PENGERTIAN KODE ETIKA PROFESI

KODE ETIKA PROFESI

 

A.     Pengertian Profesi
Belum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan/tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa profesi adalah “jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial”.  Secara tradisional ada 4 profesi yang sudah dikenal yaitu kedokteran, hukum, pendidikan, dan kependetaan.
Beberapa catatan tentang profesi, profesional dan etika profesional sebagai pelayan masyarakat ditinjau dari sudut pandang bidang keilmuan masing-masing penulis.
a.           Reader (jenis profesi dari sudut pandang sejarawan): Dalam perjalanan sejarah, hanya ada 3 (tiga ) jenis profesi yang liberal yakni dibidang : kerohanian, fisik dan hukum. Pengertian fisik dalam tulisan Reader mengacu pada profesi kedokteran dan pelayan kesehatan lainnya
Reader,W.J, Professional men: The Rise of Professional Classses in Nine-teenth Century England. London: Weidenfeld & Nicholson, 1966.
b.           Hakim Brandeis memberikan pengertian profesi sebagai : pekerjaan yang awalnya memerlukan pelatihan intelektual, yang menyangkut pengetahuan sampai tahap tertentu (kesarjanaan), yang berbeda dari sekedar keahlian atau kecakapan semata. Pekerjaan ini bukan hanya demi diri sendiri tapi sebagian besar demi kebaikan (pro bono) orang lain (bersifat altruistis), dan imbalan tidak diterima sebagai ukuran keberhasilan. Ada beda mendasar antara pengetahuan dan keahlian seorang profesional. Sasaran profesional adalah kebaikan klien. Kebaikan ada didalam pengetahuan. Kebaikan memiliki kekuatan dan fungsi untuk mengatur perolehan dan penerapan ilmu, sedang keahlian merupakan pengetahuan yang diterapkan oleh praktisi untuk melayani suatu tujuan. Pengertian profesi dari Brandeis lebih ditekankan pada ’motivasi’ sebagai netralitas moral keahlian sebagai ’ciri’ seorang profesional. Brandeis, Louis, Business-A Proffesion., Boston: Hale, Cushman & Flint, 1933.
c.           Menurut May, perbedaan mendasar antara seorang profesional dengan seorang ahli adalah: Seorang profesional yang menyatakan ikrar kepada publik, mempunyai ikatan moral khusus dengan klien, sedangkan ahli tidak. Dengan kata lain seorang ahli adalah warga masyarakat biasa (bukan profesional). May, William F, The Physician’s Covenant: Images of the Healer in Medical Ethics, Philadelphia: Westminster Press, 1983
d.           Menurut Lebacqz, pengertian ‘memiliki keahlian khusus’ menimbulkan kerancuan pada istilah ‘profesi’ ataupun ‘profesional’ contohnya: karena memiliki keahlian dalam berdagang, maka pedagang merasa diri seorang profesional. Lebaqz, Karen, Professional Ethics: Power and Paradox, Nashville Tenessee: Abingdon Press, 1985.
e.           Menurut Freidson, pengetahuan dan keahlian profesional harus selalu diterapkan untuk menuju suatu tujuan. Ciri objektif tersebut dipahami oleh penyandang profesi sebagai ideologi yang harus diwujudkan dalam praktik yang etis dan bukan ideologi ekonomis untuk mencapai prestise atau untuk mempertahankan status/hak istimewa tertentu. Secara spesifik Freidson mengemukakan bahwa, mengistilahkan ‘pengetahuan profesional’ sebagai ‘formal’ sebenarnya berbicara mengenai jumlah (kuantitas) yang tetap tidak bermakna manakala tidak mempunyai tujuan/sasaran seperti diatas.
Freidson Elliot, Professional Powers: A Study of The Institutionalization of Formal Knowledge, Chicago: University of Chicago Press,1986.
f.            Moore menyatakan bahwa seorang profesional wajib mengembangkan profesionalismenya. Pengembangan profesional dapat dicapai melalui kewajiban belajar (menguasai lebih banyak pengetahuan teknis) dan bukan melalui interaksi dengan klien. Di dalam bukunya, Moore mengabaikan kemungkinan profesional juga belajar melalui kliennya
Moore, Wilbert E, The Professions : Roles and Rules, New York: Russel Sage Foundation, 1970.
g.           Larson menuliskan bahwa, peradaban membawa konsekuensi munculnya karakteristik yang hanya dapat dipahami oleh kelompok (peer) tertentu. Larson mencatat bahwa profesi tertentu mengembangkan karakteristik-karakteristik yang istimewa (distingtif) di Inggris dan Amerika Serikat dan diyakini akan terjadi di belahan dunia lainnya. Penggunaan terma distingtif dalam kaitannya dengan pemahaman pihak di luar komunitas profesi bersangkutan.  Larson, Magali Sarfatti, The Rise of Professionalism : A Sociological Analysis. Berkeley : University of California Press, 1977.
h.           Levy mengatakan bahwa, selain untuk kepentingan umum, hukum juga didisain untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan, sekaligus untuk memastikan pemenuhan hak individu terhadap masalah kesehatan. Oleh sebab itu dimungkinkan dibuat hukum khusus kesehatan, untuk mengatur pelaksanaan pelayanan sesuai dengan situasi yang variatif. Penggunaan hukum khusus harus didahulukan untuk mengatasi masalah yang spesifik
Levy, Barry S, Twenty –first Century Challenges for Law and Public Health. Indiana Law review, 1999, vol 32. Dr Levy adalah Immediate Past President pada American Public Health Association, dan sebagai Adjunct Professor of Community Health di Tufts University School of Medicine. Levy juga bekerja sebagai konsultan independen untuk Kesehatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan (Occupational and Environmental Health).
i.             Bayles mengatakan bahwa, etika profesional bersumber dari etika umum dan hanya merupakan spesifikasi lebih lanjut dari etika umum tersebut.
Bayles, Michael D, Professional Ethics, Belmont, California: Wadworth, 1981.
j.             Camenish yang mengambil dasar filsafat Immanuel Kant mengatakan bahwa tidak ada yang menonjol dari etika profesional atau dengan kata lain etika profesi adalah intensifikasi etika biasa. Camenish, Paul, Grounding Professional Ethics in Pluralistic Society. New York: Haven, 1983.
k.           Drucker menganggap tidak ada yang menonjol pada etika profesional sehingga anggota profesi tidak perlu mengagungkannya, atau dengan kata lain: etika profesional identik dengan etika biasa. Drucker, Peter, What is Business Ethics?, The Public Interest, Spring 1981.
l.             Carter (memandang profesionalisme dari sudut pandang konsumen), membahas tentang dorongan para profesional akan nafsu, hak istimewa dan kekayaan sebanyak-banyaknya yang bisa didapatkan dengan melayani masyarakat. Menjadi anggota suatu ikatan profesi tidak merupakan perkecualian untuk melakukan kerakusan, nafsu dan lain-lain, bahkan sesuatu yang sering dikatakan ‘demi kebaikan umum’ (pro bono publico) sebenarnya yang dimaksud adalah ‘demi kepentingan pribadi’
Carter, Richard, The Doctor Business, Garden City New York, Doubleday, 1958.
m.         T.D Hall & C.M Lindsay (membahas perilaku anggota profesi dari sudut pandang ekonom) menyatakan bahwa, profesi merupakan bentuk perdagangan yang terorganisir dengan dalih bekerja untuk kesejahteraan umum. Hall, TD & Lindsay C.M, Medical School: Producers of What? Seller of Whom?, Journal of Law and Economic 23, April 1980.
n.           Goede mengatakan bahwa, perilaku para anggota profesi tidak mencerminkan rasa empati kepada yang perlu dilayani meskipun selalu menonjolkan ideal pelayanan kepada masyarakat. Goede, William.J, Community within a Community, The Professions, American Sociological Review 22.

Pemikiran penulis:
Pengertian yang sampai saat ini dipahami di Indonesia adalah bahwa profesi bukan semata-mata pekerjaan (okupasi), dan syarat profesional (orang yang melakukan profesi) adalah:
·         Melalui pendidikan formal setara kesarjanaan (pendidikan di Universitas)
·         Mempunyai nilai-nilai (values) yang dipertaruhkan
·         Memiliki dan mengamalkan kode etik profesi
·         Mempunyai tujuan/sasaran tertentu yakni demi kebaikan klien
Batasan (di Indonesia) tersebut bisa jadi didasarkan pada pemikiran penulis-penulis diatas, penulis mengakui belum menemukan referensi tentang ’profesi dan profesional’ dari sudut pandang ahli berkebangsaan Indonesia .
Bila dicermati, dalam pemikiran yang tertuang dalam buku-buku diatas, terdapat semacam pesan moral/keprihatinan/kritik (warning) tentang perilaku para profesional seperti misal dibawah ini:
1.       Kaum profesional mempunyai kewajiban prima facie untuk menjaga kepercayaan klien. Sebagai ’profesional pelayan masyakat’ diharapkan dapat melayani masyarakat dengan penuh etika serta menghormati motto: Uberrima fides (kesetiaan diatas segala-galanya). Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi yang harus dihayati, untuk melindungi hak setiap warga masyarakat. Risiko, merupakan bagian dari konsekuensi profesional yang juga harus memperhatikan hak pribadinya sebagai anggota masyarakat, seperti misalnya asas jaga rahasia (merupakan kewajiban profesional) yang nampaknya semakin sulit dilaksanakan.
2.       Profesi tertentu seperti hukum dan kedokteran, memiliki keterlibatan khusus dengan klien dan berjanji menggunakan keahliannya demi kebaikan klien. Warga negara dengan demokrasi liberal Barat lebih menyukai pengaturan profesi dan tidak tergantung pada pengawasan negara, meskipun hal tersebut tidak bisa serta merta berlaku bagi profesi yang sama dinegeri yang berbeda.
3.       Profesional bukanlah seorang dermawan yang mencintai kehidupan umat manusia. Dengan otoritas yang dimiliki, bisa memanfaatkan karakteristik profesinya untuk mempertahankan status tertentu,
4.       Dalam kenyataan, profesi sering terkait dalam satu bentuk perdagangan yang tersamar dan terorganisir dengan baik. Dengan lebih berorientasi pada keuntungan, kekayaan dan sikap hedonistik, para profesional dapat memperdaya klien demi kepentingan diri sendiri atau kelompoknya (pro lucro)

Pengertian Profesionalisme, Profesional dan Profesi Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan -- serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut -- untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).
Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk mem bedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan materiil-duniawi Dua pendekatan untuk mejelaskan pengertian profesi:
1. Pendekatan berdasarkan Definisi
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
2. Pendekatan Berdasarkan Ciri
Definisi di atas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan meneruskan pengetahuan profesional.

Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada definisi yang yang memuaskan tentang profesi yang diperoleh dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri profesi. Secara umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah:
- Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti pendidikan profesi seperti okter, dokter gigi, psikologi, apoteker, farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di berbagai negara, pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki profesi.
- Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tukang batu, tukang cukur, pengrajin meliputi ketrampilan fisik. Pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan ketrampilan. Walaupun pada pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup ketrampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang dominan.
Komponen intelektual merupakan karakteristik profesional yang bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan menyangkut bidang keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam. Jadi memberikan konsultasi bukannya memberikan barang merupakan ciri profesi.
- Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru, pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang pakar permainan caturmisalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20 terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat sederhana yang hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.
Di samping ketiga syarat itu ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri tambahan tersebut tidak berlaku bagi semua profesi.
Adapun ketiga ciri tambahan tersebut ialah:
- Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu untuk status profesional. Dokter diwajibkan memiliki sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau sertifikat tidak selalu menjadikan sebuah pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi motor atau mobil semuanya harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama surat izin mengemudi. Namun memiliki SIM tidak berarti menjadikan pemiliknya seorang pengemudi profesional. Banyak profesi tidak mengharuskan adanya lisensi resmi. Dosen diperguruan tinggi tidak diwajibkan memiliki lisensi atau akta namun mereka diwajibkan memiliki syarat pendidikan, misalnya sedikit-dikitnya bergelar magister atau yang lebih tinggi. Banyak akuntan bukanlah Certified Public Accountant dan ilmuwan komputer tidak memiliki lisensi atau sertifikat.
- Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki organisasi yang mengklaim mewakili anggotanya. Ada kalanya organisasi tidak selalu terbuka bagi anggota sebuah profesi dan seringkali ada organisasi tandingan. Organisasi profesi bertujuan memajukan profesi serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Peningkatan kesejahteraan anggotanya akan berarti organisasi profesi terlibat dalam mengamankan kepentingan ekonomis anggotanya. Sungguhpun demikian organisasi profesi semacam itu biasanya berbeda dengan serikat kerja yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya pada kepentingan ekonomi anggotanya. Maka hadirin tidak akan menjumpai organisasi pekerja tekstil atau bengkel yang berdemo menuntut disain mobil yang lebih aman atau konstruksi pabrik yang terdisain dengan baik.
- Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya. Di berbagai profesi, seseorang harus memiliki sertifikat yang sah sebelum mulai bekerja. Mencoba bekerja tanpa profesional atau menjadi profesional bagi diri sendiri dapat menyebabkan ketidakberhasilan. Bila pembaca mencoba menjadi dokter untuk diri sendiri maka hal tersebut tidak sepenuhnya akan berhasil karena tidak dapat menggunakan dan mengakses obat-obatan dan teknologi yang paling berguna. Banyak obat hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. sepuluh ciri lain suatu profesi
(Nana 1997) :
1.       Memiliki fungsi dan signifikasi sosial
2.       Memiliki keahlian/keterampilan tertentu
3.       Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
4.       Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas
5.       Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama
6.       Aplikasi dan sosialisasi nilai- nilai profesional
7.       Memiliki kode etik
8.       Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya
9.       Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi
10.    Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya. Tiga Watak Profesional

Lebih lanjut Wignjosoebroto [1999] menjabarkan profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari setiap kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan okupasi) ialah :
  i.      bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil;
-       bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat;
-       bahwa kerja seorang profesional -- diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral -- harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi. Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok sosial berkeahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi kesejahteraan umat manusia.
Kalau didalam pengamalan profesi yang diberikan ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan, maka hal itu semata hanya sekedar "tanda kehormatan" (honour) demi tegaknya kehormatan profesi, yang jelas akan berbeda nilainya dengan pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi para pekerja upahan saja.
Siapakah atau kelompok sosial berkeahlian yang manakah yang bisa diklasifikasikan sebagai kaum profesional yang seharusnya memiliki kesadaran akan nilai-nilai kehormatan profesi dan statusnya yang sangat elitis itu? Apakah dalam hal ini profesi keinsinyuran bisa juga diklasifikasikan sebagai bagian dari kelompok ini? Jawaban terhadap kedua pertanyaan ini bisa mudah-sederhana, tetapi juga bisa sulit untuk dijawab. Terlebih-lebih bila dikaitkan dengan berbagai macam persoalan, praktek nyata, maupun penyimpangan yang banyak kita jumpai didalam aplikasi pengamalan profesi di lapangan yang jauh dari idealisme pengabdian dan tegak nya kehormatan diri (profesi). Pada awal pertumbuhan "paham" profesionalisme, para dokter dan guru -- khususnya mereka yang banyak bergelut dalam ruang lingkup kegiatan yang lazim dikerjakan oleh kaum padri maupun juru dakhwah agama -- dengan jelas serta tanpa ragu memproklamirkan diri masuk kedalam golongan kaum profesional. Kaum profesional (dokter, guru dan kemudian diikuti dengan banyak profesi lainnya) terus berupaya menjejaskan nilai-nilai kebajikan yang mereka junjung tinggi dan direalisasikan melalui keahlian serta kepakaran yang dikembangkan dengan berdasarkan wawasan keunggulan.
Sementara itu pula, kaum profesional secara sadar mencoba menghimpun dirinya dalam sebuah organisasi profesi (yang cenderung dirancang secara eksklusif) yang memiliki visi dan misi untuk menjaga tegaknya kehormatan profesi, mengontrol praktek-praktek pengamalan dan pengembangan kualitas keahlian/ kepakaran, serta menjaga dipatuhinya kode etik profesi yang telah disepakati bersama. Etika Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, noprma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan,norma agama berasal dari agama sedangkan norma moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika. Etika dan etiket Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai ethics dan etiquette.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri.
Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan.
Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan, pengacara, elanggaran kde etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode Etik Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia, bukannya oleh pengadilan.

B.     Profesionalisme
Biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang baik. Ciri-ciri profesionalisme:
1.      Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi
2.      Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan
3.      Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya
4.      Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya

CIRI KHAS PROFESI
Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:
1.      Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus berkembang dan diperluas
2.      Suatu teknik intelektual
3.      Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
4.      Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
5.      Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
6.      Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
7.      Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
8.      Pengakuan sebagai profesi
9.      Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
10.  Hubungan yang erat dengan profesi lain

C.     Tujuan Kode Etika Profesi
Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negari  tidak sama.
Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik (Code of conduct)  profesi adalah:
1.      Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2.      Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3.      Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
4.      Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
5.      Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6.      Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya

Sifat kode etik profesional
Kode etik adalah pernyataan cita-cita dan peraturan pelaksanaan pekerjaan (yang membedakannya dari murni pribadi) yang merupakan panduan yang dilaksanakan oleh anggota kelompok. Kode etik yang hidup dapat dikatakan sebagai ciri utama keberadaan sebuah profesi. Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat; sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam formulasinya. Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada rekan, profesi, badan, nasabah/pemakai, negara dan masyarakat. Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan bersifat di atas sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika yang berhubungan dengan nasabah hendaknya jelas menyatakan kesetiaan pada badan yang mempekerjakan profesional.
Kode etik digawai sebagai bimbingan praktisi. Namun demikian hendaknya diungkapkan sedemikian rupa sehingga publik dapat memahami isi kode etik tersebut. Dengan demikian masyarakat memahami fungsi kemasyarakatan dari profesi tersebut. Juga sifat utama profesi perlu disusun terlebih dahulu sebelum membuat kode etik. Kode etik hendaknya cocok untuk kerja keras.

PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI

1. Tanggung jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa
yang menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.

SYARAT-SYARAT SUATU PROFESI :
- Melibatkan kegiatan intelektual.
- Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
- Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
- Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
- Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
- Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
- Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.


DMC