Hoy & Miskel, 1987) menyatakan bahwa
manakala semua prilaku termotifasi tidak dapat dijelaskan pada semua kerja
organisasi, teori harapan cukup menjelaskan usaha kerja untuk diikuti lebih
lanjut. Ringkasnya teori harapan telah melahirkan sejumlah penelitian secara
luas. Secara umum hasilnya memberikan sokongan. Bahkan melalui pertanyaan dan
kritikan di sekitar pendekatannya diyakini bahwa dengan desain studi yang
hati-hati teori harapan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat pada bidang
administrasi pendidikan.
Davis
dan Newston (1989) memaparkan bahwa diantara model-model teori motivasi yang
ada semuanya mempunyai kekuatan dan kelemahan serta mempunyai pendukung dan
penentang. Tidak ada suatu model yang sempurna namun semuanya memperkaya
pemahaman tentang proses motivasi. Walaupun demikian Hoy dan Miskel (1987)
memberikan komentar umum sebagai berikut: model predisposisi yang dikembangkan
oleh Argyrs dan teori Hirarkhi Kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow
dan para pengembang selanjutnya merupakan dua pendekatan yang lazim terhadap
studi motivasi. Sedangkan teori dua faktor yang dikembangkan oleh Herzberg
merupakan teori secara khusus dikembangkan untuk menjelaskan motivasi kerja, dan
teori harapan yang diformulasikan secara terpisah oleh Atkinson dan Vroom berkembang secara cepat
sebagai teori yang paling luas diterima dan didukung untuk pekerjaan dan
motivasi.
2. Teori Motivasi Berdasarkan Kebutuhan
Teori
ini berdasarkan pada adanya kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Teori kebutuhan ini dikemukaan oleh Abraham Maslow (Supardi dan Anwar,
2002) yang berdasarkan teori dalam dua hal pokok yaitu: (1) setiap orang
dimotivasi oleh keinginan untuk memuaskan suatu kebutuhan. (2) kebutuhan
itu tersusun secara hierarkhis. Maslow (Owen, 1991) menyebutkan bahwa lima
kebutuhan manusia yang tersusun secara hierarkhis yaitu: kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan terhadap penghargaan, dan
kebutuhan terhadap aktualisasi diri.
Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan seperti rasa lapar, haus, sex,
perumahan, tidur dan sebagainya. Kebutuhan rasa aman yaitu kebutuhan akan
keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman dan perampasan, ataupun
pemecatan dari pekerjaan (Owens, 1991). Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan akan
rasa cinta dan kepuasan dalam menjalani hubungan dengan orang lain, kepuasan
dan perasaan memiliki serta dirterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan,
persahabatan dan kasih sayang (Winardi, 2004). Kebutuhan penghar-gaan yaitu
kebutuhan akan status dan kedudukan, kehormatan diri, reputasi dan prestasi (Robbins,
1998). Kebutuhan aktualisasi diri mempergunakan potensi diri, pengembangan diri
semaksimal mungkin, kreatifitas, ekspresi diri, dan melakukan apa yang paling
cocok, serta menyelesaikan (Kartono. 2003). Dengan adanya pengakuan dari masyarakat sese-orang akan dapat
merasakan kepuasan dalam hidupnya.
Proses
kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan di atas saling tergantung dan saling
menopang. Kebutuhan yang paling rendah tidak hilang jika kebutuhan di atas
terpenuhi begitu selanjutnya senantiasa saling keterkaitan.
Suatu
kebutuhan mencapai puncaknya maka kebutuhan tersebut berhenti menjadi motivasi
utama. Kemudian kebutuhan selanjutnya mulai mendominasi, walaupun kebu-tuhan
telah terpuaskan, kebutuhan lain masih mempengaruhi perilaku, namun
intensitasnya lebih kecil karena kebutuhan seseorang saling tergantung satu
dengan yang lain. Alderfer (Thoha. 2003) mengklasifikasikan kebutuhan dasar
manusia menjadi tiga hal penting yaitu : (1) kebutuhan eksistensi diri (existence needs) yang disingkat E.
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman, (2) kebutuhan
keterikatan (relationess needs) yang
disingkat dengan R. Kebutuhan ini berhubungan dengan rasa kebermaknaan dan
kepuasan hubungan sosial. (3) kebutuhan pertumbuhan (growth
needs ) yang disingkat dengan G. Kebutuhan ini mewakili tingkat kebutuhan
yang tinggi yaitu penghargaan dan aktualisasi diri. Teori ini lebih dikenal dengan teori ERG. Pada
prinsipnya teori ini mirip dengan teori hierarkhi kebutuhan Maslow. Kebutuhan
eksistensi diri sama dengan kebutuhan fisiologis dan rasa aman dari Maslow.
Kebutuhan keterikatan sama dengan kebutuhan kasih yang atau afiliasi. Kebutuhan
pertumbuhan merupakan kebutuhan akan harga diri dan aktualisasi diri.
Teori
motivasi lain yang berkenaan dengan
kebutuhan adalah teori berpretasi dari Mc Clelland (Supardi dan Anwar, 2002).
Berdasarkan teori ini kebutuhan dasar manusia itu diklasifikasi menjadi tiga
yaitu: (1) kebutuhan berprestasi, merupakan kebutuhan yang mendorong manusia
untuk berbuat yang lebih baik dari pada orang lain, (2) kebutuhan afiliasi
merupkan kebutuhan untuk bergabung dengan orang lain, dan (3) kebutuhan akan
kekuasaan merupakan kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain.
3. Teori Motivasi Berdasarkan Keadilan
Teori motivasi berdasarkan keadilan dikemukakan
oleh Porter dan Lawler ( Handoko, 2003) yang mendasarkan pada anggapan bahwa
seseorang bersedia melakukan sesuatu
kalau diperlakukan secara adil. Orang yang membandingkan antara
masukan-masukan yang diberikan kepada pekerjaanya dalam bentuk pendidikan,
pengalaman, pelatihan dan usahanya dengan kompensasi atau penghargaan yang
mereka terima. Orang juga membandingkan imbalan yang diperoleh orang lain
dengan yang diperoleh untuk dirinya sendiri dalam pekerjaan yang sama. Dengan demikian
suatu kewajaran kalau sering terjadi suatu tindakan unjuk rasa yang dilakukan
oleh karyawan, yang disebabkan karena tidak terpenuhinya rasa keadilan ini.
Menurut Handoko (2003) bahwa teori motivasi
berdasarkan keadilan ini didasarkan pada empat tahap proses pembentukan
persepsi keadilan, yaitu: (1) penilaian tehadap diri sendiri (evaluation of self), (2) penilaian
terhadap orang lain (evaluation of others),
(3) perbandingan diri sendiri dengan orang lain (comparison of self with others), dan (4) merasakan keadilan dan
ketidak adilan (feeling of equaty on in
equity). Proses pembentukan persepsi keadilan tersebut dapat di uraikan
sebagai berikut: (1) individu menilai dirinya sendiri bagaimana diperlakukan
oleh pemimpin, (2) disamping menilai dirinya sendiri, seseorang juga
mengembangkan suatu penilaian, sebagai orang lain diperlakukan oleh pimpinan.
Perbandingan dengan orang lain ini bisa saja dalam organisasi yang sama ataupun
dengan orang lain yang ada pada bagian yang lain dari organisasi tersebut, (3)
setelah menilai perlakukan pimpinan terhadap dirinya sendiri dan perlakuannya
terhadap orang lain seseorang akan membandingkan keduanya. Artinya seorang akan
melihat lingkungannya sendiri dengan menghubungkan dengan situasi dengan orang
lain, (4) Sebagai akibat dari perbandingan itu seseorang akan merasakan
keadilan atau ketidakadilan. Keyakinan tehadap rasa keadilan itu ataupun rasa
ketidakadilan itu dalam memberi penghargaan terhadap seseorang, akan
mempengaruhi perilaku yang dilakukan dalam suatu organisasi. Sudah barang tentu
hal ini akan mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.
4. Teori Motivasi Berdasarkan Kepuasan
Teori
motivasi berdasarkan kepuasan ini dikemukakan oleh Herzberg (Supardi dan Anwar,
2002) yang disebut dengan the motivation
higiene theory atau disebut
dengan teori dua faktor. Berdasarkan teori ini, motivasi akan timbul apabila
seseorang mendapatkan kepuasan dalam pekerjaanya. Bukanlah yang menyebabkan
seseorang termotivasi untuk bekerja, akan tetapi karena kebutuhannya terpenuhi,
akan memperoleh kepuasan dalam bekerja. Kepuasan ini yang mendorong seseorang
untuk berkerja lebih bergairah dan bersemangat dalam mencapai tujuan. Kepuasan
kerja merupakan refleksi dari motivasi dan produktifitas kerja, sedangan
ketidakpuasan merupakan sebaliknya, tidak terdapat motivasi dan produktifitas
kerja (Winardi, 2004). Teori ini terkenal dengan teori dua faktor karena ada
dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu motivation factor dan Hygiene factor (Supardi dan Anwar, 2002). Motivation factor adalah faktor yang
dapat menyebabkan kepuasan (satisfaction).
Faktor pendorong merupakan faktor penyebab kepuasan kerja. Kepuasan kerja
merupakan keseluruhan sikap positif seseorang pekerjanya (Supardi dan Anwar,
2002). Ada lima faktor penyebab kepuasan kerja seseorang yaitu prestasi,
pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan kenaikan pangkat.
Sedangkan faktor penyehat terdiri dari: gaji, peluang untuk berkembang,
hubungan dengan bawahan, hubungan dengan teman pekerja, teknik supervisi,
kebijakan dan administrasi, kondisi kerja, kehidupan pribadi dan kemanan kerja
(Herzberg dalam Thoha, 2004).
Faktor
pendorong, merupakan faktor yang beroperasi untuk meningkatkan kepuasan kerja,
sedangkan faktor penyehat merupakan faktor yang bekerja untuk menimbulkan
ketidakpuasan kerja (Herzberg dalam Winardi, 2004). Adanya pengurangan dari
faktor pendorong (motivatin factor) tidak mengakibatkan munculmnya ketidakpuasan
kerja dan dilain pihak adanya peningkatan faktor ketidakpuasan dan cenderung
untuk mengurangi ketidakpuasan kerja. Walaupun ada penambahan dalam
faktor-faktor ini, ternyata tidak mendorong kepuasan kerja para karyawan.
Harapan
adalah suatu ksesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku mempunyai nilai
yang berkisar dari nol yang menunjukan tidak ada kemungkinan bahwa sesuatu
hasil akan mucul sesudah perilaku atau tindakan tertentu, sampai angka positif.
Menunjukan kepastian bahwa
hasil tertentu akan mengikuti suatu tindakan perilaku. Harapan dinyatakan dalam
probabilitas persatuan (instrumentality)
adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan
dengan hasil kedua. Motivasi nilai besarnya akan mengarah pada semua kekuatan
paling besar adalah tindakan yang paling mungkin dilakukan. Kemampuan adalah
menunjukan potensi seseorang untuk melaksanakan pekerjaan seseorang, yang
berhubugan erat dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki orang untuk melaksanakan
pekerjaan. Teori harapan menjelaskan proses di mana orang menentukan pilihan
motivasinya atas dasar imbalan yang bakal diterima, hubungan antara kinerja dan
imbalan serta harapan untuk mencapai hasil.
Berdasarkan
urain di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang mendorong seseorang
guru untuk melakukan tugas dengan baik, dapat berupa jaminan fisik, jaminan
ekonomi, pengakuan, status, prestasi, dan pengalaman-pengalaman baru. Dengan
demikian timbul kepuasan kerja yang membawa dampak positif kearah tercapainya
tujuan bersama yaitu tujuan sekolah. Motivasi kepemimpinan mengarahkan pada
hal-hal yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam mempengaruhi bawahan kearah
tercapainya tujuan sekolah. Dalam mempengaruhi kegiatan ini tidak cukup hanya mengandalkan
wibawa yang mereka miliki, memotivasi kerja guru untuk memeriksa seluruh daya
pergerakan atau pendorong yang menimbulkan adanya keinginan untuk menaklukan
kegiatan atau aktifitas dalam menjalankan tugas sebagai tenaga teknis yang
dilakukan secara prima dan sistematis dan berulang-ulang, kontinyu, dan
progesif untuk mencapai tujuan. Tenaga pendorong atau daya penggerak seperti yang diungkapkan pada
teori-teori di atas yaitu: (1) motif merupakan dorongan dari dalam diri
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu, (2) harapan merupakan keyakinan
perbuatan akan mencapai tujuan baik secara formal maupun secara non formal, (3)
insentif merupakan keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis manusia.
Mengkaji
berbagai teori motivasi sebagaimana yang dikemukakan para ahli tersebut di atas
dalam kontek sekolah adalah tugas kepala sekolah untuk berusaha agar para guru
mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjalankan tugas yang diberikan kepada
mereka. Pada hakekatnya tingkah laku manusia merupakan tingkah laku yang sadar
tujuan, artinya tingkah laku yang di dorong oleh keinginan untuk mencapai
tujuan yang berguna untuk kehidupannya. Oleh karena itu peranan motivasi dalam
manajemen sangat penting. Motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu,
sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dan dorongan (Hersey & Balnchard, 1978).
Motivasi seseorang ditentukan oleh motifnya. Permaslahannya yang paling penting
bagi kepala sekolah adalah bagaimana dapat menumbuhkan motivasi para guru
disekolahnya.
E. Rangkuman
Pengertian motivasi dalam beberapa buku sumber diberikan pengertian secara berbeda dan beragam sesuai
dengan cara pandang dari para penulis. Walaupun demikian kalau dilacak secara
bahasa, maka istilah motivasi berasal
dari bahasa latin yakni movere yang berarti menggerakkan, dorongan atau
gejolak, motivasi berasal dari kata motif yang artinya sebagai daya penggerak,
pendorong seseorang untuk melakukan
aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Ada banyak faktor yang mampu
memotivasi para pekerja, seperti situasi industrial kayawan yang bersangkutan
dalam hal bisa lingkungan rumah tangganya, lingkungan masyarakat, kebutuhan,
aspirasi, keinginan. Faktor lainnya yang digunakan untuk memotivasi kerja
adalah uang, karena uang dapat digunakan atau ditukar dengan barang-barang atau
jasa yang bernilai ekonomis, yang dapat memuaskan kebutuhan fisiologikal dan
kebutuhan dasar. Kepala sekolah dalam rangka memotivasi bawahnya atau semua
sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi sekolahnya seharusnya mempertimbangkan
faktor yang bersifat individual maupun faktor organisasi sekolahnya agar dapat
berhasil memotivasi bawahnyanya. Di sisi lain seorang kepala sekolah harus
mampu mengelola semua material dan fasilitas yang ada di sekolah apakah
menyangkut persoalan keuangan seperti gaji dan kesejahteraan yang lainnya,
keamanan dan kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaan, kekompakan dan kerja sama
sesama pekerja, melakukan pengawasan, memberikan pujian dan penghargaan kepada
bawahan, dan menumbuhkan kondisi agar para bawahannya menjadi mencintai
pekerjaan itu sendiri.
E. Evaluasi
1. Jelaskan
pengertian motivasi !
2. Jelaskan
faktor-faktor dan cara-cara memotivasi !
3. Jelaskan teori-teori motivasi !
4. Jelaskan
kepala sekolah sebagai motivator pendidikan !